Chereads / AKARSHA / Chapter 23 - 23. Dari Dua Sisi

Chapter 23 - 23. Dari Dua Sisi

"Eh, Kak Akas."

Arsha segera menoleh ketika Tara menyenggol lengannya, sedari tadi dia sibuk menduga-duga tentang Cakra yang sebenarnya datang ke sekolah atau tidak, sampai tak sadar bahwa mereka sudah sampai di depan kelas dengan Akas yang juga sudah menunggu di depan pintu.

"Izin masuk dulu," titah Akas. Izin masuk memang dipergunakan beberapa kali oleh kakak kelas untuk para siswa dan siswi yang ingin masuk ke kelas.

Arsha berdecak malas ketika Tirani dan Tara dengan segera mengambil tempat untuk berbaris di belakangnya, yang mana akan membuat Arsha langsung berhadapan dengan Akas walaupun jarak mereka tidak terlalu dekat. Laki-laki itu bersandar pada daun pintu sambil memegang sebuah tongkat kecil yang didapatnya dari salah satu panitia MOS yang lain, Akas memperhatikan gerak-gerik Arsha yang terlihat gugup saat ingin mengucapkan izin masuk.

"Saya Akarsha Jagadhita, bersama dengan dua teman saya dari kelompok Tulip ruang kelas ke-tiga, meminta izin masuk ke dalam kelas, Kak."

Wah, Akas kira Arsha akan mengucapkan itu dengan terbata-bata karena kegugupannya, tapi ternyata adik kelasnya itu patut diacungi jempol karena kalimatnya yang terucap dengan lancar padahal dia sedang berbicara dengan Akas.

Akas mengulum senyum, tiba-tiba saja terpikirkan suatu hal yang menarik, seperti menahan Arsha sedikit lebih lama di sini misalnya? "Tirani sama Tara boleh masuk, tapi Arsha belum soalnya saya punya syarat buat dia," begitu jawabnya hingga sukses membuat kedua mata Arsha terbelalak secara sempurna dan gadis itu langsung meneguk salivanya susah payah.

Tirani dan Tara nyengir lebar dan berujar kata maaf tanpa suara pada sahabatnya itu, lalu tanpa basa-basi meninggalkan Arsha berdua dengan Akas di depan kelas. Sekarang ada berbagai macam kemungkinan aneh sudah menari-nari di kepala Arsha, dia menduga-duga apa yang akan Akas berikan sebagai syarat untuknya masuk.

"Kakak nggak adil banget, temen saya dibolehin masuk tapi sayanya malah mau dikerjain," ujar Arsha sedikit kesal.

"Loh saya nggak mau ngerjain kamu?" Akas tertawa selagi menjawab. "Saya cuma mau kasih syarat aja beneran."

"Oke kalo gitu, apa syaratnya?"

Arsha ini terkadang memang bisa menjadi gadis yang tak kenal takut ya, di saat seperti ini harusnya dia sudah panik karena takut Akas akan memberikan syarat yang aneh-aneh padanya. Namun, sekarang dia malah penasaran tentang apa yang tengah kakak kelasnya itu pikirkan saat ini.

Tanpa pembukaan dan basa-basi lebih dulu, Akas langsung menjawab, "Kamu ikut futsal, ya."

"Hah?"

Akas langsung terbahak melihat ekspresi kaget di wajah Arsha. "Saya 'kan Kapten Futsal sementara, selain futsal saya enggak punya ekskul apa-apa lagi. Jadi, sebagai kapten saya mau undang langsung kamu buat jadi anggota futsal biar saya bisa sering-sering lihat kamu nantinya. Tapi sayangnya kamu perempuan sih— ya, tapi, enggak apa-apa lah ya, anggap aja saya lagi iseng-iseng berhadiah, siapa tau dari lubuk hati kamu yang paling dalam tuh kamu emang beneran niat gabung futsal 'kan?"

Terdengar suara tawa dari dalam kelas, ternyata teman-teman sekelasnya sedari tadi menguping pembicaraan mereka hingga mendengar ajakan tak masuk akal yang baru saja Akas berikan kepada Arsha. Mendadak Arsha menjadi bingung, sebenarnya kakak kelasnya ini kenapa sih?

Namun, karena tak kuat menahan godaan dari beberapa teman laki-laki sekelasnya, alhasil Arsha hanya bisa merengek agar Akas segera menghentikan candaan konyolnya tersebut dan kembali normal layaknya kakak kelas. "Kak, udah dong astaga, jangan bercanda gitu."

"Tapi saya nggak bercanda loh Arsha." Sayang sekali Arsha, karena Akas masih belum mau berhenti mengganggumu.

"Kak ... masa iya saya ikutan futsal? Lagian Kakak kan sekarang panitia MOS, berarti kakak juga ikutan OSIS dong bukan cuma futsal aja?"

"OSIS itu kan organisasi, tapi saya juga nggak akan nawarin kamu buat masuk OSIS sih, soalnya kakak kelasnya pada ganjen semua nanti kamu digodain lagi."

"Tapi sekarang kakak juga anggota OSIS dan lagi gangguin saya? Berarti kakak juga ganjen dong?"

Terdengar suara tawa lagi dari dalam kelas, namun target tawaan kini berganti pada sosok Akas yang tengah cemberut setelah mendengar pertanyaan yang Arsha ajukan.

"Memangnya kamu ada minat buat gabung OSIS?" tanya Akas penasaran.

"Belum tau sih, Kak. Saya juga masih mikir-mikir."

"Haduh, Akas ini kebiasaan banget deh. Bel udah bunyi daritadi bukannya adiknya disuruh masuk malah di tahan di depan pintu!" Kak Lana tiba-tiba saja datang sebagai penyelamat Arsha dan mengomeli laki-laki yang menahannya tersebut.

Akas langsung tertawa mendengar ocehan itu, lalu tanpa basa-basi lebih lanjut dia segera menyuruh Arsha untuk masuk ke dalam kelas sambil tersenyum manis. Setidaknya misi untuk menahan Arsha agar bisa berbicara dengannya lebih lama sudah dapat terlaksana.

*

Ketika pagi tadi para peserta MOS sudah mendapatkan beberapa materi dari guru-guru terpilih di Bakti Nugia. Ada banyak sekali materi tentang pengenalan sekolah, pengembangan diri, cara untuk beradaptasi di sekolah serta materi-materi dasar lain yang memang harus dipelajari oleh para siswa dan siswi baru di sekolah ini. Materi yang disampaikan tidak membuat Arsha bosan sama sekali karena guru-guru itu turut sesekali mengajak mereka bermain game untuk menghilangkan rasa kantuk dan juga suntuk yang tiba-tiba bisa menyerang mereka kapan saja.

Kali ini tidak ada lagi materi yang di sampaikan karena Kak Lana berkata bahwa mereka akan memainkan sebuah permainan bernama 'Darat, Laut, Udara!'. Cara bermainnya seperti ini; nanti seluruh siswa dan siswi akan menyebutkan tiga kata itu secara bersama-sama dan terus-menerus, kemudian baik Kak Akas ataupun Kak Lana akan berkeliling di masing-masing barisan, dan tanpa aba-aba mereka akan menunjuk salah satu orang terpilih yang nantinya harus menyebutkan nama hewan dari daerah yang terakhir mereka sebutkan tadi. Permainan ini bisa dibilang berguna untuk melatih konsentrasi dan juga kepekaan diri ketika menjawab.

"Darat laut udara, darat laut udara, laut!"

"Hiu!"

Laki-laki di dalam kelas sontak tertawa setelah mendengar jawaban refleks yang dilontarkan oleh Tirani, gadis itu adalah sosok yang ditunjuk oleh Kak Lana dengan nama daerah laut sebagai tempat terakhir yang disebutkan. Ternyata Tirani cukup pintar menjawab dengan memanfaatkan nama hewan yang merupakan nama kelompok dari laki-laki di kelas ini.

"Kayaknya ada yang Tirani suka deh di Hiu, soalnya dia nggak bisa jauh-jauh dari kelompok Hiu." Akas mengompori anak-anak kelasnya, Arsha ikut-ikutan meledeki teman sebangkunya itu karena kapan lagi dia bisa meledeki Tirani jika bukan sekarang? Akhirnya Tirani bisa merasakan apa yang selama ini Arsha rasakan jika sedang diledeki oleh anak-anak sekelas mereka.

"Assalamualaikum!"

Kalimat salam yang tiba-tiba terdengar dari pintu masuk sontak mengambil alih seluruh perhatian untuk menoleh ke ambang pintu, ada Zakiel yang muncul di sana dengan cengiran khasnya bersama dengan salah satu panitia MOS perempuan yang menemaninya.

Perempuan itu menghampiri Kak Akas dan juga Kak Lana kemudian mengatakan sesuatu yang tidak terdengar jelas, setelah mendapatkan anggukan dari keduanya perempuan itu pun langsung berdiri di depan kelas. "Halo! Nama saya Kira, saya pembimbing MOS dari ruang sebelah bermaksud datang ke sini untuk mencari siswi bernama Akarsha."

Arsha melotot dari tempat duduknya saat ini ... tunggu dulu ... ada yang tidak beres di sini.

"Jadi, di sini siapa yang namanya Akarsha?"

Seluruh pasang mata menatap ke arah Arsha hingga membuat gadis itu mau tak mau langsung mengangkat tangannya. "Saya, Kak."

Wah, jangan bilang.

Arsha diam-diam mendengus pelan begitu melihat Zakiel memberikan smirk kepadanya. Pasti laki-laki itu telah melakukan sebuah hal konyol dan akan membuatnya ikut serta dalam kekonyolan tersebut. Arsha sudah yakin seratus persen dengan dugaannya tersebut.

"Ayo tolong ikut saya ke kelas sebelah," ajar Kak Kira.

"Kak kalo boleh tau kenapa saya dan kenapa juga harus ke kelas sebelah?" tanya Arsha bingung.

Padahal Arsha bertanya pada Kak Kira, namun malah Zakiel yang menjawab. "Jadi gini loh Arsha, gue tadi dapat hukuman karena udah kalah main game di kelas sebelah, terus hukumannya gue disuruh cari temen buat nemenin gue hormat di tengah lapangan, karena gue kepikiran nama lo jadi—"

"—kenapa lo harus kepikiran nama gue sih?!" potong Arsha kesal, tenang saja saat ini dia hanya kesal kepada Zakiel saja kok.

"Soalnya yang ada di dalam kepala gue cuma nama lo doang," kata Zakiel polos hingga membuat satu kelas kembali tertawa karena jawabannya tersebut.

"Lo tuh kalo mau jalanin hukuman, jangan ajak-ajak gue." Arsha memelas dari tempatnya, sudah berniat beranjak karena pasti dirinya sudah tidak punya pilihan lain, namun suara Kak Akas menghentikannya.

"Udah, udah!" lerai Akas tiba-tiba. "Kalo Arsha memang nggak mau, biar saya aja yang gantiin dia."

Lagi, seisi kelas dibuat heboh karena perlakuan Akas untuk Arsha yang bersedia menanggung hukumannya. Bahkan sekarang Arsha sudah menenggelamkan wajahnya pada lipatan kedua tangan, tidak bisa mengucapkan apa-apa lagi ketika Akas sudah menarik Zakiel untuk segera keluar dari kelas dan melaksanakan hukuman yang ada.

"Tir, kalo gini caranya gue mau pindah sekolah aja boleh nggak sih."