Padahal Arsha sudah berniat ingin berceloteh panjang ketika sudah memasuki mobil saat Papanya datang menjemputnya di sekolah. Arsha juga sudah berniat ingin bercerita panjang lebar kepada Mamanya begitu sampai di rumahnya nanti. Ada banyak sekali cerita menyenangkan yang ingin dirinya bagi kepada mereka berdua, agar kedua orangtuanya tau betapa bersemangatnya Arsha ketika menjalani outbound di tiga hari kemarin.
Namun sepertinya Arsha memang sudah terlalu bersemangat di hari-hari kemarin, dia sudah menghabiskan banyak dari tenaganya untuk menjalani banyaknya rangkaian acara yang diadakan ketika outbound kemarin, hingga rasa semangat itu membuatnya lebih dulu lelah sebelum menjalankan semua niat yang sudah dia kumpulkan sejak beberapa saat lalu.
Karena nyatanya ketika Arsha baru saja masuk ke mobil di saat Papanya datang menjemput, gadis itu sudah kehilangan daya untuk berbicara, baterai yang terpasang di tubuhnya seakan sudah mencapai limit terendah yaitu kurang dari sepuluh persen karena Arsha memang sudah tidak sanggup lagi untuk melakukan apapun. Sang Papa yang mengerti tanpa harus diberitahu pada akhirnya menidurkan sedikit jok mobil yang Arsha duduki dan kemudian menyuruh putri kesayangannya itu untuk tidur saja selama perjalanan pulang.
"Udah kamu tidur aja, pasti cape banget 'kan?"
Karena sudah tidak lagi memiliki tenaga untuk membantah apapun, akhirnya Arsha benar-benar jatuh terlelap pada menit kedua setelah dia memejamkan kedua matanya.
*
Pukul delapan malam kedua mata Arsha terbuka sempurna dan dia langsung merasa haus luar biasa. Sejenak merenggangkan otot-ototnya yang terasa pegal, namun di sisi lain juga Arsha merasa segar karena sudah beristirahat dengan sangat cukup setelah melewati hari-hari yang panjang di tiga hari kemarin.
Selepas sampai di rumah tadi, Arsha yang dibangunkan oleh Papanya langsung melenggang pergi ke kamarnya setelah mencium punggung tangan sang Mama, dia ingin langsung melanjutkan kegiatan tidurnya yang tadi dilakukan di mobil karena masih sangat lelah dan juga mengantuk. Untungnya, kedua orangtuanya juga mengerti sehingga tidak membangunkan Arsha selama dia tidur, mereka akan menunggu sampai anak gadisnya itu bangun sendiri agar merasa puas setelah kehilangan jatah tidurnya.
Arsha keluar dari kamar dan langsung menuju dapur untuk mengambil segelas air, dia menemukan Mama dan Papanya di ruang tengah dengan kegiatan mereka masing-masing. Sekilas Arsha baru menyadari bahwa rumahnya ini benar-benar tergolong sepi, sebab hanya tiga orang di rumah ini karena mengingat bahwa Arsha adalah anak tunggal. Melihat hanya ada kedua orangtuanya di sana membuat Arsha meringis, berarti selama tiga hari kemarin tidak ada dirinya yang berisik yang biasanya mengisi keheningan rumah.
"Loh udah bangun ternyata." Mama Rina menemukan keberadaannya, kemudian beranjak mengikuti Arsha ke dapur, meninggalkan sulaman yang sedari tadi dia kerjakan. "Kamu lapar nggak? Ayo makan malam dulu."
"Mama sama Papa udah makan?"
"Udah sayang, tapi kalo kamu mau makan ayo mama temani."
Arsha mengangguk, dia memang tidak suka makan sendirian, terlebih di rumah besar ini.
Gadis itu duduk di meja dapur dan mulai mengambil nasi juga lauk pauk yang sudah disiapkan di meja makan, Mama Rina ikut duduk di sebrangnya selagi menemani Arsha makan. Dalam keluarga mereka tidak ada larangan untuk berbicara ketika sedang makan, justru obrolan yang akan selalu mereka butuhkan untuk membangun komunikasi antar satu sama lain, maka dari itu percakapan ini pun terjadi.
"Tidurnya puas nggak, Sa?" tanya Mama Rina. "Kamu tuh besok langsung MOS, 'kan, ya? Berarti memang perlu istirahat full seharian ini biar besok tetap kuat waktu sekolah, pasti cape banget deh tiga hari kemarin."
Arsha mengangguk untuk menjawab pertanyaan pertama yang dilontarkan Mamanya, dia mengunyah sebentar untuk menghabiskan makanan di mulutnya baru kemudian menjawab, "Iya, Ma, Sasa besok udah langsung MOS. Untungnya ya Ma, besok tuh perlengkapan MOS-nya enggak aneh-aneh jadi Sasa enggak perlu ribet buat nyiapin ini dan itu. Sekolahnya bagus sih udah netapin peraturan untuk nggak buat anak didiknya ribet, soalnya kan nggak bakal ada waktu juga buat nyiapin perlengkapan MOS kalo seandainya memang disuruh bawa perlengkapan yang aneh-aneh," jawab Arsha lengkap disertai curhatan dadakan.
Di rumahnya, Arsha memang lebih sering dipanggil dengan sapaan Sasa, apalagi jika sedang berbicara dengan Mamanya. Sasa itu nama kecil yang pernah orangtuanya berikan untuk Arsha, ketika dirinya belum bisa menyebut huruf 'R', maka diberi nama Sasa agar pelafalannya lebih mudah. Namun, karena beranjak dewasa dirinya lebih sering dipanggil dengan nama depan, alhasil Papanya sering kali memanggilnya dengan dua nama, namun tidak dengan Mamanya.
Arsha sih tidak masalah mau dipanggil dengan sapaan apa, karena dia senang-senang saja asal panggilan itu tidak terdengar panjang.
"Ma, tau nggak, aku kemarin ngedaki gunung tau Ma! Terus naik itu tuh permainan yang meluncur dari atas gunung sampai ke bawah lagi, pokoknya seru banget!"
Dan lagi, sepertinya baterai dalam tubuhnya sudah dilakukan charger dengan benar sehingga sekarang limitnya sudah mencapai di angka seratus, melihat bagaimana semangatnya Arsha sekarang ketika bicaranya. Gadis itu sudah kembali menjadi Arsha yang biasanya, dengan semangatnya yang menggebu-gebu terhadap sesuatu, apalagi niat bercerita ini memang sudah dia ingin lakukan sejak pagi tadi.
Sedangkan Rina di depannya mendengarkan dengan seksama untuk setiap hal yang anaknya ceritakan, sesekali dia menanggapi dan selama sesi bercerita itu Rina juga tidak luput tersenyum karena menyadari bahwa Arsha memang se-senang itu. Dia benar-benar terlihat senang karena telah mendapatkan banyak sekali pengalaman yang baru yang belum pernah dirasakan sebelumnya.
"Terus juga Ma, udah ada temen seangkatan aku yang bilang suka ke aku loh, sampai aku diledekin sama banyak orang soalnya si Zakiel itu beneran enggak tau tempat banget kalo godain, awalnya dia nyebelin tapi lama-lama ternyata baik juga. Jadi, aku nggak tega kalo mau diemin dia terus, soalnya tiap ketemu dia suka tanya kenapa Sasa jutek banget ke dia, padahal 'kan itu salah dia sendiri karena udah bikin Sasa malu depan banyak orang," cerocos Arsha panjang lebar, menjabarkan setiap hal yang dia temukan pada sosok Zakiel, membuat Rina tertawa cukup lama setelah mendengar ceritanya yang saat ini.
"Sekarang gimana? Zakiel itu masih gangguin kamu nggak?" tanya Rina penasaran.
Arsha tersenyum. "Enggak, Ma. Sekarang aku sama dia udah temenan kok, soalnya kayak yang aku bilang tadi sebenernya Zakiel itu anaknya baik. Cuma dia tetep enggak berhenti juga sih godain aku di setiap kesempatan, katanya mah nggak mau nyerah, aku sampe kaget karena dia sebegitunya."
"Wajar dong kalo dia naksir kamu, memangnya siapa coba yang nggak suka sama anak Papa yang cantik ini?" Papa Roni tiba-tiba saja datang dan ikut bergabung dalam obrolan. "Dari tadi Papa dengerin kayaknya seru banget cerita sama Mama, ayo dong cerita juga sama Papa, 'kan Papa penasaran apa yang udah terjadi di sana."
"Pa!" Arsha terbahak ketika mengingat satu hal. "Aku sempet mimpiin Papa datang ke pantai dan bawain aku pizza, huhuhu serius aku mimpiin itu tapi ternyata aku dibangunin buat jurit malam!"
Sesi bercerita itu berlanjut lagi, dengan Arsha dan juga semangatnya yang tidak mempermasalahkan ketika Papanya meminta untuk diceritakan dari awal, Arsha justru dengan senang hati akan menceritakan semuanya. Niat yang sudah gadis itu kumpulkan akhirnya bisa terencana dalam sebuah sesi bercerita malam yang terjadi dalam keluarganya yang hangat.