Chereads / AKARSHA / Chapter 16 - 16. Tugas Dari Pos Dua

Chapter 16 - 16. Tugas Dari Pos Dua

Arsha tidak tau apakah semesta memang suka mempermainkannya atau memang ini hanya sekadar kebetulan belaka, karena setiap ada kegiatan yang dilakukan entah mengapa kelompok Tulip pasti akan bertemu dengan kelompok Nemo. Telampau sering hal itu terjadi sampai akhirnya Arsha hapal sendiri dengan nama para anggota di kelompok laki-laki itu. Tapi hanya satu orang yang paling Arsha hapal, sebab si pemilik nama ini sudah sering ada di sekitarnya selama outbound ini berlangsung.

Siapa lagi kalau bukan Zakiel Tanubrata.

"Arsha, bisa nggak naiknya? Sini gue bantuin," ujar Zakiel yang kini berada tepat beberapa meter di depannya. Hanya saja posisi laki-laki itu lebih tinggi karena kelompoknya baru saja menaiki satu pijakan tanah ke arah atas.

Sebelum berangkat tadi Pak Harso tidak jadi mengurutkan urutan jalan sesuai dengan kelompok yang sudah lengkap berada di lapangan, karena nyatanya ada banyak sekali anggota yang datang bersamaan sehingga sedikit sulit untuk melihat kelompok mana yang sudah lengkap lebih dulu. Akhirnya para senior membantu dengan membuatkan sebuah kocokan kertas dengan dua wadah terpisah— untuk kelompok perempuan dan kelompok laki-laki, lalu kocokan itu akan dilakukan secara acak, dan lagi-lagi kelompok Tulip disebutkan setelah nama kelompok Nemo sebelumnya sudah diumumkan lebih dulu.

Itulah mengapa sekarang dua kelompok itu berada pada posisi depan-belakang antar satu sama lain.

Padahal waktu keberangkatan mereka berbeda lima menit untuk menjaga jarak, tapi pasti akan tetap bertemu di tengah-tengah perjalanan. Bukan hanya untuk kelompok mereka saja, tapi kelompok yang lain juga sudah banyak terlihat di belakang mereka.

"Gue bisa sendiri kok," tolak Arsha halus, kemudian dia berpegangan pada gagang pohon yang memang menjadi salah satu cara bantuan untuk bisa menaiki pijakan tersebut.

Zakiel mundur untuk memberi ruang bagi Arsha dan juga anggota kelompoknya yang lain, namun walaupun begitu dia tidak berjalan lebih dulu bersama dengan anggota kelompoknya— tenang saja karena jarak mereka tidak begitu jauh. Zakiel malah memilih berjalan di samping Arsha dan mencoba untuk mengajak gadis itu mengobrol, lagipula tidak hanya mereka berdua kok karena nyatanya masih ada Tirani di sebelah kiri gadis itu yang ikut dalam obrolan, Zakiel juga tidak benar-benar berada di samping Arsha lebih tepatnya sih malah di depan gadis itu.

"Nanti kalo udah pembagian kelas kita bakal sekelas nggak ya, Sha?"

"Pastinya Arsha nggak bakal mau sekelas sama lo sih, Ki," Tirani yang menjawab.

Zakiel mendengus, tapi tetap lanjut bertanya. "Kenapa gitu? Memangnya lo beneran nggak mau sekelas sama gue, Sha?"

Arsha langsung mengangguk tanpa bebas. "Soalnya lo berisik, gue males sekelas sama lo nanti kelasnya bakal jadi kelas yang di-cap nakal sama guru-guru."

"Gue nggak nakal!" bantah Zakiel cepat, lama-lama kesal sendiri.

"Bercanda kali, serius amat lo." Arsha dan Tirani langsung terbahak karena ekspresi wajah Zakiel.

Ngomong-ngomong soal Zakiel Arsha jadi teringat dengan percakapan mereka di subuh hari tadi, tepat ketika Bian pamit pergi setelah sesi berceritanya untuk menengok peserta yang lain, dan pada saat itu juga Tirani belum kembali sehingga Arsha hanya duduk berdua saja dengan Zakiel walaupun masih ada banyak siswa dan siswi lain di sekitar mereka.

Saat itu, Zakiel tiba-tiba menanyakan hal ini padanya. "Arsha, lo tuh memang segitu nggak maunya dianggep jadi pacar gue?"

Arsha yang mendengar pertanyaan itu jelas kaget, tiba-tiba sekali? Jelas dia tiba-tiba merasa bingung mendadak. "Kenapa lo tanya gitu?" Akhirnya Arsha malah balik bertanya pada laki-laki itu.

"Ya, itu, tadi waktu Kak Sayi nyangka kita pacaran, tapi lo langsung sanggah gitu aja."

"Lah, tapi kan memang bener kalo kita nggak pacaran?" tanya Arsha kebingungan, apa sih inti dari pertanyaan Zakiel sebenarnya?

"Ih, maksud gue tuh bukan gitu!" jawab Zakiel cepat. "Gue nggak mau di bilang narsis tapi gue beneran mengakui kalo gue ini ganteng—" Arsha sudah tertawa saja mendengar kalimat pertama yang keluar dari mulut Zakiel. "—harusnya mah lo seneng gitu atau malu-malu karena di anggap pacar gue, tapi lo langsung nolak gitu, lo emang nggak suka banget ya sama gue, Sha?"

Butuh beberapa detik untuk membuat tawa Arsha mereda lebih dulu. "Siapa bilang sih kalo gue nggak suka sama lo?"

"Lo suka sama gue juga?!" tanya Zakiel kaget dengan ekspresi berlebihan.

"Bukan gitu!" sanggah Arsha cepat, dia bahkan sampai memukul lengan Zakiel cukup keras karena reaksinya tadi cukup membuat beberapa pasang mata langsung melihat ke arah mereka pada saat itu. "Bukan suka dalam hal romansa maksud gue! Lo tuh ih, dengerin dulu kenapa."

"Iya, iya, maaf."

Arsha menghela napas. "Waktu kejadian di permainan bintang tersembunyi sebenernya gue emang kesel sama lo, kesel banget malah sampe ngebuat gue males banget buat ketemu lo atau bahkan pas-pas'an sama lo. Soalnya lo beneran senyebelin itu, Kiel. Tapi sejak jurit malem tadi gue jadi sadar kalo ternyata lo nggak sebenyebalkan yang gue pikir, lo enak diajak ngobrol dan gue pikir nggak masalah buat temenan sama lo. Makanya sekarang gue biasa aja ada di dekat lo, karena sebelumnya kan gue males banget."

Zakiel tertawa mendengar pengakuan Arsha waktu itu. "Makanya ngobrol dulu sama gue biar tau gue orangnya gimana," katanya secara tak sadar kembali menyombongkan diri dalam bahasa yang halus.

"Lo pikir aja deh kenapa gue nggak mau ngobrol sama lo."

Zakiel tertawa lagi. "Maaf deh, temen-temen gue emang suka gitu sih main nyomblang-nyomblangin orang aja. Tapi sekarang nggak apa-apa kan ya kalo deket gue? Ngobrol gini bareng gue kalo ada waktu."

"Asal lo nggak nyebelin, ya gue nggak masalah."

Zakiel nyengir lebar. "Kalo itu gue enggak bisa janji."

Begitulah percakapan yang terjadi di antara mereka waktu subuh tadi. Sejujurnya Arsha memang sudah tidak begitu kesal dengan laki-laki ini, sejak kejadian jurit malam tadi malam Arsha merasa bahwa tidak ada salahnya membiarkan Zakiel berada di sekitarnya asalkan laki-laki itu tidak berbuat yang aneh-aneh seperti mengaku-ngaku menjadi pacar Arsha misalnya. Arsha tau sih bahwa hal itu tidak mungkin terjadi, tapi untuk jaga-jaga saja dia akhirnya memberitahu hal itu pada Zakiel sebelum akhirnya mereka kembali ke tenda masing-masing subuh tadi.

Zakiel tidak menolak, dia malah senang karena bisa menjadi teman Arsha. Walaupun tidak menutup kemungkinan sih bahwa Zakiel juga akan tetap berjuang untuk mendapatkan hati gadis itu, tapi tidak ada yang tau apa yang akan terjadi nantinya, bisa saja pada akhirnya Zakiel dan Arsha sama-sama nyaman untuk berteman saja bukan?

Mari kita lihat saja nanti. Sekarang mari kita kembali fokus kepada pendakian.

Sesuai dengan apa yang sudah Bian beritahu, terkhususkan untuk perempuan, pendakian ini akan terasa sangat berat dan mereka harus memiliki tenaga ekstra jika ingin sampai pada pos terakhir. Padahal Arsha dan anggota kelompoknya baru saja berhasil melewati pos satu tapi sekarang mereka sudah sangat kelelahan. Untungnya pada pos satu tidak banyak hal yang perlu dilakukan, mereka hanya mempelajari beberapa hal dasar terkait pendakian dan diberitahu tentang jalur-jalur yang mudah juga susah yang nantinya akan mereka lewati.

Ketika sampai di pos satu para senior belum memberikan tugas-tugas yang sulit karena nyatanya para kelompok hanya harus memperkenalkan diri satu per satu sebelum akhirnya menyanyikan lagu yel-yel dengan suara yang penuh semangat dan juga diwajibkan untuk menarikan yel-yel tersebut dengan heboh, jika para penjaga merasa bahwa nyanyian mereka masih belum heboh maka para anggota kelompok harus kembali mengulanginya hingga para penjaga pos merasa puas. Mungkin hanya itu saja poin tersulitnya namun kelompok Arsha bisa menyelesaikannya dengan baik, lalu akhirnya mereka diperbolehkan untuk lewat agar bisa segera berangkat menuju pos dua.

Mendaki gunung ternyata tidak semudah yang Arsha pikirkan, tapi walaupun begitu tetap saja hal ini terasa menyenangkan untuknya.

Sekarang kelompok Tulip sedang menunggu giliran untuk masuk ke pos dua, karena saat ini masih ada kelompok lain yang sedang berada di sana. Pos dua dijaga oleh Kak Reya dan juga Kak Haki, sedangkan pos satu tadi ada Kak Dayat dan juga Kak Raksa.

Sebenarnya sedari tadi Arsha mencari dua sosok laki-laki yang belum kelihatan oleh netranya sejak berangkat untuk pendakian, namun keduanya tidak terlihat di mana pun. Padahal selama perjalanan Arsha sering menemukan beberapa kakak kelasnya yang lain, yang bolak balik naik dan turun untuk mengecek seluruh peserta outbound. Sepertinya mereka dua menjaga pos terakhir sehingga Arsha tidak bisa menemukan keberadaan keduanya dimana pun.

"Tulip!" Kak Reya memanggi mereka.

Kelompok Tulip segera menghampiri pos dua dan berbaris menghadap kedua kakak kelas itu. Arsha menyiapkan barisan kelompoknya lalu dilanjutkan dengan mereka yang berhitung untuk mengetahui jumlah kelompok mereka sudah lengkap atau belum dan diakhiri dengan memberi salam khas dari kelompok mereka.

"Halo Tulip! Tadi di pos satu udah ngapain aja?"

"Siap kak! Kami harus bernyanyi dan berjoget dengan heboh!" salah satu anggota menjawab pertanyaan itu.

Reya mangut-mangut mengerti, sama seperti jawaban dari kelompok yang sebelumnya. Kemudian gadis itu berbisik sebentar dengan Haki di sampingnya, sebelum akhirnya Haki mengambil alih untuk memberikan tugas pada kelompok Tulip.

"Oke, kalo gitu sekarang kalian harus mendadani diri kalian sendiri dengan seheboh mungkin, kalian bisa menggunakan semua properti yang ada di sana." Haki menunjuk letak tersimpannya properti. "Kami beri waktu lima menit, kalo udah selesai atau ketika waktunya habis kalian bisa kembali lagi ke barisan."

"Siap Kak, laksanakan!"

Mendandani diri sendiri dengan heboh? Arsha pikir, tugas itu bukan sebuah hal yang sulit untuk dilakukan. Oke, kalau begitu, mari beritahu mereka seheboh apa Arsha bisa mendandani dirinya sendiri juga anggota kelompoknya yang lain.