Arsha meneguk habis air putih gelasan yang diberikan oleh Tirani untuknya, mereka akhirnya diberikan waktu untuk beristirahat setelah melakukan kegiatan guling-guling di pasir dan juga meminum air asin yang katanya disebut sebagai air murni itu.
Gadis itu mendengar bisik-bisik dari beberapa orang yang mengatakan bahwa itu adalah air pantai, namun ada juga yang mengatakan kalau itu hanyalah air putih biasa yang sengaja diberi garam. Arsha tidak terlalu memperdulikan tentang yang mana fakta yang asli, sebab dirinya masih saja kesal karena kebodohannya yang meminum air tersebut tanpa mencicipinya terlebih dahulu.
Padahal Arsha sudah sempat menaruh curiga ketika kakak kelasnya tadi tertawa ketika dia bertanya air apakah itu, tetapi alhasil Arsha malah meminumnya tanpa berpikir yang mana malah membuatnya sengsara karena rasa asin itu masih singgah di tenggorokannya sampai sekarang.
Sungguh menyebalkan, tapi tak apa lah, setidaknya Arsha sudah punya kenangan di sini, padahal mereka belum ada satu hari sampai. Entah kenangan itu bisa dijadikan sebagai kenangan menyenangkan atau malah kesialan baginya.
"Memangnya asin banget ya, Sha?" Tirani meringis ketika Arsha mengangguk dengan cepat. Lalu Tirani menepuk sekilas pundak teman barunya itu. "Sabar, ya, anggap aja lo lagi sial," katanya seraya terkekeh.
"Lo sih mending ya cuma minum sedikit, lah gue?" Arsha memberenggut kesal yang hanya dibalas sebuah senyum geli oleh Tirani.
Menurut Tirani, Arsha ini memiliki sikap yang lebih ekspresif dari pada dia tetapi gadis itu selalu pintar mengatur ekspresinya itu. Karena itulah mengapa Tirani nyaman berteman dengannya, sebab gadis itu bisa dengan mudah mengimbangi Tirani yang hanya bisa aktif pada teman-teman terdekatnya. Arsha juga sangat merangkul dan Tirani nyaman setiap kali berada di dekatnya. Walaupun tadi di bus Arsha sempat mengajak bicara anak-anak yang lain, tetapi gadis itu tidak pernah lupa untuk mengajaknya bergabung dalam obrolan, Arsha selalu mengikutsertakannya dalam setiap pembicaraan sebab gadis itu tau kalau Tirani lebih pendiam dan tidak bisa memulai topik pembicaraan, sehingga Arsha lah yang akhirnya menjembatani dirinya untuk bisa mengobrol dengan yang lain.
Tirani bersyukur karena waktu itu Arsha sudah mengajaknya bicara lebih dulu, Tirani juga bersyukur karena bertemu Arsha sebagai teman pertamanya karena dia sempat takut memasuki lingkungan baru. Tirani takut tidak akan diterima seperti sebelumnya, namun Tuhan justru mempertemukannya dengan orang sebaik Arsha, jadi dia tidak perlu takut lagi tentang apapun.
"Aduh, Tir, mulut gue masih asin banget, cara netralinnya gimana ya?" Arsha kembali merengek di sebelahnya, dengan cepat Tirani menyodorkan kembali satu botol akua yang masih dia simpan.
"Nih minum lagi, tapi jangan ditelen, mending lo kumur-kumur terus buang," kata Tirani memberitahu.
Arsha langsung mengikuti arahan yang Tirani beritahu, melakukannya sampai tiga-empat kali agar rasa asin dimulutnya berkurang, untung saja cara itu berhasil karena sejujurnya Arsha juga sudah cukup malu karena dipandangi oleh teman-temannya yang lain.
Tetapi walaupun sekarang Arsha misuh-misuh karena perbuatannya sendiri, sebenarnya dia juga terlampau senang dengan kegiatan barusan karena benar-benar jauh dari ekspektasinya. Dia tidak pernah terpikir akan melakukan hal seperti tadi yang mana langsung membangkitkan jiwa-jiwa petualangnya, dan Arsha jadi bersemangat menunggu kegiatan yang akan mereka lakukan selanjutnya. Kegiatan pertama saja sudah tidak terduga, lalu bagaimana dengan kegiatan selanjutnya?
"Tir, harusnya ya tadi waktu kita baru guling-guling gue foto tuh muka lo, lo beneran harus tau selucu apa muka lo waktu nahan nangis tadi!" Arsha tertawa, ketika secara tiba-tiba ingat dengan kejadian tadi, akhirnya sekarang dia mendapatkan kesempatan untuk mengejek temannya yang satu itu.
Tirani mendengus kesal. "Muka lo juga nggak kalah jelek ya dari gue, jangan berbangga diri."
"Ih, tapi lo harus liat muka lo tadi." Arsha masih belum berhenti mengejek Tirani, membuat gadis di sebelahnya itu langsung cemberut.
"Arsha mahhhh! Jangan gitu dong," Tirani merengek karena merasa malu sendiri membayangkan seperti apa wajahnya tadi. Arsha terbahak keras bahkan sampai mengundang beberapa pasang mata untuk menatap ke arahnya, tapi Arsha tidak perduli dan tetap saja menertawakan Tirani.
Padahal mereka belum ada kenal selama seminggu, tetapi kenapa rasanya sudah seperti mengenal bertahun-tahun? Karena Arsha merasa bahwa menyenangkan sekali rasanya bisa tertawa bersama dengan Tirani, atau lebih tepatnya menertawakan Tirani.
Tapi tenang saja, Arsha bukan tipe-tipe gadis pembully kok. Dia adalah teman yang baik, hanya saja situasi ini terasa amat lucu untuknya.
"Untuk semua siswa dan siswi baru, harap berkumpul di lapanga segera!" Microphone kembali terdengar dengan suara Kak Sayi sebagai pengisinya, gadis itu adalah salah satu anggota OSIS aktif dan juga salah satu panitia outbound perempuan yang Arsha tau.
Arsha dan Tirani segera beranjak dari tempat duduknya, mereka refleks ikut berlari ketika melihat beberapa temannya juga berlari. Arsha sebenarnya merasa sedikit kesal dengan panggilan itu, pasalnya belum ada sepuluh menit sejak istirahat mereka dan sekarang mereka juga diharuskan berkumpul ketika matahari sedang terik-teriknya. Lalu sekarang Arsha harus berlari karena jarak tendanya dengan lapangan berada sedikit jauh.
Bruk!
"Aduh ...."
"Eh, maaf, maaf! Maaf ya beneran, gue nggak sengaja."
Arsha masih sibuk meringis seraya memegangi bokongnya yang pertama kali menyentuh tanah. "Gue nggak apa-apa kok." Arsha mengabaikan uluran tangan yang diberikan oleh laki-laki yang tak sengaja menabraknya ini. Arsha langsung bisa mengambil spekulasi bahwa laki-laki di depannya ini seangkatan dengannya, karena dia menggunakan celana training yang sama sepertinya.
"Serius enggak apa-apa? Beneran sakit ya?" Laki-laki itu masih saja terlihat panik sembari meneliti tangan dan kaki Arsha, takut jika ada luka ditubuh gadis itu.
"Enggak kok. Gue beneran enggak apa-apa." Arsha akhirnya mendongak untuk melihat wajah laki-laki itu. Kedua mata mereka sempat bertemu tatap sejenak, karena Arsha buru-buru memutuskan tatapan itu.
Gadis itu mengedarkan pandangannya dan sadar ketika menyadari Tirani tidak lagi berada di dekatnya. Sial! Gadis itu meninggalkannya. Arsha menoleh lagi kepada laki-laki tadi yang kini sedang menatapnya secara terang-terangan, seakan tersadar kalau Arsha juga menatapnya dia segera mengalihkan pandangannya ke arah lain agar tidak bertemu pandang lagi dengan Arsha.
Arsha berdecak. "Ayo ke lapangan, nanti kita telat." Arsha berniat untuk berlari lebih dulu, namun dia urungkan ketika menyadari laki-laki itu tidak juga bergerak dari tempatnya.
"Kok lo malah bengong sih? Ayo buruan nanti kita dihukum." Kesal karena tidak digubris, akhirnya Arsha menarik lengan laki-laki itu untuk segera berlari bersamanya. Tetapi tanpa Arsha sadari, laki-laki itu justru menunduk untuk menyembunyikan sebuah senyum kecil diwajahnya bersama dengan debaran jantung yang kini menggila hanya karena Arsha menggenggam lengan tangannya