Perjalanan menuju pantai ternyata menghabiskan waktu yang cukup lama. Arsha banyak mengobrol dengan Tirani dan beberapa anak perempuan lain, hanya sekadar bertukar nama dan menanyakan dari mana asal sekolah mereka sebelumnya. Gadis itu hanya ingin mengenal teman-temannya dan untungnya respon mereka juga bagus, jadi Arsha tidak perlu merasa takut bahwa dirinya sedang sok kenal sok dekat, lagipula Arsha berusaha berbicara dengan bahasa yang baik agar mereka nyaman mengobrol dengannya.
Selama dua jam perjalanan sebenarnya bus mereka hanya di isi oleh keheningan dan kemungkinan bus-bus yang lain juga mengalami hal yang sama. Wajar saja karena mereka semua belum terlalu mengenal jadi wajar jika mereka belum berani untuk menciptakan kebisingan.
Mereka sampai tak lama kemudian, Bian selaku pembimbing kelompok langsung memberikan arahan kepada kelompoknya untuk segera berbaris di lapangan yang tidak terlalu besar namun masih cukup untuk menampung semua siswa dan siswi baru. Mereka kemudian mendapatkan beberapa arahan dari para Angkatan Laut terkait outbound yang akan dilaksanakan.
Arsha mendengarkan dengan cermat setiap hal yang dibicarakan, namun ketika segalanya dimulai secara tiba-tiba dia tidak bisa membohongi dirinya sendiri untuk tidak kaget.
"Kegiatan ini akan resmi saya mulai setelah bunyi berikut."
DUAR!
"TIARAP! TIARAP KALIAN SEMUA!"
Arsha langsung tersentak kaget mendengar dentuman serta teriakan tersebut bahkan dia hampir saja mengumpat jika tak mengingat di mana sekarang dirinya berada. Arsha dengan segera tiarap mengikuti teman-temannya yang lain. Ada banyak suara teriakan yang berasal dari teman-temannya, bahkan ada yang tidak segan-segan berteriak kesal setelah ada yang tidak sengaja menendang badannya.
"WOY JANGAN TENDANG GUE DONG!"
Seperti itulah kira-kira yang Arsha dengar.
Setidaknya Arsha bersyukur karena Tirani masih berada di sampingnya, gadis itu terlihat seperti ingin menangis karena terlalu kaget dengan apa yang terjadi saat ini. Jika Arsha tidak berada pada posisi yang sama dengan gadis itu, pastilah Arsha akan tertawa terbahak-bahak melihat karena ekspresi Tirani sekarang.
"BERGULING KE KANAN! IYA, SEKARANG KE KIRI!"
Arsha memaki dalam hati sembari mengikuti arahan yang diberikan oleh salah satu jenderal tadi. Suara teriakan teman-temannya masih terdengar di sana-sini, bahkan suara ledakan— yang Arsha tidak tau apa itu, masih saja terdengar beberapa kali hingga menambah kesan menegangkan di antara mereka semua.
Sebenarnya ini outbound untuk masuk Sekolah Menengah Atas atau untuk masuk ke Angkatan Laut sih? Kenapa kegiatannya jadi ekstrim seperti ini?
"SEKARANG KALIAN HARUS KE PINGGIR PANTAI DENGAN CARA TIARAP! TAS KALIAN TINGGALIN AJA!"
"AYO LAKUKAN SEKARANG! KENAPA KALIAN SEMUA MALAH MERENGEK?!"
DUAR!!
Arsha tidak tahan lagi, pada akhirnya gadis itu ikut berteriak karena kaget dengan bunyi dentuman-dentuman tersebut dan yang lebih menyebalkan adalah bunyi tadi berada tidak jauh darinya sehingga terdengar lebih kuat dari yang sebelumnya. Arsha mendengus kesal begitu menyadari ada beberapa kakak kelas yang cekikikan di sekitarnya.
Gadis itu pada akhirnya mengikuti instruksi untuk merangkak dengan cepat menuju pinggir pantai. Sekarang Tirani sudah tidak tau berada di mana karena Arsha tanpa sadar meninggalkannya begitu saja, atau malah Tirani yang sudah meninggalkannya di depan sana? Entahlah yang pasti mereka terpisah dengan cara yang tidak manusiawi.
Arsha mendapatkan barisan paling depan karena dirinya termasuk cepat dalam merangkak tadi. Kemudian mereka kembali diberikan arahan aneh oleh sang Jenderal.
"Sekarang kalian harus meminum air murni yang akan diberikan oleh kakak kelas kalian, karena kalian pasti tau bahwa setiap pantai pasti ada penunggunya kan?" Pak Harso— sang juru bicara utama dari Angkatan Laut bertanya, yang mana langsung dijawah dengan suara iya secara serempak oleh semua siswa dan siswi yang sedang terdampar mengenaskan di pinggir pantai. "Kalo gitu kalian harus minta izin untuk melaksanakan serangkaian outbound ini, cara minta izinnya dengan meminum air murni tersebut."
"Ayo sekarang diminum. Kalian semua harus kebagian ya, jangan ada yang tersisa."
Semua kakak kelas lantas berpencar untuk menyodorkan gelas yang 'katanya' berisi air murni. Sampai pada giliran Arsha yang kini dihampiri oleh salah satu kakak kelas laki-laki yang belum pernah dia lihat sebelumnya. Ah ya, hanya ada dua kakak kelas perempuan yang menjadi panitia outbound, dan sisanya adalah laki-laki namun Arsha tidak yakin ada berapa jumlahnya.
Kakak kelas itu berjongkok di Arsha dan menyodorkan gelas tersebut. "Diminum ya," katanya pelan.
Arsha menatap ragu pada gelas yang disodorkan olehnya. "Ini air apa Kak?" tanyanya polos, namun sejujurnya dia benar-benar ingin tau.
"Air murni, kan tadi udah dibilang sama Pak Harso," katanya sambil tersenyum dengan jenaka, wah kakak kelasnya ini terlihat seperti menyembunyikan sesuatu, pikir Arsha.
Karena tidak enak ditunggu oleh para siswa dan siswi lain, akhirnya dengan ragu Arsha berniat mengambil gelas tersebut, namun gerakannya terhenti karena kakak kelas dihadapannya justru menahan tangannya.
"Saya aja yang pegang, kamu tinggal minum. Tangan kamu kotor kan?" begitu katanya.
Arsha mengangguk tanpa menaruh rasa curiga sedikit pun, gadis itu segera meminum air yang disodorkan oleh kakak kelasnya. Dan bodohnya, Arsha langsung meminum banyak tanpa mencicipinya terlebih dahulu. Lalu secara tiba-tiba lidahnya diserang oleh rasa asin yang sangat menyengat serasa dia baru saja meminum air dengan adukan garam yang banyak.
"Ey, diminum dek, enggak boleh dibuang." Kakak kelas di depan Arsha menahan kening gadis itu menggunakan telapak tangannya, mencegah Arsha untuk membuang air tersebut.
Arsha kontan cemberut dan tidak punya pilihan lain selain meminum seluruh air di dalam mulutnya dengan sekali teguk, keningnya terasa sedikit sakit karena ditahan dengan cara yang sangat tidak manusiawi.
"Asin, Kak. Ini mah bukan air murni."
Kakak kelas itu terkekeh melihat reaksi Arsha yang terkesan sebal padanya, lalu segera bangkit setelah secara tiba-tiba mengusap pelan kening gadis itu. "Maaf, ya," katanya lalu segera beranjak pergi dari hadapan Arsha.
Arsha mendadak diam karena mendapatkan perlakuan tidak terduga itu, telinganya mendadak tuli dan tidak bisa mendengar lagi arahan yang diberikan oleh sang Jenderal. Kedua iris matanya mengekori kemana langkah sang kakak kelas itu pergi sampai akhirnya dia benar-benar tidak bisa Arsha lihat lagi.
Tadi Kak Bian, sekarang kakak yang bahkan tidak Arsha ketahui namanya.
Apa masa remaja rasanya memang seperti ini? Membuat jantung bisa berdetak dua kali lebih cepat hanya karena mendapatkan sebuah afeksi berlebihan? Arsha tidak bawa perasaan kok, dia hanya merasa asing dengan perasaan aneh yang sedang dia rasakan karena perlakukan manis yang dilakukan oleh kakak kelasnya tadi.
Sepertinya mulai hari ini Arsha memang harus benar-benar menjaga hatinya untuk tidak terlalu cepat jatuh cinta dengan seseorang.