Jadi pengen ketawa sendiri kalau membayangkan aku jadi seorang putri.
*****
Hari berganti menjadi gelap. Semua murid berkumpul didepan tenda masing-masing. Anak cowok masih sibuk membuat api unggun.
Setelah api unggun jadi, kita semua mempersiapkan makanan yang akan kita bakar, ada jagung dan juga ikan. Jagungnya dikasih warga sekitar tadi pagi waktu kita berangkat ke Hutan. Sedangkan ikannya hasil nangkap disungai.
Pas aku dan Dini lagi bakar-bakar jagung tiba-tiba Pak Zain ikut duduk disebelahku sambil membawa jagung bakar yang sudah matang.
"Nih, buat kamu." Ucap Pak Zain sambil menyodorkan jagung bakar kearahku.
"Ini saya sudah ada, Pak. Tinggal nunggu matang saja." Ucapku nenolak pemberian Pak Zain.
Pak Zain merebut jagung bakar yang aku bawa dan menggantinya dengan jagung hasil bakarannya.
Yudah deh, apa boleh buat.
Malah enak tinggal makan.
"Ada hubungan apa lo sama Pak Zain?" Bisik Dini pelan sambil menyenggol lenganku.
Aku hanya menggeleng, tak menjawab pertanyaan Dini.
Merasa nggak enak bisik-bisik disebelah Pak Zain.
Aku edarkan pandangan kesekeliling untuk mencari keberadaan Arkan.
Ternyata Arkan berada didepanku terhalang api unggun. Arkan duduk berdua dengan Bella. Arkan sedang bercanda tawa sama Bella.
Seperti ada yang menusuk-nusuk dalam sini, dalam relung hati yang paling dalam. Aku kecewa dengan Arkan. Bukannya menemuiku eh malah berduaan dengan Bella.
Hatiku terasa panas melihat mereka tertawa bareng.
Reflek kubuang jagung yang kupegang kedalam pusaran api unggun dan berjalan menuju tenda. Tak kupedulian semua orang yang menatapku aneh.
Dini mengikutiku, hingga aku dan Dini berada dalam tenda.
"Lo cemburu ya, Ra?" Tanya Dini yang enggan kujawab. "Sebenarnya aku tadi melihat Arkan yang ingin berjalan kearah lo, Ra. Tapi sudah keduluan oleh Pak Zain. Jadinya Arkan balik arah dan duduk sendirian. Setelah itu Bella datang dan duduk disebelah Arkan." Lanjut Dini panjang lebar.
Aku tak menanggapi ucapan Dini. Aku lagi males ngomong.
"Sepertinya Pak Zain suka sama lo deh, Ra." Ucap Dini yang mendapat pelototan mata olehku. Reflek Dini segera menutup mulutnya dengan tangan.
Aku membaringkan tubuhku dan menutupi seluruh tubuhku dengan selimut. Lebih baik aku tidur. Semoga hari cepat esok, agar aku segera pulang.
Malas rasanya jika terus-terusan melihat Arkan sama Bella.
Tak terasa hari semakin larut. Aku mencoba untuk tidur dan akhirnya tertidur dengan sendirinya. Tapi tiba-tiba aku terbangun tengah malam.
Mataku enggan untuk kembali kupejamkan. Aku nggak bisa tidur lagi. Apa yang akan aku lakukan dengan jam segini.
Kulihat jam dipergelangan tangan masih jam 1 malam.
Hari esok masih lama.
Akhirnya kuputuskan untuk keluar tenda, dan duduk didekat api unggun.
Rasanya anget.
Tiba-tiba ada yang menepuk pelan pundakku. Saat aku mendongak ternyataaaa...
"Pak Zain." Ucapku pelan.
"Kenapa kamu keluar malam-malam?" Tanya Pak Zain sambil duduk disebelahku. Padahal aku nggak nyuruh loh, dia duduk sendiri.
"Nggak bisa tidur, Pak." Jawabku. "Pak Zain sendiri kok nggak tidur?" Tanyaku sambil mengisap-usap telapak tangan agar anget.
"Aku juga nggak bisa tidur, terlihat dari tenda ada seseorang yang keluar. Akhirnya aku ikuti. Eh ternyata kamu." Jawabnya.
Alasan doang. Bilang aja kalau memang dari tadi mengawasiku.
Iisshhh.. lagi kenapa bukan Arkan sih yang keluar.
Arkan pasti lagi tidur nyenyak didalam. Isshhh nyebelin.
Kulihat kearah tenda Arkan. Sepiii.
Ehhh. Tunggu. Kayaknya tadi ada orang yang ngintip dari tenda Arkan. Itu pasti Arkan. Aku sangat yakin itu Arkan. Tapi kenapa dia nggak keluar.
"Arkan." Panggilku pelan. Karena aku sangat yakin kalau Arkan nggak tidur.
"Kan yang ada disini saya, bukan Pak Arkan." Ucap Pak Zain.
"Eh, ma..maaf, Pak. Saya salah sebut." Ucapku gugup.
"Iya. Nggakpapa." Ucap Pak Zain sambil tersenyum.
Pak Zain ini sebenarnya orang baik. Tapi yang namanya cinta nggak bisa dipaksa. Yang ada dihatiku hanya Arkan. Nggak ada siapapun selain Arkan.
Aku berdiri dari dudukku, niat hati ingin berjalan ketenda Arkan.
"Kamu mau kemana?" Tanya Pak Zain.
"Saya mau jalan-jalan mengelilingi tenda, Pak. Soalnya sudah kebiasaan lari pagi." Alibiku pada Pak Zain.
Tapi apesnya dia malah ikut.
"Yuk, aku temenin." Ucapnya sambil ikut berdiri.
Aduuhhhh. Nyebelin banget sih nih orang. Ganggu terus deh.
Akhirnya aku mengelilingi tenda dengan males.
"Kok nggak semangat gitu?" Tanya Pak Zain.
"Bukan males, Pak. Tapi capek." Jawabku cuek.
"Kalau capek mending istirahat." Ucapnya lagi yang hanya aku tanggapi dengan anggukan.
Nih orang udah dicuekin juga masih aja nggak peka.
Peka dikit dong. Aku tuh hanya ingin ditemani sama Arkan. Lagian Arkan jahat banget sih ngebiarin aku dideketin cowok lain.
Saat aku berjalan melewati tenda Arkan terlihat seseorang duduk didalam, itu pasti Arkan. Aku sangat yakin yang lagi duduk itu Arkan.
Kulangkahkan pelan kakiku menuju tenda Arkan, saat tanganku ingin menggapai resleting tenda tiba-tiba ada yang mencekal tanganku.
"Kamu mau ngapain?" Tanya Zain dibelakangku sambil memegang tanganku. Dan sedikit menyeretku untuk menjauhi tenda Arkan.
"Saya tadi kayaknya lihat ada yang sedang duduk didalam tenda Pak Arkan, Pak." Ucapku jujur.
"Tapi dari tadi saya nggak melihat ada orang duduk didalam, kamu pasti halusinasi Amaira. Sekarang masih jam 1, nggak mungkin ada orang yang bangun dijam segini, kalaupun bangun pasti keluar tenda dan menuju api unggun seperti yang kamu lakukan tadi." Ucap Pak Zain meyekinkan.
"Tapi Pak, saya tadi beneran melihat ada orang duduk didalam tenda Pak Arkan. Dan saya sangat yakin itu Pak Arkan." Ucapku ngoyot tak mau kalah.
"Oke-oke. Kalau kamu nggak percaya omongan saya lebih baik kita cek sekarang." Zain menyeret tanganku menuju tenda Arkan, tapi anehnya aku nggak melihat orang duduk didalam.
"Pak, Pak Arkan." Panggil Zain pelan didepan tenda Arkan. "Tuh, nggak ada sahutan kan? Kalau memang tadi ada orang duduk pasti sekarang juga orang itu masih belum tidur." Lanjut Zain tak mau kalah.
Lagian Arkan kenapa nggak mau menyahut panggilan Pak Zain sih, jelas-jelas tadi tuh aku melihat dia duduk dalam tenda. Dan benar kata Pak Zain, kalau sudah bangun jam segini pasti susah untuk kembali tidur, apalagi tidurnya dalam tenda bukan dalam kamar.
Kuberanikan diriku untuk membuka resleting tenda Arkan, dan benar saja yang dikatakan Pak Zain kalau nggak ada satu pun penghuni tenda yang bangun apalagi sedang duduk. Semuanya lagi tidur nyenyak, termasuk Arkan.
Kebetulan Arkan kebagian tenda paling pojok dan tidur bersama 3 murid laki-laki.
Kok aneh ya, ini benar-benar aneh, padahal aku tadi melihat sendiri dengan mata kepalaku kalau ada orang yang lagi duduk.
Apa Arkan pura-pura tidur?