Chereads / Mengejar Cinta Guru Tampan / Chapter 6 - Mengingat cinta pertama

Chapter 6 - Mengingat cinta pertama

Oh iya, apa jangan-jangan sikap Arkan yang jadi lebih dingin padaku itu ada hubungannya dengan Nenek ya. Apa Arkan juga merasa kalau sikap Nenek sekarang jadi berubah.

Maafkan Aku Arkan, aku nggak bermaksud membuatmu dibenci Nenek. Bahkan Aku sangat ingin menyatukan kalian jadi kaluarga, dengan cara menikah denganku, Arkan. Hihi.

Sampai didepan kelas. "Nah, disini kelas kalian." Ucap Arkan sambil melangkah masuk kedalam kelas. Aku dan Dini mengikuti dibelakangnya.

"Selamat pagi anak-anak." Sapa Arkan pada semua murid.

"Selamat pagi Pak." Jawab semua murid serempak.

"Kita kedatangan dua murid baru pindahan dari kota." Ucap Arkan tegas. "silahkan perkenalkan nama kalian." Suruh Arkan pada kami.

Kami mengangguk kemudian memperkenalkan diri masing-masing.

"Perkenalkan nama saya Amaira Firda Putri Amran biasa dipanggil Amaira. Saya pindahan dari kota A." Ucapku tak kalah tegas dengan ucapan Arkan. Aku memang murid baru, tapi sama sekali nggak ada kata malu, minder, apalagi takut. Amaira gituloh.

"Perkenalkan saya Dini Anastasya biasa dipanggil Dini. Saya juga pindahan dari kota A." Ucap Dini dengan memasang wajah cuek.

"Sudah jelas semuanya? Apakah ada pertanyaan?" Tanya Arkan.

"Ada, Pak. Saya mau tanya, apakah Amaira sudah punya pacar?" Tanya salah satu siswa sambil mengangkat sebelah tangannya.

"Saya rasa pertanyaan seperti itu nggak perlu dijawab. Kalau mau lebih dekat, save saja nomor kontakku." Ucapku yang sambil melirik Arkan. Tersirat seperti ada tatapan tak suka dimatanya. Apa dia cemburu? ni sebuah keberuntungan bagiku.

"Dasar gatel." Lirih salah satu siswi yang masih bisa didengar semua orang. Seketika Arkan langsung menatapnya.

Kugeser tubuhku agar lebih dekat dengan Arkan. "Apa memang seperti itu sifat semua siswi yang ada di sekolah ini?" Ucapku sepelan mungkin agar hanya aku dan Arkan yang bisa mendengarnya. Tapi kurasa Dini juga bisa mendengar ucapanku.

"Apa kita sudah boleh duduk Pak Guru yang terhormat?" Tanyaku dengan suara keras.

"Oh. Iya. Silahkan." Ucap Arkan seperti lagi kebingungan. "Maaf anak-anak saat ini bukan waktunya jam pelajaran saya, jadi saya permisi keluar." Ucapnya dengan kaki melangkah keluar.

"Pak. Pak Arkan nggak perlu keluar. Disini saja, disebelah saya." Ucap salah satu siswi yang tadi mengataiku. Tapi sama sekali tak dapat tanggapan dari Arkan. Kasian deh lu.

Jadi dia sainganku, kecil itu mah kalau cuma saingan dengan bedak tebal doang. Secara Amaira itu cantiknya alami, kulit putih, berhidung mancung, dan berlesung pipi yang menambah kecantikanku 100%. Nyombong dikit lah. Wkwk

*****

Waktu istirahat aku dan Dini duduk dibawah pohon beringin depan perpustakaan.

"Ra, lo tadi malam kemana aja sih?" Tanya Dini mengawali pembicaraan.

"Gue nyari makan." Jawabku.

"Kasihan Nenek lo tau, mondar mandir didepan pintu karena nungguin lo. Dia seperti orang ketakutan gitu." Ucap Dini sambil melihat kearah buku yang dia bawa.

"Masa sih? Kan gue keluarnya sama Arkan, kenapa Nenek harus takut." Ucapku kebingungan. "Semenjak tadi malam tu sikap Nenek jadi berubah banget sama Arkan. Aku jadi kasian sama Arkan." Lanjutku.

"Oh ya.. gue tadi malam juga dengar Nenek lo bilang (jangan sampai terjadi) diulang berkali-kali sambil berjalan mondar mandir, Ra." Ucap Dini dengan mimik wajah serius sambil memandangku.

"Maksudnya, jangan sampai terjadi apaan? Apanya yang nggak boleh terjadi?" Tanyaku yang hanya ditanggapi gelengan kepala oleh Dini.

Apa Nenek mengira kalau aku pacaran sama Arkan. Lantas kenapa Nenek bilang jangan sampai terjadi? Apa Nenek nggak suka jika melihatku dekat-dekat dengan Arkan. Tapi kenapa? Apa yang sebenarnya disembunyiin oleh Nenek? Aku jadi penasaran.

"Ra, kekantin yuk." Ajak Dini, yang hanya aku tanggapi dengan sebuah anggukan kepala.

Setelah itu aku dan Dini berjalan menuju kantin.

Tadi Arkan sempat mengajakku keliling sekolah sebelum aku dan Dini duduk dibawah pohon beringin. Jadi kita sudah tau dimana kantin sekolah berada. Sekolah ini lumayan besar. Muridnya juga lumayan banyak, nggak kalah dengan sekolahku dulu.

Saat tiba dikantin aku melihat cewek bedak tebal itu sedang duduk dengan seorang cowok didepannya. Lumayan cakep juga cowoknya. Tapi bagiku lebih cakepan Arkan.

Sengaja aku berjalan sangat pelan melewati mereka, sesekali aku melihat kearah bedak tebal yang menunjukan expresi tak suka. Sedangkan cowoknya menatapku tanpa berkedip.

'Kalau lo berani gangguin Arkan, gue bakal rebut cowok lo' ancamku dalam hati sambil tersenyum sinis.

Aku dan Dini segera duduk dibangku kantin, memesan beberapa makanan dan minuman. Aku nyemil sambil membaca buku. Tiba-tiba ada seorang cowok yang menghampiri kami.

"Boleh aku duduk disini?" Tanyanya sambil menunjuk bangku kosong disebelahku.

Aku mendongak kearah cowok yang bersuara. Dia? Dia yang tadi duduk berdua dengan si bedak tebal. Segera aku mengangguk dan melirik kearah bangku yang tadi diduduki bedak tebal. Ternyata dia sudah nggak ada.

'Permainan segera dimulai wahai bedak tebal' rutukku dalam hati sambil tersenyum kemenangan.

Cowok itu mengajak kami kenalan. Ternyata namanya Ferdi, sedangkan bedak tebal itu namanya Bella. Aku tau karena sempat bertanya pada Ferdi. Namanya juga tukang kepo. Hihi

Ferdi antusias bercerita tentang dirinya yang seorang kapten basket disekolah ini. Wauuu hebat banget nggak sih. Pasti keren tu cara mainnya.

"Kalian kenapa pindah kesini? Bukannya sekolah di kota fasilitasnya jauh lebih lengkap daripada di desa?" Tanya Ferdi.

"Kami pindah kesini karena kami punya masalah di kota, kami melakukan tindakan kriminal hingga akhirnya kami dikeluarkan dari sekolah." Jawab Dini sinis.

Ferdi seketika langsung diam dengan menunjukkan expresi wajah yang aneh.

"Emm, Dini, kamu udah punya pacar?" Ferdi mengalihkan pembicaraan, sedangkan Dini hanya menggeleng.

"Berarti aku punya banyak kesempatan dong." Ucap Ferdi tersenyum.

"Kesempatan apa?" Dini melototkan kedua matanya hingga membuat nyali Ferdi memciut.

Dasar cowok lemah, baru dipelototin aja udah menciut.

"Kamu nggak suka sama cowok pemain basket ya?" Tanya Ferdi pelan.

"Nggak." Jawab Dini cuek.

Pertanyaan Ferdi membuatku ingat kembali sama Irfan, aku juga pernah suka sama kapten basket disekolahku yang dulu namanya Irfan. Tapi sayang, aku sama sekali nggak dilirik karena dia sudah mempunyai cewek. Sampai-sampai aku minta tolong sama Dini untuk membuat mereka putus.

Aku nggak akan pernah lagi bisa bertemu sama Irfan. Semoga cepat atau lambat aku bisa melupakan Irfan. Aku memang mengagumi sosok Arkan, tapi aku juga masih mencintai Irfan.

Aku masih ingat banget kejadian kemarin. Aku melukai kepala Desi gara-gara rebutan cinta Irfan. Padahal Irfan sama sekali tak mau mengenalku, Irfan sama sekali tak mau mendekatiku, Irfan lebih memilih Desi dibandingkan denganku. Hingga membuatku khilaf dan melukai kepala Desi. Aku dan Dini dikeluarkan dari sekolah, karena Dini waktu itu ikut membantuku, dia memegangi tangan Desi hingga Desi nggak bisa berkutik.

Semua itu kulakukan karena kita saling merebutkan Irfan, tapi entah kenapa walaupun sudah jauh dari Irfan, tetap saja aku masih belum bisa melupakannya.

Irfan itu cinta pertamaku, cinta pertama yang tak pernah terbalaskan. Apa kurangnya aku buat Irfan, padahal aku jauh lebih cantik dibandingkan dengan Desi