*flashback on*
"Go Irfan go Irfan go, semangat Irfan." Teriakku menyemangati kapten basket idolaku.
Dan ternyata tim dari sekolah kita menang.
Yeeee.. aku ikut bangga, nggak sia-sia aku teriak menyemangati Irfan.
Saat pertandingan selesai, aku segera melangkahkan kakiku menuju tengah lapangan menemui Irfan sambil membawa botol minum untuk Irfan.
Setelah sampai kuulurkan botol minumku kehadapan Irfan yang diikuti oleh Desi disebelahku. Ternyata Desi juga ikut menuju tengah lapangan dengan membawa botol minum untuk Irfan. Ihhsss, nyebelin banget sih tu Desi. Ikut-ikutan aja, dan lebih menyebalkan lagi saat Irfan justru menerima botol pemberian Desi dan meneguknya. Kulihat Desi tersenyum kecut kearahku. Aku malu, karena saat itu banyak siswa-siswi yang melihatku diecengin sama Irfan.
Aku membuang botol minum yang tadi kubawa dengan perasaan yang sangat jengkel. Aku nggak bisa terima dipermalukan seperti ini, aku akan balas dendam.
Kutinggalkan mereka berdua ditengah lapangan, aku melangkahkan kakiku menuju kearah Dini. Terdengar bisik-bisik dari para siswi yang tadi ikut melihat pertandingan, aku sangat yakin mereka membicarakanku.
"Yang sabar ya, Ra." Ucap Dini sambil mengelus pelan pundakku.
"Gue nggak terima Din." Ucapku sambil menangis. "Gue nggak terima dipermalukan kayak tadi, suatu saat gue akan balas dendam." Lanjutku.
Aku nggak terima, aku benar-benar nggak terima. Aku nggak bisa melihat mereka bahagia diatas penderitaanku.
"Gue bakal bantuin lo, Ra. Lo tenang aja ya." Ucap Dini meyakinkan.
Dini emang sahabat yang paling baik, hanya dia satu-satunya temanku disekolah. Nggak ada seorang pun yang mau berteman denganku karena kenakalanku yang selalu jahil terhadap semua orang, dan untuk saat ini yang jadi incaranku adalah Desi. Aku nggak akan pernah tinggal diam, aku akan memberi Desi pelajaran. Gara-gara dia aku dikecengin sama Irfan, kenapa dia pakek ikut turun ke lapangan segala sih.
Aku malu, mau ditaroh dimana nih muka? Seorang Amaira, gadis tercantik dan ternakal di sekolah diecengin sama seorang cowok, aku nggak akan pernah tinggal diam. Aku akan pastikan Desi diputusin sama Irfan dalam waktu dekat ini. Dan untuk Irfan, aku akan membuatnya bertekuk lutut dihadapanku.
Tunggu permainanku untuk kalian.
"Sekarang kita ke kelas yuk." Ajak Dini sambil menggandengku yang hanya kutanggapi dengan sebuah anggukan.
Setelah sampai didalam kelas aku segera duduk dibangku.
"Kasian banget sih lo, Ra. Diecengi sama Irfan." Ucap salah satu teman kelasku.
"Iya, kasian banget." Yang lain menimpali.
"Padahal lo tu jauh lebih cantik dari Desi, Ra. Tapi sayang, lo siswi yang terkenal nakal dan sering keluar masuk BK."
"Makanya, Ra. Jadi cewek jangan nakal-nakal, mana mungkin Irfan mau sama cewek nakal kayak lo. Ya walaupun lo jauh lebih cantik sih. Gue aja ogah kalau misalnya disuruh pacaran sama lo."
Iissshhh, nyebelin. Semua orang nyebelin.
Ini semua gara-gara Desi dan Irfan. Aku harus segera menyusun rencana untuk balas dendam sama Desi, setelah itu baru Irfan. Tunggu pembalasanku yang akan jauh lebih memalukan untuk kalian.
Setelah pelajaran selesai, aku mengemas semua buku-buku yang ada dimeja. Kumasukkan kedalam tas dan segera pulang.
Saat aku melangkah keluar kelas dengan cepat, Dini memanggilku dan mengejarku. Tak ku hiraukan suara Dini. Masih kulangkahkan kakiku dengan cepat hingga sampai gerbang sekolah. Kulihat mobil Papa sudah terparkir didepan gerbang sebelah kiri. Kuhampiri mobil Papa dan masuk kedalamnya. Urusan Dini biar nanti saja kuhubungi, sekarang aku lagi males bicara dengan siapapun termasuk Dini.
Sampai rumah aku segera masuk kedalam kamar, bersih-bersih badan dan setelah itu tidur. Hanya dengan tidur aku bisa melupakan kejadian memalukan tadi.
Kudengar suara mesin mobil Papa menjauhi halaman rumah. Pasti berangkat kerja lagi, dan akhirnya sendirian lagi.
'Lebih baik aku telfon Dini aja, menyuruhnya kesini' batinku.
Aku lebih memilih menelfon Dini dan menyuruhnya datang kerumahku. Kucari handponeku didalam tas dan mencari nomor Dini. Setelah itu memencet tombol memanggil.
Tuut.. tuutt...
"Hallo.. kenapa, Ra?" Terdengar suara Dini diseberang telefon.
"Din, lo bisa kesini nggak?" Tanyaku.
"Iya bisa, bentar. Gue mandi dulu, soalnya gue baru nyampek." Ucap Dini.
Setelah telefon berakhir kurebahkan tubuhku diatas kasur, memikirkan bagaimana caranya membalas perbuatan Irfan dan Desi.
Terdengar suara ketukan pintu dari luar.
Tok tok tok
Aku segera melangkahkan kaki menuju pintu utama. Kubuka pintu perlahan yang memperlihatkan Dini berdiri didepan sana.
"Masuk Din." Ucapku menyuruh Dini untuk masuk.
Aku mendudukan bokongku disofa yang diikuti Dini duduk disebelahku.
"Din, lo ada ide nggak gimana caranya membalas Irfan dan Desi?" Tanyaku pada Dini.
Dini terlihat berfikir sambil mengetuk-ngetukkan jari telunjuknya dikepala.
"Gue ada ide, Ra." Ucap Dini antusias.
"Apa? Apa?" Tanyaku sambil menggeser tubuhku lebih mendekati Dini. Agar bisa mendengar ide Dini dengan seksama.
"Gimana kalau lo buat Irfan jatuh cinta sama lo. Dengan begitu Desi akan sakit hati, dan mereka bakalan putus." Ucap Dini ketawa-ketawa yang seketika mendapat tonyoran olehku.
"Tiap hari juga gue udah coba buat Irfan cinta sama gue. Tapi apapun cara yang gue lakukan gak ada satupun yang berhasil. Lo lihat sendiri kan tadi." Ucapku jengkel.
Dini emang nggak lihat kalau gue tadi dipermaluin di lapangan gara-gara mencoba ngambil hati Irfan. Susah tau. Dasar Dini, ngomong doang mah enak.
"Lo serahin semuanya sama gue." Ucap Dini sambil membangga-banggakan dirinya.
"Emang apa rencana lo?" Tanyaku pada Dini.
"Lo rubah penampilan lo jadi lebih feminim, jangan mirip preman kayak biasanya, lengan pakek diplintir keatas segala. Gue akan bantuin lo dapatin hati Irfan. Dan mulai sekarang bersikaplah sok cuek terhadap Irfan. Jangan kegatelan kayak biasanya." Saran Dini panjang lebar.
"Oke-oke, gue akan coba ikutin saran lo." Ucapku.
"Sekarang kita ketaman yuk, cuci mata." Ajak Dini sambil menaik turunkan alisnya.
"Oke lets go." Ucapku semangat.
Kita ke taman mengendarai motor milik Dini.
Setelah sampai aku segera turun, dan Dini memarkirkan motornya diparkiran taman. Setelah itu kita jalan-jalan mengitari taman seperti biasa kita lakukan. Hanya meter-muter nggak jelas kayak orang nggak punya pekerjaan. Emang nggak punya sih.
Aku dan Dini duduk dibangku taman sambil lihat-lihat sekitar.
Kulihat dari jauh ada sepasang anak kecil lagi berpacaran. Isshhhh, waktu masih kecil lihat orang dewasa pacaran. Sekarang sudah dewasa pun lihat anak kecil pacaran. Giliranku pacaran kapan?
Tak kuhiraukan meraka, kualihkan pandangan kelain arah daannnn.. kulihat seorang cewek sedang bermesraan dengan seorang cowok. Aku kenal cewek itu.
Tiba-tiba terlintas ide difikiranku, ini mah namanya pucuk dicinta ulam pun tiba. Tak perlu repot-repot mencari cara balas dendam.
Aku bisa menggunakan cara yang lebih efektif tanpa mengotori kedua tanganku.