Chereads / Mengejar Cinta Guru Tampan / Chapter 10 - Arkan buaya darat 2

Chapter 10 - Arkan buaya darat 2

Arkan lagi diluar nggak ya.

Kusibak sedikit gorden cendelaku, untuk melihat Arkan dari dalam kamar. Kulihat Arkan lagi duduk nyantai diteras kos sambil bermain handponnya.

Perasaan dia tiap hari tak pernah lepas dari handpone deh. Apa jangan-jangan kata Nenek itu benar, kalau Arkan itu buaya darat. Ceweknya banyak.

Ihhh.. ogah banget kalau gitu pacaran sama Arkan. Apalagi menikah.

Eiiittt.. tapi aku nggak boleh seudzon dulu. Aku harus cari tau lebih dulu. Hingga semua kebenaran terungkan.

Aku sebenarnya bingung. Disatu sisi, ucapan Nenek seperti serius, karena Nenek memang nggak suka berbohong. Disisi lain aku nggak percaya kalau Arkan seorang buaya darat.

Isshhh. Aku harus gimana?

Gimana caranya aku mencari tau soal Arkan?

Tak berselang lama kulihat Arkan masuk kedalam kosnya dan neninggalkan handponnya dikursi teras.

Ini saatnya aku beraksi.

Kubuka pintu jendelaku dengan perlahan. Agar Nenek tak mendengar.

Setelah terbuka, aku berusaha untuk keluar melalui jendela.

Aku berjalan mengendap-ngendap kearah teras Arkan, lalu kuambil handponnya dan aku cek. Sebenarnya ini memang privasi Arkan, karena aku juga bukan siapa-siapa Arkan. Tapi aku terlanjur kepo. Aku ingin tau siapa saja yang lagi chatingan sama Arkan.

Begitu terkejutnya aku saat tau siapa yang berbalas chat dengan Arkan. Hatiku terasa panas, aku cemburu. Orang yang sangat aku percaya ternyata menusukku dari belakang, Arkan juga kenapa tega banget sama aku. Hiks

"Kamu ngapain?" Tanya Arkan kaget saat melihatku diteras kosnya sambil memegang handponnya.

"Ternyata benar ya apa yang dibilang Nenek, kalau kamu itu memang buaya darat. Nyesel aku bisa cinta sama orang sepertimu." Ucapku sambil meletakkan kembali handpone Arkan ketempat asalnya.

"Amaira.. aku bisa jelasin." Arkan mencekal pergelangan tanganku.

"Aku nggak butuh penjelasan apapun dari kamu. Lagian kita juga nggak ada hubungan apapun kan." Ucapku sambil berbalik badan dan bersiap untuk kembali kekamar.

Tiba-tiba..

"Nenek."lirihku kaget. "Se...sejak kapan Nenek berada disini?" Tanyaku gugup.

"Sejak kamu keluar dari jendela dan mengendap-ngendap menemui Arkan. Kamu sudah tau kan kenapa Nenek melarangmu bertemu dengan dia?" Ucap Nenek sambil menunjuk kearah Arkan.

Aku hanya mengangguk.

"Sejak awal pertemuan kalian, Nenek sudah tau kalau ada cinta dimata kalian berdua. Tapi Nenek sama sekali nggak menyangka Amaira, Jika kamu berani diam-diam keluar rumah malam-malam demi menemui Arkan." Ucap Nenek dengan amarah.

"Tapi, Nek. Amaira keluar bukan karena ingin ketemu sama Arkan." Ucapku mengelak.

"Trus karena apa? Karena ingin cari makan malam?" Tanya Nenek dengan bersedekap.

Aku hanya diam, percuma juga melawan Nenek.

"Dan untuk kamu Arkan. Nenek memang sayang sama kamu, Nenek memang bangga denganmu, dan Nenek juga menganggapmu seperti cucu Nenek sendiri. Tapi Nenek nggak akan terima jika cucu Nenek kamu jadikan permainan kamu selanjutnya." Ucap Nenek dengan tegas.

Nenek segera mengajakku masuk kedalam rumah dengan menyeret sebelah tanganku untuk mengikutinya masuk kedalam kamarnya. Kulihat Dini mengintip dari jendela ruang tamu.

Aku udah nggak peduli dengan Dini. Teman yang selama ini aku anggap baik ternyata menusukku dari belakang.

Diam-diam dia chatingan dengan Arkan tanpa sepengetahuanku. Padahal dia juga tau kalau aku benar-benar mencintai Arkan. Pantas saja dia selalu menyuruhku melupakan Arkan waktu itu.

Lagian Dini juga bisa dapat nomor Arkan darimana coba? Aku aja nggak punya.

"Kamu sudah tau kan siapa Arkan sebenarnya?" Tanya Nenek.

Aku hanya mengangguk sambil menunduk.

"Sebab itu Nenek melarangmu mendekati Arkan. Nenek takut kamu terlalu dalam mencintai Arkan dan akhirnya ditinggal sama Arkan. Seperti korban-korban sebelumnya." Ucap Nenek yang membuatku mengerutkan kening.

"Nenek tau korban-korban Arkan sebelumnya?" Tanyaku pada Nenek.

Nenek mengangguk, menatapku dengan tersenyum, setelah itu berkata "banyak wanita-wanita cantik yang sering datang ke kosan Arkan nangis-nangis karena diputusin Arkan."

"Amaira masih bingung Nek. Kalau Arkan benar-benar playboy, kenapa Arkan selalu bersikap dingin jika sama Amaira, Nek?" Tanyaku lagi, agar mendapat jawaban lebih detail dari Nenek.

"Mungkin karena memang nggak mau dekat-dekat dengan kamu, karena kamu cucu Nenek. Dia nggak mau mempermainkan kamu seperti dia mempermainkan gadis-gadis diluar sana." Jawab Nenek sambil mengelus pucuk kepalaku.

"Amaira juga nggak nyangka sama Dini, Nek. Dini tega menusuk Amaira dari belakang. Padahal Dini tau kalau Amaira itu suka sama Arkan. Ehh malah dia chattingan sama Arkan dibelakang Amaira." Aduku pada Nenek sambil meletakkan kepalaku dipangkuan Nenek.

"Kamu yang sabar ya, jodoh nggak akan kemana-mana. Nenek yakin suatu saat nanti kamu akan menemukan laki-laki yang sangat baik." Nenek mengusap pelan pundakku membuatku merasa sedikit tenang.

"Tapi kenapa kisah cinta Amaira selalu berujung menyedihkan, Nek. Amaira dulu pernah mencintai cowok di sekolah yang lama, Amaira bertengkar dengan teman Amaira sendiri karena merebutkan cowok itu, hingga membuat Amaira dan dikeluarkan dari sekolah. Sekarang disini, Amaira mencintai Arkan, dan Dini juga tau itu. Kenapa Dini malah ikut mencoba mendekati Arkan, Nek." Aku menangis sejadi-jadinya didalam kamar Nenek.

"Cinta kamu itu masih cinta monyet, kamu masih kecil nggak usah main cinta-cintaan." Tangan keriput Nenek mengusap airmata yang membasahi pipiku.

"Amaira sudah besar, Nek. Amaira beneran cinta sama Arkan, dan itu bukan cinta monyet. Bahkan Amaira sangat berharap suatu saat nanti bisa menikah dengan Arkan." Ucapku sambil sesenggukan.

"Percaya deh sama Nenek, cinta kamu itu cinta monyet. Buktinya dulu kamu cinta sama teman kamu di sekolah yang lama kan? Sampai kamu bela-belain berantem sama teman cewek kamu. Tapi saat kamu pindah kesini dan ketemu Arkan, kamu lupa sama dia. Suatu saat nanti kamu juga akan melupakan Arkan jika kamu sudah mengenal laki-laki yang menurutmu jauh lebih baik dari Arkan. Itu namanya cinta monyet, sayang. Cinta yang kamu punya itu masih cinta monyet." Jelas Nenek panjang lebar sambil mencubit hidungku.

Masa iya cintaku pada Arkan itu masih cinta monyet? Nggak mungkin, karena cintaku pada Arkan itu seluas samudera dan sedalam lautan. Jadi nggak mungkin cinta yang kumiliki itu cinta monyet.

Walaupun aku terkadang masih memikirkan Irfan, tapi Irfan hanya ada dalam fikiran. Bukan dalam hati, jantung, apalagi ginjal.

Lagipula Irfan juga nggak pernah peduli sama aku, dia selalu mengabaikanku. Itulah yang membuatku bisa gampang berpaling darinya. Karena Irfan lebih memilih Desi daripada aku.

Dan untuk Dini, kurang baik apa coba aku sama dia. Papanya aja lepas tanggung jawab, malah menitipkan anaknya sama orang lain. Kalau misalkan Dini nggak punya teman sepertiku, gimana nasibnya. Kenapa dia nggak pernah berfikir yang sedikit waras? Harusnya dia bisa berfikir kalau aku yang selalu ada untuknya.