Kisah sebelum tragedi,
Seperti biasa PT VITELLI setiap pagi selalu riuh dan ramai oleh para pekerja entah itu dari kalangan petinggi atau dari kalangan karyawan biasa. Masih terlalu pagi untuk memulai bekerja di dalam pabrik namun mereka para karyawan yang kebanyakan adalah Ibu-Ibu memang selalu datang tepat waktu. Bahkan tak jarang mereka datang setengah jam lebih awal dari jam masuk yang telah di tentukan dari perubahan peraturan baru yakni pukul delapan pagi.
Terlihat sekelompok karyawan Ibu-ibu yang masih asyik duduk bersandar pagar pembatas di depan pintu masuk gedung pertama. Ada yang tengah mengunyah jajanan ringan yang mereka bawa dari rumah. Ada pula yang menggosip dengan teman sekerja yang ikut duduk-duduk manja di sampingnya.
Terlihat pula beberapa pemuda yang masuk dalam ring karyawan harian lepas. Mereka tengah bercanda di halaman parkir. Yang terletak di antara gedung pertama dan bangunan mes pabrik. Entah apa yang mereka tertawakan seakan mereka hanyut akan suasana gurauan.
Terlihat jua para petinggi yang hanya duduk-duduk di dalam ruang tengah mes. Mereka tampak menyiapkan peralatan kerja atau beberapa gambar kerja yang sekiranya akan dikerjakan hari ini.
Sedangkan aku, Mas Adi, Bayu, Gesang, Firman, Mustaji dan beberapa karyawan yang lain tengah asyik menyeruput kopi. Di dalam warung depan pabrik warung dari Basyit dan Udin yang seperti biasa selalu ramai dari karyawan PT VITELLI.
"Bagaimana persaingan kalian demi mendapatkan hati seorang karyawan cantik bernama Ismi itu," ucap Mustaji sambil mengebulkan asap rokok dari mulutnya.
"Saya enggak berani kalau sampai bersaing dengan Mas Bos Kabak kita yang paling ganteng ini Pak Mustaji. Ya sudah pasti kami yang berwajah pas-pasan dan standar ini pasti sudah dapat di pastikan akan kalah sebelum berperang," celetuk Gesang sambil duduk dan menyeruput kopi hitam di depannya.
"Kalau aku maju terus lah walau saingannya sangat berat seperti Mas Bos Kabak kita satu ini. Kan belum tentu Ismi memilih Si Bos Kabak kita iya kan. Jadi persaingan masih harus terus berjalan demi mendapatkan hati si gadis pujaan hehe," timpal Firman.
Dan aku hanya tersenyum sambil menikmati kopi hitam panas sedikit gula serta mulai mengebulkan asap cerita sebatang rokok di mulutku yang kecut kala pagi menjelang.
"Dek Pen kamu kok diam saja bergerak dong terima tantangan para anak buahmu itu. Ah lelaki bukan sih kamu ini Dek kalau aku sudah ikut bersaing ini," kata Mas Adi mencoba mengompori ku agar aku ikut terjun dalam persaingan meraih cinta dan hati si gadis manis Isminatus Sholikhah karyawan baru itu.
"Halah Mas buat apa aku bersaing aku pun sudah malas bersaing hal yang remeh dan tiada guna. Lebih baik aku tetap fokus pada karier dan terus berkarya demi masa depanku," ucap ku memukul telak dan memberi kesan sekak mat pada Gesang dan Firman yang masih terus mencuri simpati si dewi bibir baru yakni Ismi.
Tet, tet, tet,
Akhirnya bel berbunyi tiga kali dari arah kantor pabrik. Berarti pertanda sudah saatnya kita memulai aktivitas seperti biasanya bekerja untuk hari esok yang lebih baik sambil terus bermimpi tentang rancangan gambar bagan masa depan. Berharap pabrik mebel PT VITELLI terus berjaya dan terus ada agar kami masih dapat terus menggantungkan asa serta masa depan di pabrik ini.
"Sudah-sudah menggosipnya di sudahi dahulu nanti lagi kalau sudah waktunya jam istirahat pukul dua belas siang," kata ku sambil berdiri lalu menyerahkan sejumlah uang seharga segelas kopi pada Udin. Setelahnya pergi meninggalkan warung dan teman-teman yang masih sibuk mengantre untuk membayar kopi-kopi mereka.
Di dalam pabrik aku duduk di atas kursi kerja di balik meja hitam kerja ku. Sambil membaca gambar kerja yang memang hari ini harus selesai di kerjakan. Membolak-baliknya berulang kali barang kali masih ada yang kurang dan masih ada yang perlu di perbaiki dari hasil akhir pengerjaan para karyawan atau sekedar mengecek mungkin ada satu dua bahan yang terlewat belum di kerjakan.
"Dek bisa minta waktu mu sebentar," pinta Mas Adi yang tiba-tiba datang lalu duduk di depanku di atas kursi yang memang telah tersedia untuk siapa saja mereka entah karyawan atau para petinggi yang ingin bertemu dan ingin membahas sesuatu dengan ku.
"Ada apa ini memangnya Mas, penting kah apa memang masalah kerjaan?" tanya ku memandang wajah Mas Adi agak serius.
"Pelankan suaramu nanti yang lain mendengarnya," bisik Mas Adi berkata dengan memelankan suaranya agar karyawan yang lain tak mendengarkan kami berbicara.
"Lah memangnya ada apa kok sampai menyuruhku memelankan suara segala?" tanyaku sekali lagi dengan penuh rasa penasaran.
"Begini Dek Pen, ini katanya Bayu, bahwa iya sering memergoki Firman secara diam-diam merencanakan hal jahat pada Ismi. Tapi saat Gesang di ajak tidak mau makanya Firman masih menunda-nunda hal itu masih mencari momen dan waktu yang pas serta kesempatan yang di peroleh. Saya dengar-dengar dari Pak Sutris waktu saya bertemu pas sedang merakit produk si juragan di daerah Surabaya. Pak Tris berpesan pada ku agar berhati-hati dengan Firman dia memiliki tabiat yang sangat buruk," tutur Mas Adi menerangkan sebuah informasi penting yang iya dapat dari Pak Sutris pamannya Gesang dan Firman.
"Eh nanti saja kita bahas lagi Mas, itu anaknya kemari," ucap ku menghentikan pembahasan tentang Firman yang memiliki niat buruk pada Ismi sebab Firman tengah berjalan menuju ke tempat kami.
"Hayo sedang membicarakan siapa, sedang membicarakan diri ku ya, hayo ketahuan bahas apaan sih Pak?" tanya Firman yang datang membawa catatan kerja hendak di serahkan pada ku.
"Bahas kenaikan gaji Man," ucapku agak melencengkan dan menutupi arah pembicaraan Mas adi beberapa saat tadi tentang Firman dan Gesang.
"Wah asyik dong gaji naik yes," teriak Firman sambil memperagakan kepalan tangan seakan melonjak kegirangan akan adanya kenaikan gaji. Sebab memang sudah seharusnya ada kenaikan gaji sudah enam bulan masa kerja setelah kenaikan gaji sebelumnya.
"Pen aku balik dulu masih banyak yang aku urus," ucap Mas Adi pergi meninggalkan aku dan Firman melangkah menuju gedung pertama.
"Oh iya Mas sampai nanti sore," teriakku melambaikan tangan pada Mas Adi yang sudah agak jauh.
"Yoi," teriak Mas Adi tanpa menoleh dan hanya menyahut lambaian tangan ku. Dalam hatiku berkata dasar Mas Adi tapi iya sangat peduli loh dengan keselamatan teman-temannya.
"Oh iya ada apa Man?" tanyaku pada Firman yang hanya mematung berdiri di sampingku menunggu aku melihatnya.
"Memang nanti sore mau kemana Mas?" tanya Firman sambil melihat ke arah gedung pertama.
"Apel ke rumah Ismi Ikut apa?" celetukku mencoba mengorek apa benar yang dikatakan Mas Adi tentang Firman bahwa iya tengah merencanakan rencana bejat nan jahat pada Ismi. Dengan melontarkan pertanyaan pancingan untuk mengetahui bagaimana reaksinya Firman.
Dan di luar dugaan ku Firman menanggapinya dengan serius seraya berkata sambil menyerahkan catatan kerja kepada ku, "Wah, wah mau mencuri setat anda berdua aku ikut lah. Hal itu sudah aku damba-dambakan sejak lama dan membayangkan bersanding duduk berdua dengan Ismi di tempat sepi hem gurih mungkin hehe, tapi emang benar mau ke rumah Ismi nanti sore Mas?" jawab Firman sangat antusias dan kembali melontarkan pertanyaan dalam mode tidak percaya.
"Lah tanya saja noh sama Isminya sendiri kan Ismi kerja di line mu Man," ucap ku sambil terus merongrong rasa minat dan kebenaran akan watak Firman yang di maksudkan Sutris bekas anak buahku yang kini berpindah kerja di salah satu pabrik di kawasan pergudangan Margomulyo.
"Ok nanti aku tanya awas saja kalau nanti Ismi enggak kasih tahu tak gigit nanti," jawab Firman yang sedari tadi tiada sadar tentang pertanyaan-pertanyaan ku yang ingin mengorek keterangan tentang rencana busuknya. Dan iya terus melontarkan jawaban-jawaban yang menjurus ke arah maksiat.
"Sudah ini, sudah aku tandatangani catatan kerjamu kumpulkan nanti hari raya biar aku ajukan bonus selain THR," ucapku mengulurkan kembali catatan kerja dari operator mesin Firman.
Setelah Firman beranjak pergi dari sampingku dan kembali menuju ke arah mesin sending yang iya jalankan. Aku kembali memikirkan tentang perkataan Mas Adi. Apa iya Firman hendak berbuat jelek pada Ismi, tetapi aku juga sudah kenal lama sama Sutris dia salah satu mantan anak buahku yang dahulu selalu jujur tentang apa yang iya katakan. Walau memang iya sebelas dua belas denganku bila bicara tentang wanita. Tapi kami tak sebejat itu hingga ingin berbuat buruk pada mereka kaum wanita. Sebab kami selalu berpikir Ibu kami wanita tentu sakit kalau hal buruk menimpa Ibu kita sebab karma dari yang kita lakukan sebelumnya akan wanita.
"Wah ini perlu di pantau Firman ini, kasihan kan Ismi kalau sampai itu terjadi," ucap ku kembali memeriksa gambar kerja di atas meja depan ku.