Kereta Api Gaya Baru malam terus melaju kencang membelah kabut malam melintasi perbukitan terkadang melewati desa-desa sepanjang jalur Pantura.
Kereta jua ikut membawa lara hati Rudi yang tengah terduduk hening di bangku nomor 5A. Walau suasana dalam kereta penuh lalu-lalang penjaja asongan yang terus menawarkan barang dagangannya dan celoteh para penumpang dengan berbagai macam topik pembicaraan tak jua meramaikan hati Rudi yang tengah tersayat dalam.
Matanya menatap luar jendela memandang luas alam sekitar namun kosong makna. Pikirannya hanya membayangkan jari manis Rindu yang di pasangkan cincin pertunangan oleh Jaka yang seharusnya iya yang memasang cincin tersebut.
Huffftz,
Rudi menarik nafas dalam benaknya bergumam selaras hati berkata. Ya sudahlah mau dikata apa lagi sudah tiada jodoh diantara kita memang lebih baik begini.
Sekilas ia memandang layar hp yang ia pegang sedari tadi. Foto cantik Rindu berhijab nan ayu masih terpasang sebagai background utama di sana. Belum jua terhapus walau otaknya terus terlilit akar dusta dari kisah cinta.
"Dek selamat tinggal, semua adalah kenangan masa lalu. Biarkan aku pergi untuk membelai cita-cita ku, mungkin saat aku pulang entah kau sudah menikah dengan Jaka atau barangkali kau sudah memiliki anak dari Jaka. Saat itu datang mungkin kita sudah serasa kaku walau untuk sekedar memandang. Lupakanlah dan cintailah Jaka yang sekarang sudah memiliki mu," gumam Rudi lirih sambil terus memandang ke arah luar jendela.
Rudi tak menyadari bahwa di depanya seorang wanita cantik tengah terus memandanginya. Memperhatikan serta mengamati tingkah lakunya sedari awal keberangkatan dengan saksama. Karena Iya dan Rudi sama-sama naik dari stasiun yang sama kota Jombang namun Rudi tak menyadari. Rudi terlalu asyik berkutat dengan bayangan masa lalu dan terus melamun saja.
Wanita itu terus memperhatikan Rudi dengan rasa iba. Sebab terlihat jelas raut gambaran wajah Rudi yang mengisyaratkan kesedihan mendalam akan putus asa. Lalu wanita itu mencoba memberanikan diri dengan mengulurkan tangan kanannya berniat memperkenalkan diri.
"Hay aku Moza siapa namamu Mas?" ucap Si wanita yang duduk di depan Rudi memperkenalkan diri.
"Oh iya Mbak, Maaf aku tak memperhatikan Mbak. Namaku Rudi salam kenal Mbak Moza," ucap Rudi membalas jabatan tangan Moza.
"Aku perhatikan dari awal keberangkatan rupanya kau tengah gelisah dan bersedih kenapa, apa habis putus cinta ya Rud?" ucap Moza bertanya dan Rudi hanya menjawab dengan senyum.
"Maaf-maaf kalau aku lancang, tidak ingin menjawabnya juga tak apa-apa, tapi saranku kalau kesedihan di pendam dalam hati itu bisa jadi penyakit. Bercerita lah kereta ini masih butuh semalaman untuk sampai di Jakarta. Apa kau tak bosan berkutat dengan kesedihanmu tanpa ada teman mengobrol," ujar Moza menatap Rudi dengan senyum.
"Iya Maaf ya Mbak Moza, jangan tersinggung ini kisah yang panjang jadi aku bingung. Kalau mau cerita harus kuawali dari mana dan ku ceritakan seperti apa?" ujar Rudi menuturkan keadaannya.
"Ringkas Saja pada inti-intinya saja. Jangan panjang-panjang aku pun tak mau sampai mengulik masalah pribadimu, tetapi mungkin aku dapat mengasih solusi agar kau bisa melangkah ke depannya bagaimana. Rupanya maaf usiamu lebih muda dariku, kurasa aku lebih berpengalaman tentang hidup," ucap Moza.
"Benarkah Mbak Moza maaf, memang usia berapa?" tanya Rudi penasaran.
"Aku 25 tahun dan Kau..?" ucap Moza balik bertanya pada Rudi.
"Aku 21 tahun Mbak benar lebih tua Mbak pasti Mbak Moza lebih pengalaman memakan asam garam kehidupan," ucap Rudi.
"Nah benar itu Dek Rudi, jadi boleh ku panggil Dek Rudi saja? Dan ceritakan kisah mu itu," ucap Moza.
"Boleh Mbak Moza, begini Mbak sebenarnya di kampung aku mempunyai sahabat dari kecil namanya Rindu," ujar Rudi mulai bercerita.
"Wah Rudi dan Rindu jadi 2 R ya, hehehe..., Maaf-maaf lanjutkan saja," ucap Moza.
"Aku lanjutkan ya Mbak," ucap Rudi.
"Silahkan aku mendengarkan," celetuk Moza.
"Sedari kecil kami sudah berteman, orangtua kami pun kenal akrab nah pada waktu besar kami saling menaruh suka dan saling jatuh cinta. Tetapi tak pernah mengatakannya, karena aku tak mau terikat dengan kata pacaran hal itu dapat memberi celah pada setan untuk merayu sehingga arah tujuan cinta menjadi keliru," tutur Rudi bercerita.
"Hem..., benar-benar itu terus," timpal Moza.
"Suatu hari satu sahabatku yang lain yaitu Jaka jua menaruh hati pada Rindu dan Si Jaka ini adalah anak orang kaya Mbak. Setiap hari motor sport dikendarainya menuju kampus kadang mobilnya warna merah ia pakai," ujar Rudi.
"Oh aku mulai tahu alur ceritamu kemana, tapi biar selesaikan dahulu ceritamu," ujar Moza.
"Pada suatu hari Jaka memiliki taktik licik ia memamerkan harta orangtuanya kepada ayah Rindu. Sehingga ayah Rindu terpikat akan masa depan Jaka yang sudah mapan dan menyarankan anaknya Rindu agar dengan Jaka saja melupakan aku yang tak jelas dan miskin pula," ucap Rudi.
"Wah tidak baik itu hartanya kan bukan milik Jaka tapi milik orangtuanya terus-terus bagaimana kelanjutannya?" ucap Moza.
"Dasar Rindu adalah gadis yang penurut dan taat kepada orangtua, ia tak mau melanggar perintah orangtuanya. Suatu hari tanpa sepengetahuan ku Jaka melamar Rindu dan pada akhirnya aku yang harus mengalah Mbak merelakan cintaku pada Jaka begitulah ceritanya," ujar Rudi.
"Oh seperti itu dan pada akhirnya kamu lari dari sana mencari kehidupan yang lebih baik dengan jalan merantau begitu benarkah yang aku bilang?" ucap Moza.
"Benar seratus persen buat Mbak Moza tebakan Mbak benar sekali," ucap Rudi.
"Hahaha..., sedih sekali kalau memiliki orangtua yang masih kolot seperti itu tidak berpaham Nasionalisme. Sabar Dik Rudi suatu hari pasti akan di ganti dengan gadis yang lebih baik," ucap Mbak Moza.
"Ia Mbak Aamiin...," tutur Rudi.
"Ngomong-ngomong tujuanmu kali ini mau kemana?" tanya Moza pada Rudi penasaran.
"Tujuanku kali ini ke kota Serang Mbak, ke rumah Pakdeku. Ada salah satu perusahaan di sana yang menerimaku kerja," ucap Rudi menerangkan tujuannya.
"Kalau Mbak Moza sendiri tujuannya hendak kemana?" ucap Rudi bertanya balik pada Moza.
"Aku hendak ke Jakarta, Ibukota negara tercinta kita tepatnya di daerah Senen Jakarta Pusat," tutur Moza.
"Oh ke Jakarta, Mbak Moza kerja apa di Jakarta?" ucap Rudi bertanya lagi.
"Aku bekerja sebagai room servis, kadang menyervis tamu juga yang tengah kecapean. Yang menginap di hotel," ucap Moza agak menutupi pekerjaannya.
"Maksud Mbak Moza bagaimana aku kurang paham?" ujar Rudi mulai mengerutkan dahi tanda tak mengerti.
"Janganlah kau memahami pekerjaanku, karena pekerjaanku area 21 plus jadi tidak patut di ikuti," ucap Moza.
"Oalah baru paham aku ya aku mengerti," ucap Rudi sambil mangut-mangut.
"Sok tahu kamu Dek Rudi, memang paham apa coba jelaskan apa pekerjaanku hayo?" ucap Moza mulai menggoda Rudi dan semakin akrab saja.
"Ya pekerjaan yang berhubungan 21 plus," jawab Rudi di sahut dengan gelak tawa mereka berdua.
Hahaha...
Kini Rudi perlahan melupakan kesedihannya akibat ditinggal Rindu bertunangan dengan Jaka. Karena kehadiran Mbak Moza sebagai teman ngobrol malam di kereta Gaya Baru Malam.