Treeeet..., treeet...,
Tuliling..., tuliling...,
Ponsel Pak Kasturi bergetar kencang di atas meja samping televisi. Layarnya menyala lalu mati kembali berulang-ulang. Sedangkan Pak Kasturi dan Bu Amanah tengah melaksanakan Shalat magrib berjamaah di dalam kamarnya.
Mereka tengah berdoa kepada Yang Maha Kuasa akan keselamatan anak lelaki pertamanya Rudi sehingga tak mendengar saat ponselnya berdering tanda telepon masuk.
Di atas sajadah biru tua Pak Kasturi menengadah tangan sambil bercucuran air mata memohon serta memanjatkan doa untuk keselamatan sang anak pertama yang terkena musibah di ibukota Jakarta.
Sedangkan Ibu Amanah menjadi makmum ikut menengadah tangan di atas sajadah biru muda di belakang Pak Kasturi sambil terus berucap Aamiin, " Ya Allah, Ya Maha Esa dan welas asih hamba memohon ampunilah dosa hamba dan istri hamba. Engkau Yang Maha penolong hanya kepada Engkaulah Allah kami memohon pertolongan. Selamatkanlah Rudi anak pertama kami dari musibah yang menimpanya," begitulah sekiranya doa yang terpanjat saat magrib di sepetak kamar di dalam rumah berdinding setengah bata setengah papan.
Tritung..., tritung...,
Treeet...,
Sekali lagi ponsel Pak Kasturi berdering kembali, sekonyong-konyong Pak Kasturi segera mengakhiri doanya belum jua melipat sajadah miliknya ia langsung berlari menuju ruang tengah tempat dimana ponselnya ia letakkan.
Dengan cepat ponsel ia ambil lalu tombol hijau bergambar telepon tanda menerima telepon seraya mulai menyahut ucapan salam dari si penelepon, "Assalamualaikum Dek Kas, ke mana saja kok baru diangkat?" ucap si penelepon yang ternyata adalah sang kakak Mas Sumadi yang menelepon dari kota Serang Banten.
"Waalaikumsalam maaf Mas Sum ini lagi jamaah sama ibunya anak-anak. Bagaimana Mas sudah dapat kabar tentang Rudi?" jawab Pak Kasturi dengan balik bertanya pada Mas Sumadi.
"Lah itu yang mau saya sampaikan Dek. Kemarin malam saya dapat telepon dari polsek Senen Jakarta Pusat. Yang memberitahukan kalau Rudi sedang dirawat di RS Gatot Subroto. Jadi saya dan mbakmu Ani rencananya besok mau ke sana jemput Rudi," ucap Mas Sumadi terdengar dari dalam telepon Pak Kasturi.
"Alhamdulillah sudah ketemu, Buk..., Buk..., Rudi sudah ketemu Buk!?" teriak Pak Kasturi pada sang istri dengan masih menerima telepon dari Mas Sumadi.
Ibu Amanah yang tengah mengaji surat Yasin belum sempat khatam berlari keluar kamar menuju ke tempat Pak Kasturi berada, "Benarkah Pak siapa yang menelepon Mas Sumadi Ya?" tanya Ibu Amanah sangat antusias.
"Ia ini loh kata Mas Sum anak kita ketemu dan sedang dirawat di RS Gatot Subroto Senen Buk," kata Pak Kasturi.
"Ia dek Amanah dan Insya Allah besok aku dan Mbakyumu Ani mau ke sana buat jemput Rudi dan sementara Rudi biar di tempatku dulu sampai sembuh ya. Nanti kalau dia sudah sembuh kita bicarakan lagi ke depanya bagaimana," kata Mas Kasturi dari dalam telepon.
"Mana-mana Pak biar Ibu yang ngomong," ucap Ibu Amanah meminta ponsel yang masih dalam genggaman Pak Kasturi.
"Ia ini loh nyoh yang penting Rudi sudah ditemukan," kata Pak Kasturi memberikan ponsel pada Ibu Amanah.
"Mas, Mas Sum halo benar itu Mas kata Mas Kas. Bahwa sampean sudah menemukan keberadaan Rudi?," tanya Ibu Amanah pada Mas Sumadi di dalam telepon.
"Benar dek sudah tenangkan diri kalian tunggu kabar Mas besok ya tak jempute anaknya ya sudah aku tutup ya Assalamualaikum," ucap Mas Sumadi mengakhiri percakapan di telepon.
"Pak doamu terkabul Pak," kata Bu Amanah.
"Berkat doamu juga Buk?" kata Pak Kasturi.
***
Paviliun Melati
Suster Fatimah tampak merapikan beberapa ranjang pasien yang sudah tidak ditempati lagi alias si pasien sudah sembuh dan diperbolehkan pulang. Lalu iya kembali keluar ruangan bertuliskan Paviliun mawar di sebuah plakat dari kayu tertempel di kusen pintu pas sebelah atas.
Suster Fatimah berjalan perlahan sambil mengecek beberapa jadwal perawatan pasien di sebuah lembaran kertas yang ia bawa. Saat ia melintasi ruangan bernama Paviliun melati, "Oh ia, itu kan pasien korban penusukan di stasiun kan belum pernah aku lihat ya kasihan belum ada keluarga yang menjenguknya. Coba aku lihat dulu didaftar perawatanku siapa namanya? hem Mas Rudi dari fotonya ganteng juga," gumam Suster Fatimah melangkah melewati pintu Paviliun melati menuju ranjang dimana Rudi terbaring lemas.
"Ya Allah jadi benar kata suster-suster yang lain bukan hanya gurauan atau candaan semata. Memang benar pasien korban penusukan ini sangat ganteng. Makanya Suster-suster yang lain berebut ingin sif malam lah wong ada pasien satu ni yang gantengnya kagak ketulungan," gerutu Suster Fatimah mulai merapikan meja dan beberapa rak yang agak berantakan di samping Rudi terbaring.
"Biar aku periksa dulu, detak jantung stabil, tensi darah stabil hem tinggal pemulihan luka. Untuk ukuran manusia normal pasien ini tangguh juga regenerasi selnya pulih dengan cepat," gumam Suster Fatimah memegang lengan kiri Rudi seraya memeriksa denyut nadi di pergelangannya.
"Mas-mas ngapain ke Jakarta kamu kalau akhirnya jadi begini terbaring di rumah sakit. Coba saja kamu ketemu aku dari dulu ikut saja papaku jadi direktur kek apa gitu. Terus jadi ayah anak-anak kita nanti hehehe..., cakep sih," gumam Suster Fatimah tertawa-tertawa sendiri.
"Assalamualaikum suster Fatimah," terdengar suara seseorang mengucap salam dari luar Paviliun lalu bergegas masuk.
"Waalaikumsalam, Eh Bripda Sari tumben malam kesini. Jangan bilang Bu Polwan satu ini ikut-ikutan suster yang lain berebut merawat pasien satu nih?" ucap Suster Fatimah.
"Oh anu itu tidak aku Cuma menjalankan tugas dan perintah dari atasan," jawab Bripda Sari agak salah tingkah karena niat tersembunyi Bripda Sari hampir saja ketahuan. Selain menjalankan tugas tentu sudah barang tentu Bripda Sari sangat senang mengunjungi korban kejahatan yang sangat ganteng seperti Rudi.
"Halah, kura-kura dalam perahu pura-pura saja Bu Polwan ini. Mana ada tugas sampai bawa buah satu keranjang parsel begitu hayo. Pasti ada udang dibalik rempeyek alias dibalik iwak peyek, ia kan, kan, kan," ujar Suster Fatimah menggoda Bripda Sari yang menampakkan wajah agak merah karena malu.
"Nah kan benar Bu Polwan juga suka sama pasien ini. Itu, itu wajahnya jadi abu-abu monyet hayo mengaku," canda Suster Fatimah pada Bripda Sari.
"Kamu itu loh adik yang aneh, dari dulu enggak mau mengalah sama kakak ih," ucap Bripda Sari yang ternyata adalah kakak kandung dari Suster Fatimah.
"Loh jelas dong mbak ku Polwan yang cantik nan aduhai. Bripda Sari yang terhormat mari kita bersaing secara sehat saudara ya saudara tapi urusan asmara hei beda lagi," celetuk Suster Fatimah bertolak pinggang dan Bripda Sari hanya tersenyum melihat tingkah kocak adiknya tersebut.