Rudi termenung di dalam kamar di temani pijar lampu belajar setengah redup. Ia duduk saja dari beberapa jam yang lalu di atas kursi kayu dan di depanya teronggok pula meja belar dari kayu pula. Sedangkan jendela di sisi sebelah meja belajar ia biarkan terbuka belum ia tutup walau sudah malam benar.
Rudi kini sedang asyik memandangi sebuah foto cantik berhijab merah jambu yang tengah tersenyum ayu terpampang ayu di dalam handphone yang ia pegang.
"Memang aku hanya mampu sebatas menganggap mu Adikku Rindu, walau hati ini selalu ingin memanggilmu kekasih tapi apa daya ku. Ada yang lebih baik dapat membahagiakan mu, lebih dariku yaitu Jaka yang dapat mengabulkan segala permintaanmu," gerutu Rudi seraya berkata dengan foto Rindu di dalam handphone Nya.
Kembali Rudi mengotak-atik berkas yang ada di dalam memori hp, iya mencoba mengingat kembali masa dimana iya tengah berdua bersama Rindu yang mungkin sebentar lagi akan iya lupakan demi kebahagiaan Rindu.
Toktoktok...
"Nak belum tidur, Bapak masuk ya?," ucap Pak Kasturi meminta ijin memasuki kamar Rudi.
"Masuk saja Pak tidak dikunci kok," ucap Rudi.
Kretek...
Kretek...
Suara langkah kaki Pak Kasturi menapaki lantai kamar Rudi yang terbuat dari kayu. Memang rumah Pak Kasturi terbangun dengan dinding separuh batu bata dan separuh lagi kayu. Kamar Rudi berada di lantai dua yang seluruh dinding dan lantainya terbuat dari kayu jadi apabila ada suara langkah kaki yang menapak lantai pasti sangat terdengar jelas.
Dahulu Rudi memang sengaja minta di buatkan kamar di lantai dua. Yang semua terbuat dari kayu dia suka dengan ketenangan katanya karena di kamar itu jarang sekali yang mengganggunya di sebabkan tangga yang Rudi buat sengaja di bentuk seperti halnya orang memanjat pohon kelapa. Satu tiang panjang lalu di beri lubang-lubang kecil di satu sisi berurutan sampai ke atas untuk mendaki.
"Kenapa belum tidur Rud, jam berapa ini sudah sangat larut loh, apa besok kamu tidak ada kuliah pagi?," ucap Pak Kasturi duduk di ranjang pas di samping Rudi yang duduk di kursi meja belajarnya.
"Besok ada kelas tapi agak siang Pak, lagian besok juga tidak ada kerjaan di koperasi kan sawah juga sudah di semprot obat hama kemarin kan. Jadi besok aku berniat mau bersih-bersih rumah saja," ucap Rudi.
Tiba-tiba angin malam berhembus melewati jendela kamar Rudi yang terbuka merambat perlahan menyentuh kulit Rudi dan Pak Kasturi.
"Loh Rud, kenapa belum di tutup jendelanya?," ujar Pak Kasturi seraya berdiri menuju jendela lalu menutupnya segera.
"Assalamualaikum," terdengar ucap salam dari balik pintu yang dibuat menghadap ke bawah sehingga membukanya harus mendorong ke atas.
Ibu Amanah membawa sepiring nasi goreng yang masih hangat lengkap dengan telur ceplok dan kerupuk ditabur di atasnya lalu menaruhnya di atas meja belajar di samping Rudi.
"Wau nasi goreng, kesukaan bapak ini terimakasih Buk tahu saja kalau Bapak lapar," Pak Kasturi mengambil sepiring nasi goreng yang di taruh Buk Amanah di atas meja belajar Rudi.
Namun belum sempat menyendok tangan Rudi sudah mengambil alih sepiring nasi goreng dari tangan Pak Kasturi.
"Bapak itu pesanan anak mu, kalau Bapak mau nanti Ibu buatkan lagi," ucap Bu Amanah seraya duduk di tepian tempat tidur Rudi.
"Oalah Buk aku kira buat Bapak," ucap Pak Kasturi.
"Yee Bapak ini, yang pesan siapa yang makan siapa," ucap Rudi sambil menyendok nasi goreng lalu memakannya lahap.
Tanpa menghiraukan Bapak dan ibunya yang melihatnya sambil tersenyum. Nampaknya Pak Kasturi dan Ibu Amanah paham benar kalau hati sang putra tengah terluka mereka tahu kalau Rudi tengah bersedih hati, karena tadi sore Pak Ahmadi datang mengabarkan bahwa Minggu depan Rindu dan Jaka hendak bertunangan harinya pun sudah di tetapkan.
Maka dari itu Pak Kasturi dan Ibu Amanah nampak sangat memperhatikan Rudi jangan sampai anak pertamanya itu sampai putus asa lalu semua rencana masa depan yang mereka rancang untuk sang putra berhenti di tengah jalan termasuk kuliahnya.
***
Di kamar Rindu terus menangis tengkurap diatas kasurnya di temani ibu Wulan di sampingnya dan Sekar di samping sisi satunya.
"Rindu Bapak mu mengambil keputusan ini semua demi kebaikan mu Nak. Jaka itu orangnya baik dia juga sudah mapan, apa lagi yang kurang dari Jaka. Apa kamu mengharapkan Nak Rudi teman masa kecil mu itu yang kehidupannya sama seperti kita ini serba kurang. Mending sama Nak Jaka jadi kamu tidak usah repot-repot bekerja lagi," ucap Ibu Wulan sambil mengelus rambut Rindu.
"Buk aku mohon cinta itu tidak memandang harta Buk, Ibu belum tahu saja kayak apa Jaka anaknya di kampus dia plaiboy Bu," ucap Rindu masih terus menangis tak mau berhenti.
"Mbak kalau aku sih bingung ya harus pilih yang mana, di satu sisi Mas Rudi ganteng dan Baik, sisi lain Mas Jaka Ganteng dan kaya, ahh.., aku bingung," celetuk Sekar yang malah bercanda.
"Sekar...," teriak Rindu agak marah.
"Sekar kok malah bercanda, wong Mbaknya lagi nangis malah dibecandain," ucap Bu Wulan.
"Hehehe..., Ia maaf Bu," ucap Sekar.
"Bu kenapa Bapak langsung memberi keputusan pada Jaka, kenapa tidak bertanya dahulu pada Rindu Bu?," ucap Rindu masih dengan linangan air matanya.
"Ndok Bapak mu Cuma ingin yang terbaik untuk mu. Bapakmu menganggap kalau bersama Jaka setidaknya kamu tidak susah lagi," ucap Bu Wulan.
"Memang Jaka bergelimang harta Bu tapi semua itu harta dari orangtuanya bukan dari Jaka sendiri. Sedangkan Mas Rudi dia bisa kuliah dengan biaya sendiri. Aku sayangnya sama Mas Rudi Bu bukan sama Jaka," ucap Rindu.
"Tapi Rudi Sayang tidak sama Rindu?, coba katakan sama Ibu pernah tidak Rudi mengatakan cinta pada Mu?," tanya Ibu Wulan pada Rindu.
"Memang belum pernah Bu tapi Rindu yakin Mas Jaka juga sayang sama Rindu dari caranya memperlakukan Rindu dan menjaga Rindu," ucap Rindu.
"Ya tidak tau kalau begitu Rindu, yang jelas Bapakmu sudah memutuskan dan semua sudah matang. Kalau kamu tidak mau bilang saja sendiri sama Bapak ibu tidak mampu lagi membantu," ucap ibu Wulan seraya berdiri keluar kamar Rindu di ikuti Sekar di belakangnya.
Bruk...
Suara pintu ditutup oleh Ibu Wulan dari luar kamar sepertinya Ibu Wulan tengah mengunci pintu kamar Rindu dari luar. Mungkin dimaksudkan agar Rindu tidak kabur dari rumah.
"Loh Bu kenapa di kunci Bu buka...!!," teriak Rindu yang berlari menuju pintu yang terkunci dari luar.
Dordordor...
"Bu buka Bu, Rindu enggak mau menikah dengan Jaka, Rindu cinta sama Mas Rudi Bu, hikz..., hikz...," teriak Rindu seraya menggedor-gedor pintu.
"Baiklah Bu kalau Ibu maunya begitu Rindu akan kabur dari rumah, ya Rindu akan loncat dari jendela," gerutu Rindu berjalan menuju jendela lalu pergi keluar rumah melalui jendela.