Sore menjelang sekitar pukul tiga Rudi terlihat berboncengan dengan Bapaknya Pak Kasturi. Mereka baru pulang dari gudang Koperasi desa Mojokembang.
Nampak dari wajah mereka sudah teramat letih karena bekerja seharian penuh, mengangkat berkarung-karung beras. Kayuhan kaki Rudi menapak pedal sepeda agak malas sehingga Roda berputar nampak pelan berjalan menapaki jalanan utama desa Mojokembang.
"Rudi bagaimana hubungan mu dengan Nak Rindu?," Ucap Pak Kasturi memulai pembicaraan.
"Hubungan bagaimana maksud Bapak," jawab Rudi kembali melontarkan pertanyaan pada Pak Kasturi yang tengah asyik di bonceng sambil menghisap cerutu dari tembakau lokal yang ia gelinting sendiri.
"Ya layaknya teman sejak kecil Pak, memang harus seperti apa?," ucap Rudi kembali bertanya.
"Yah mungkin sudah tahap pacaran barangkali mana bapak tahu," ucap Pak Kasturi mulai mengebulkan asap dari mulutnya yang mulai keriput dan menghitam.
"Ah..., Bapak ini bisa saja. Mana mau cewek secantik Rindu mau sama Rudi yang miskin ini," kata Rudi sambil terus mengayuh sepeda.
Brem...
Brem...
Tintin...
Sebuah motor sport warna merah melintas di samping Rudi dan Pak Kasturi yang tengah bermalas-malasan menggoes sepeda kumbang model lama.
"Rudi aku duluan ya, mau antar Dik Rindu nih, hehe," ucap Jaka yang mengendarai motor sport tersebut dengan Rindu di bonceng di belakang.
Nampak Rindu tak menoleh sedikitpun walaupun untuk tersenyum pada Rudi seperti biasanya kali ini Rindu menampakkan wajah judesnya pada Rudi.
Mata Rudi tertuju pada tangan kanan Rindu yang tengah berpegangan mesra pada pinggang Jaka. Dalam hati Rudi sebenarnya sanggatlah terluka begitu cemburu bercampur dongkol. Ia tak mengira Rindu bisa secepat itu berubah.
"Itu bukanya teman mu Jaka, ya Rud?," ucap Pak Kasturi memastikan.
"Ia Pak dia Jaka," ucap Rudi menampakkan wajah lesu tak bergairah setelah melihat Jaka dan Rindu lewat begitu saja menyalipnya yang tengah mengayuh sepeda kumbang.
"Benar katamu Rud, lebih baik memang Rindu dengan Jaka. Kita ini apa Cuma orang miskin tidak bisa memilih apa yang kita kehendaki terkadang juga harus merelakan apa yang kita ingini," ujar Pak Kasturi sambil menepuk pundak Rudi perlahan untuk menenangkannya.
"Ia Pak, lebih baik Dik Rindu dengan Jaka yang bergelimang harta suatu saat bisa membahagiakan ya. Daripada dengan ku cowok miskin tak miliki apa-apa. Bisa-bisa Dik Rindu hidup sengsara bersama ku," ucap Rudi melanjutkan kayuhannya.
"Sabar anakku terus berjuang Bapak yakin suatu saat pasti ada gadis Solehah yang ditakdirkan mendampingi mu dari suka maupun duka. Yang tak memandang harta benda atau kedudukan. Yang hanya cinta karena Allah dan cinta pada Rasullah," ucap Pak Kasturi memberi petuah pada Rudi.
"Aamiin...," jawab Rudi kembali tersenyum.
"Nah begitu dong baru anak Bapak selalu sabar dan tersenyum ayo semangat mengayuhnya tadi ibumu rupanya bikin sambal balado kesukaan bapak," Ucap Pak Kasturi.
"Bapak ini makan saja di pikirkan," celetuk Rudi.
Hahaha...
Terdengar tawa riang bersama antara anak dan bapak di sepanjang jalan pulang. Seusai mereka bekerja keakraban seperti ini yang membuat Rudi suatu hari menjadi amat mengerti.
Kasih Bapak tak beda dengan kasih ibu sepanjang galah. Dan canda tawa seperti ini yang pada suatu saat nanti membuat Rudi sangat merindukan sosok bapak ketika jauh di tanah perantauan.
***
Tintin...
Jaka dan Rindu telah sampai di pelataran depan rumah Pak Ahmadi bapaknya Rindu. Nampak Rindu bergegas turun dari atas motor Jaka dan langsung masuk rumah tanpa bicara sepatah kata pun pada Jaka.
Membuat Jaka hanya termangu mematung melihat tingkah Rindu yang begitu cepat berubah. Yang tadi di jalan saat bertemu Rudi memegang pinggangnya mesra namun sekarang kembali acuh-tak acuh padanya.
"Eh Nak Jaka, tidak masuk dulu nak biar dibuatkan Sekar kopi," ucap Pak Ahmadi berbosa-basi pada Jaka.
"Tidak usah Pak, saya pamit pulang saja," ucap Jaka nampak sedih dengan tingkah Rindu seakan sia-sia usaha yang iya lakukan hari ini.
"Maaf ya Nak Jaka jangan di masukkan hati perilaku Rindu," ucap Pak Ahmadi.
"Tidak apa Pak, saya pulang dulu, Assalamualaikum," ucap Jaka sambil menyalakan motornya dan pergi meninggalkan pelataran rumah Rindu.
Pak Ahmadi menatap Jaka yang telah jauh dengan rasa iba, "Sebenarnya anak itu baik tapi sayang Rindu tidak menaruh hati padanya," ucap Pak Ahmadi sambil berlalu pergi kedalam rumah.
Di dalam kamar Rindu yang sangat kesal karena tidak di jemput Rudi melemparkan tas dan sweter yang ia pakai begitu saja di atas kasur.
Bruk...
Tubuhnya ia hempaskan pula ke atas kasur dengan posisi tengkurap matanya mulai berair pikirannya tak karuan. Rindu kembali mengingat senyuman tipis Rudi yang seakan dalam hati Rudi sangat terluka melihat Rindu berboncengan mesra dengan Jaka.
"Maaf Mas bukan maksud Adek membuat Mas Rudi sakit hati," gerutu Rindu sambil mulai menangis perlahan terisak pelan hingga tak menyadari jikalau ibunya sudah duduk di sampingnya terngkurap di atas kasur.
"Rindu ada apa sayang? Cerita sama ibu kenapa datang-datang kok nangis?," ucap ibu Wulan sambil membelai pipi Rindu dan mengusap air matanya yang berlinang jatuh di pipi.
"Mas Rudi Buk jahat sama Rindu," celetuk Rindu seraya bangun dan hempaskan pelukan pada ibu Wulan.
"Loh kok bisa begitu memangnya apa yang dilakukan Nak Rudi kok sampai Rindu bicara seperti itu? Nak Rudi baik loh, Ibu tidak percaya ah kalau Nak Rudi itu Jahat," kata Ibu Wulan berusaha menenangkan anak gadisnya tersebut.
"Mas Rudi sengaja Buk tidak menjemput Rindu, Rindu capek nunggu di kampus Mas Rudi tidak datang-datang. Tadi Jaka menawarkan diri mengantar Rindu pulang. Terus tadi pas di jalan Rindu berpapasan sama Mas Rudi. Rindu bikin saja Mas Rudi supaya cemburu dengan cara memegang pinggang Jaka mesra. Eh Mas Rudi tidak merespons Buk dia cuma senyum sedikit," ujar Rindu terus menangis.
"Loh sebentar apa Mas Rudi mu itu milikmu?, Apa kalian sudah resmi jadian?, Tidak toh ya wajar dong kalau Mas Rudi mu itu cuek. Kalau kalian pacaran itu baru tidak wajar kalau Mas Rudi mu itu tidak cemburu," ujar Ibu Wulan menjelaskan.
"Tapi Rindu kan Sayang Bu sama Mas Rudi, masak Mas Rudi tidak peka sama sekali. Dasar semua cowok sama saja!," Ucap Rindu.
"Rindu loh kok nangis, kenapa Buk Rindu?," tanya Pak Ahmadi yang baru masuk kamar Rindu lalu ikut duduk di samping Rindu.
"Ini loh Pak anak gadismu katanya Nak Rudi jahat tidak menjemputnya pulang kuliah," kata Ibu Wulan menjelaskan.
"Oh Nak Rudi toh tadi pagi dia kemari kok, katanya dia mau ikut kerja di gudang Koperasi desa Mojokembang, Dia bilang sebentar lagi semester dia butuh banyak uang untuk bayar uang semester dan lagi tadi uang yang bapak berikan untuk sekedar beli bensin untuk mengantarmu Rindu, dia kembalikan. Katanya tidak enak karena hari ini tidak bisa menjemput mu. Dia juga bilang kalau sudah menyuruh Nak Jaka untuk menggantikannya mengantarmu pulang Rindu. Kasihan dia harus kerja keras banting tulang agar bisa terus kuliah," ucap Pak Ahmadi menjelaskan.
"Loh benarkah seperti itu pak, jadi aku bersalah dong sama Mas Rudi, Pak aku sudah keliru menuduh Mas Rudi yang enggak-enggak bagaimana ini pak tadi aku sudah memamerkan kemesraan lagi bersama Jaka saat lewat depan Mas Rudi dan Bapaknya. Aku harus bagaimana ini Pak," ujar Rindu yang berubah dari menangis menjadi bingung.
"Sudah nanti malam biar bapak ke rumah Mas Rudi mu itu memastikan apa besok masih bisa mengantarmu pergi kuliah lagi?, Ya Pak. Jadi berdoa saja Mas mu Rudi masih mau mengantar mu kuliah lagi besok ya Ndok agar kau bisa meminta maaf padanya ya Pak," ucap Ibu Wulan.
"Ia benar kata Ibumu Rindu," ujar Pak Ahmadi.