Chapter 7 - Demi Bahagia Mu

Rumah Rudi

Di teras rumah berdinding separuh batu bata dan separuh papan. Rudi tampak asyik mendengarkan lagu-lagu sholawat Jawa yang di beri tahu oleh bapaknya Rindu.

"Hem, enak juga ternyata," ucap Rudi sambil mangut-mangut meresapi lagu dan syair yang terus melantun dari hp android yang ia pegang.

"Loh, Rudi kok kamu di rumah? Bukanya kamu mestinya ke kampus nemenin Rindu, kan kemarin bapaknya Rindu memintamu untuk mengantar Rindu ke kampus. Menemaninya agar tidak di ganggu preman kampung lagi," ujar Pak Kasturi bapaknya Rudi.

"Sudah Bapakku tersayang tadi Rudi sudah anterin Rindu sampai kampus dengan selamat sehat walafiat ini baru pulang. Masalah preman kampus sudah Rudi beri pelajaran mereka agar tidak mengganggu anak gadis orang lagi. Karena Rindu pulangnya sore dan aku tidak ada kegiatan di kampus mending aku pulang pak," kata Rudi menerangkan.

"Oh begitu ya sudah kalau begitu, eh gimana itu anak-anak preman kampung dengar-dengar mereka anak buah Si Tole," kata Pak Kasturi sambil meneguk kopi yang di buat Rudi di atas meja tepat di depan mereka duduk.

"Tole yang mana pak? Agus anaknya Pak Sugeng maksud bapak," jawab Rudi.

"Ia Si Agus, panggilannya kan Tole," ujar Pak Kasturi sekali lagi meneguk segelas kopi di depanya.

"Lah Pak inikan kopi ku loh, kenapa Bapak habiskan," ujar Rudi melihat kopi yang ia buat dan belum sempat ia cicipi sudah habis di minum Bapaknya dan hanya sisa ampas kopi di gelas.

"Hehehe, halah sama Bapak sendiri saja kok pelit amat kamu Rud," kata Pak Kasturi tertawa senang mengerjai anaknya.

"Memang kamu apakan mereka?" ujar Pak Kasturi.

"Mereka yang memukul duluan Pak. Ya Rudi membela diri dong Rudi pukul balik semuanya, hehehe," kata Rudi ikut tertawa.

"Waduh ciloko Iki, Si Tole itu kan anaknya Pak Sugeng Rud. Lah Pak Sugeng itu kepala desa kita. Bisa-bisa Bapakmu ini kenak omel Pak Lurah Sugeng ini nanti," ujar Pak Kasturi takut di marahi Pak Lurah Sugeng yang notabenenya juragannya Pak Kasturi atau bosnya Pak Kasturi di gudang beras Koperasi desa Mojokembang.

"Halah Pak enggak bakalan, Masak ia anaknya salah malah didukung?" ucap Rudi.

"Kan mereka anak dan bapak memiliki tabiat yang sama, sama-sama suka main perempuan," ucap Pak Kasturi.

"Bapakku sayang, tercinta, terkasih. Hari ini memang kita sedang susah pak hidup kita serba pas-pasan untuk makan susah tapi aku berjanji Bapak nanti kalau aku sudah lulus aku berjanji akan membangunkan gudang beras sendiri untuk Bapak," ujar Rudi dengan tersenyum mencoba menenangkan Bapaknya.

"Aamiin," celetuk Pak Kasturi ikut tersenyum bangga dengan anaknya Rudi yang demi cita-cita sampai rela mengorbankan masa muda dikala senggang tidak ada kuliah Rudi ikut kerja sebagai kuli panggul di gudang beras Koperasi desa Mojokembang.

Bahkan ia mau sampai ikut ke sawah menggarap sawah mereka sendiri yang tak seberapa luas, peninggalan dari Almarhum nenek Tiari dan Mbah Kakung Kasnam orang tua dari Pak Kasturi mbahnya Rudi.

Tiba-tiba hp Rudi berdering beberapa kali, "Rud itu hp kamu berbunyi ada telepon angkat Nak siapa tahu Rindu minta jemput," kata Pak Kasturi.

"Aku tidak enak kalau kamu tidak menjaga Rindu benar-benar, karena Pak Ahmadi itu juga teman lama bapak dahulu satu kelas sama bapak sahabat lama," ujar Pak Kasturi.

"Ia, ia Pak, kalau Bapak ngomong saja kapan aku mengangkat telepon ini," ujar Rudi

"Oh iya, ya sudah Bapak mau ke belakang bantu Emak mu di kebun belakang," ujar Pak Kasturi sambil berdiri hendak meninggalkan Rudi.

"Siap Juragan," ucap Rudi dengan posisi tangan layaknya hormat tapi masih dalam keadaan duduk berniat menggoda Bapaknya.

"Halah bocah semprol wong bapaknya kuli di bilang juragan," gerutu Pak Kasturi meninggalkan Rudi ke kebun belakang melewati samping rumahnya

"Eh Si Bapak kata itu adalah doa, Pak doa!," teriak Rudi yang melihat Pak Kasturi sudah agak jauh berjalan di samping rumah.

"Ia, ia semprol," teriak Pak Kasturi.

"Lah anaknya di panggil semprol, nama sudah Bagus sekali ya Rudi di ganti semprol," gerutu Rudi sambil mengangkat telepon.

"Halo, Assalamualaikum," ucap Rudi.

"Ia Jaka ada apa Mas Brow?," ucap Rudi menerima telepon yang ternyata dari sahabatnya Jaka.

"Anu Rud, ini loh anu?" kata Jaka dari dalam telepon.

"Ona anu, ona anu, kenapa anu mu memangnya?" Celetuk Rudi agar Jaka memperjelas omongannya.

"Oh semprol kamu Rud," ucap Jaka dari dalam telepon.

"Heh, kamu ini kayak Bapakku barusan manggil aku Si Semprol," ujar Rudi.

"Hahaha, lah ya benar itu kata Pak Kasturi, dasar Kamu Rud Si Semprol," ujar Jaka dalam telepon tertawa terkekeh-kekeh.

"Asem kamu Jak, sudah yang jelas memangnya ada apa kamu menelepon aku Hem?" ucap Rudi.

"Anu Rud," ucap Jaka dalam telepon.

"Lah kan anu lagi," ucap Rudi.

"Ya sudah enggak anu kalau begitu aku ganti ini," ucap Jaka dalam telepon.

"Hahaha..., ia, ia, begitu saja marah. Kayak ibu-ibu kompleks kamu Jaka," kata Rudi tertawa geli seakan puas mengerjai sahabatnya itu.

"Ya kamu Semprol," ucap Jaka dalam telepon.

"Semprol lagi sudah ada apa kok," ucap Rudi agak jengkel.

"Ini Rud," kata Jaka masih dari dalam telepon.

"Ini Rud, aku mau kamu jangan jemput Rindu ya nanti sore biar aku yang antar pulang," kata Jaka dalam telepon menjelaskan maksud dan tujuannya.

"Lah kenapa begitu? Aku tidak enak sama Bapaknya Rindu loh Jaka mana aku sudah dikasih uang bensin kemarin," ujar Rudi.

"Sudah nanti uang semester kamu aku yang bayar deh yah mau ya Rudi temanku yang baik hati, jujur dan tidak sombong," ujar Jaka dalam telepon.

"Dan rajin menabung, dan sayang orang tua begitu maksudmu," ujar Rudi menyela perkataan Jaka.

"Lah ini anak malah diterusin, pokoknya kamu jangan jemput Rindu ya plis. Biar aku yang antar pulang sambil pdkt yah Rud, tenang kali ini aku beneran kok nanti uang semester mu aku yang bayar," ucap Jaka dalam telepon.

Rudi tampak bimbang tapi di dalam hatinya berkata, lumayan ini uang semester di bayar Jaka aku bisa hemat.

Ah sudahlah biar saja Rindu di jemput Jaka toh Jaka lebih kaya dari aku orang tuanya lebih tajir dari orang tuaku mungkin jodoh Rindu adalah Jaka. Biarlah aku kubur rasa ini dalam-dalam. Mungkin dengan Jaka, Rindu bisa lebih bahagia daripada denganku cowok kere ini.

"Halo Rudi, Halo masih hidupkah Kamu Rud?" kata Jaka dalam telepon yang terus bicara memastikan Rudi masih mendengarkannya.

"Hustz, kamu ini malah doain aku mampus," ucap Rudi agak kesal.

"Yah kamu diam saja, ya boleh ya Rud?" kata Jaka dalam telepon.

"Ia, ia asal Rindunya mau saja, tapi awas jangan sampai Rindu terluka sedikit pun apa lagi tergores. Soalnya aku yang bertanggung jawab sama Bapaknya kan aku yang disuruh," ucap Rudi.

"Layar hp kali Rud ke gores," ucap Jaka dalam telepon.

"Jadi enggak nih, kalau enggak jadi aku berangkat ke kampus nih," ucap Rudi.

"Ia, ia siap Mas Rudi, hehehe," kata Jaka dalam telepon dibarengi suara telepon di tutup.

Tut... Tut... Tut..

"Eh dasar bocah Ora Ono toto kromo babar pisan belas ( dasar anak tidak tau tata Krama sama sekali) main tutup saja teleponnya kagak pakek salam lagi," gerutu Rudi

Beberapa saat Rudi nampak termenung meresapi nasib yang tengah ia derita sebagai cowok yang pas-pasan sehingga ia harus merelakan pujaan hati untuk sahabatnya demi kebahagiaan sang pujaan hati.

Namun ia masih bersyukur dalam segala kekurangan ia memiliki seorang bapak yang begitu mengerti dengannya sehingga hubungannya bukan lagi layaknya bapak dan anak tapi sudah selayaknya teman sendiri.