Rudi tengah mengendarai motor model lama motor bebek tahun sembilan puluhan miliknya dengan Rindu tampak ayu dibonceng di jok belakang.
Rindu terlihat tengah berpegangan pada jaket. Rudi terlihat tersipu tampak malu-malu tersenyum tipis sepanjang jalan utama desa Mojokembang.
Rudi yang fokus berkendara memandang kedepan. Tidak sadar tengah dipandangi dan diperhatikan oleh Rindu dengan tatapan kekaguman yang mendalam.
"Ah andai Mas Rudi tahu perasaan Adik ini yang sesungguhnya. Sebenarnya Rindu tidak ingin hanya sebatas teman atau sahabat Mas. Rindu ingin hubungan kita lebih dari teman atau sahabat seperti yang kau katakan pada ku," gerutu Rindu tersenyum-senyum sendiri.
"Apa dek? Dek Rin ngomong apa barusan?," sahut Rudi mendengar kata-kata Rindu yang seperti orang berbisik dikecilkan suaranya.
"Apaan Mas? Adik enggak ngomong apa-apa," ucap Rindu menahan tawa sambil menutup bibir tipisnya dengan jari-jemarinya yang lentik.
"Barusan bukankah kamu sedang ngomong. Apa perasaan Mas saja ya?" ucap Rudi masih penasaran.
"Perasaan Mas mungkin Adik tidak bicara. Atau jangan-jangan Mas Rudi bisa dengar hantu yang suka ganggu di daerah sini, hii," celetuk Rindu menggoda Rudi dan Rudi hanya nyengir tersenyum sedikit.
"Apaan pagi-pagi ada hantu kamu ini ngaco," jawab Rudi.
"Ada dong hantu ini yang sedang bonceng Rindu," kata Rindu kembali tertawa lirih menggoda Rudi.
"Lah kok Mas hantunya Dik," tanya Rudi agak polos.
"Ia, Mas Rudi hantunya yang selalu suka menghantui pikiran Rindu hingga terbawa mimpi, hehe...," kata Rindu berusaha merayu Rudi.
"Apaan sejak kapan Adik mas satu ini jadi pintar gombal?" kata Rudi seakan tidak mempan dengan rayuan dan gombalan Rindu.
"Huuu, dasar cowok enggak peka sama sekali, tuhkan lagi-lagi aku hanya dianggap sebagai Adiknya," kata Rindu kembali menggerutu sambil mengucek-ucek ujung jaket Rudi yang sedari tadi ia buat pegangan.
Sebenarnya Rudi memahami dan mengetahui apa maksud dari Rindu. Tetapi setiap Rindu bercanda padanya dengan candaan yang mengarah kesana selalu dapat ia patahkan agar Rindu tidak meneruskan.
Rudi tahu benar Jaka salah satu sahabat Rudi begitu sangat memuja dan mencintai Rindu.
Jaka teramat ingin menjadikan Rindu kekasihnya namun belum kesampaian. Karena setiap Jaka hendak menyatakan cintanya Rindu selalu mengelak dengan beribu-ribu alasan. Sehingga berkali-kali itu pun Jaka gagal meluapkan isi hatinya pada Rindu.
Jaka adalah sahabat Rudi juga teman satu jurusan dengan Rudi di kampus yang sama Institut Pertanian sebuah Universitas Swasta di kota Jombang.
Rudi tak enak hati pada Jaka kalau sampai menerima cinta Rindu walau sebenarnya ia juga menyayangi dan mencintai Rindu lebih dari ikatan kakak dan adik.
Namun perasaannya itu ia pendam dalam-dalam biaralah cintanya bertepuk sebelah tangan. Agar persahabatannya dengan Jaka tidak rusak dan hancur karena seorang cewek.
Laju motor Rudi beberapa meter lagi sampai pada pertigaan ujung desa. Nampak Rindu seperti menyembunyikan mukanya di balik jaket Rudi. Pegangan ya bertambah erat kali ini tangannya memegang pinggang Rudi.
Kemarin saat pulang dari kampus Rindu digoda anak-anak berandal geng kampung Mojokembang yang selalu nongkrong di samping gapura selamat datang desa Mojokembang. Ia menjadi trauma dan takut kalau melewati pertigaan tersebut.
"Loh ada apa Dek kok pegangan di pinggang Mas katanya bukan muhrim?" ujar Rudi.
"Adek takut Mas, kemarin saat Adek naik sepeda pas lewat sini. Adek di hadang sama para berandal itu, Adek dipegang-pegang adik jadi takut," kata Rindu sambil menenggelamkan mukanya diantara lekukan jaket Rudi.
"Tenang hari inikan ada Mas. Mas Rudi janji Rindu tidak akan apa-apa," ucap Rudi namun Rindu masih tak mau melepaskan pegangan eratnya pada pinggang Rudi dan masih terus menyembunyikan wajahnya.
Sampai pas di pertigaan Rudi mulai membelokkan laju motor ke kanan, karena arah kampus mereka memang menuju barat desa ke arah kota. Sedangkan jalan utama desa membujur dari arah Utara ke Selatan.
Pas di samping gapura selamat datang laju motor Rudi dihentikan beberapa pemuda. Yang berpakaian urakan layaknya berandalan.
"Hei, berhenti-berhenti, buru-buru sekali mau kemana sih Bung?" kata salah satu pemuda berandalan yang mencegat laju motor Rudi.
"Maaf mas memang kami sedang buru-buru ada kelas pagi apa lagi Dik Rindu mau ada kuis pagi ini," ucap Rudi meminta dengan sopan.
"Oh ada kuis ya pasti dapat hadiah ya kalau menang. Eh yang belakang Dik Rindu ya. Kenapa kok sembunyi begitu Dik Rin?" ucap salah satu pemuda berandal mulai berjalan ke belakang motor hendak melihat Rindu.
"Coba-coba aku liat mana muka cantiknya?" ucap pemuda berandal yang berjalan ke belakang mencoba menggoda Rindu dengan lancang memegang dagu Rindu sontak Rindu langsung berteriak.
"Aaaa, Mas Rudi..!" teriak Rindu ketakutan memeluk Rudi erat seraya menyembunyikan wajahnya di punggung Rudi.
"Mas saya minta baik-baik jangan kurang ajar dan biarkan saya lewat kami sudah telat," ucap Rudi kembali memohon dengan sangat hormat.
"Diam kau, kau siapa? Anak kampung mana? Oh sekarang kamu punya bodyguard ya Dik," ucap salah satu pemuda berandal mulai menarik lengan Rindu sehingga membuat Rindu semakin menjerit.
"Aaaa Mas Rudi, tolong, Aku enggak mau sana pergi, hust..., hust sana!"ucap Rindu meronta-ronta.
Rudi yang sudah kehilangan kesabaran langsung turun dari motor dan menurunkan standar samping motornya lalu melepaskan jaket almamater kampus yang ia kenakan.
"Mas, Mas Rudi mau apa, jangan mas mereka sepuluh orang mas. Nanti Mas Rudi kenapa-kenapa?" ucap Rindu yang masih duduk di atas motor.
"Sudah Adikku Rindu diam saja di atas motor tolong pegang jaket Mas. Mereka enggak tau apa peraih medali emas karate se Jombang itu siapa?" ucap Rudi memberikan jaket pada Rindu.
"Ayo sini Mas bodyguard," ucap salah satu pemuda berandal sambil mengejek Rudi dengan gaya tangannya melambai layaknya memanggil sambil menjulurkan lidah.
Buk, bak, buk,
Tiga pemuda langsung jatuh tersungkur tak sadarkan diri seketika terkena pukulan-pukulan dari Rudi. Tampak pemuda yang lain mulai gemetar melihat Rudi yang piawai dalam seni beladiri.
"Maju cepat lawan," teriak salah satu pemuda berandal Tampaknya dia adalah ketua geng dari kelompok itu.
Enam pemuda langsung menyerang Rudi dengan bersamaan mengitari Rudi dengan Rudi di dalam lingkaran yang ia buat.
"Mas Rudi hati-hati sayang," ucap Rindu menyemangati Rudi dari atas motor.
Kata-kata sayang dari Rindu membuat para pemuda berandal semakin geram dengan brutal menyerang Rudi secara bersamaan.
Bak... Buk... Bak.. Buk...
Beberapa tendangan dan pukulan dilayangkan oleh para pemuda berandal tapi bersama itu Rudi bisa mengelak dengan mudah dan membalas dengan telak..
Gedubak, gedebuk,
Enam pemuda yang tengah melingkari Rudi berjatuhan sambil mengaduh kesakitan tersungkur ke tanah.
"Bagaimana Mas masih mau melawan?" ucap Rudi menghampiri satu pemuda ketua geng berandalan yang masih berdiri yang sedari tadi hanya menyuruh temanya menyerang.
"Tidak Mas ampun kami tidak akan lagi mengganggu pacar Mas," ucap pemuda tersebut duduk menyembah Rudi.
"Bangunlah Mas gunakan masa muda mu dengan hal-hal yang baik dan benar. Kalau kalian terlihat olehku mengganggu Rindu bahkan gadis lain aku tidak akan segan-segan lagi menghajar kalian," kata Rudi.
"Baik Mas," teriak para berandalan berhamburan kabur dari depan Rudi.
Tiba-tiba Rindu memakaikan lagi jaket almamater dari belakang punggung Rudi sambil membersihkan kemeja Rudi dengan cara mengibas-ngibaskan tangannya pada kemeja dan jaket Rudi.
"Eh Dek, sudah biar Mas sendiri yang bersihkan," kata Rudi.
"Sudah yuk berangkat," kata Rudi menggandeng tangan Rindu dan kembali menytarter motornya lalu melaju kembali.
Rindu yang tengah duduk di jok belakang dibonceng Rudi. Hatinya sangat berbunga-bunga betapa ia terpesona dengan Rudi yang sangat melindungi.