Asha masuk ke kamar ibunya dengan wajah kesal. Ibu Rani yang terkejut melihat kedatangan Asha yang tiba-tiba, keheranan saat melihat raut kesal itu begitu tercetak jelas di wajah putri bungsunya.
"Kenapa, As ?" tanya Ibu Rani , masih menjaga Hayana yang sedang bermain guling-gulingan di atas ranjang sambil terkekeh.
"Menantumu itu kelewatan, Bu!" gerutu Asha ,memilih duduk di samping ibunya.
"Kenapa dengan, Nak Danendra?" tanya Ibu Rani penasaran.
"Dia tidak mengizinkanku menemui Kak Dave kalau dia tidak ikut," adu Asha .
"Hehehe ... terus masalahnya di mana?" tanya Ibu Rani lagi.
"Ya, itu masalahnya. Dia mengatur hidupku, Bu,"sahut Danendra kesal.
"Dia suamimu, As . Dia berhak mengatur hidupmu kalau memang menurutnya itu salah, tetapi kalau kamu merasa yang dilakukannya juga salah, kamu juga berhak menolak," jelas Ibu Rani.
"Jelas aku menolak, Bu," sahut Asha .
"Menurut Ibu, suamimu tidak salah dalam hal ini. Wajar saja dia tidak mengizinkanmu menemui Dave ," jelas Ibu Rani.
"Bu, aku dan Kak Dave tidak memiliki hubungan apa-apa. Aku berencana mendekatkan Kak Dave dan Kak Isyana," jelas Asha , sambil berbisik. Seolah takut ada yang mendengar pembicaraan mereka berdua.
"Jangan ikut campur. Jangan mengatur jodoh orang lain. Pikirkan saja rumah tanggamu. Bagaimana hubunganmu dengan suamimu. Jangan kamu pikir Ibu tidak tahu bagaimana hubungan kalian selama ini," nasehat Ibu Rani.Asha terbelalak.
"Apa yang Ibu tahu tentang hubunganku dengan Tuan Danendra?" celetuk Asha .
"Ibu tahu semuanya, As ," ucap Ibu Rani.
"Mulai sekarang pikirkan saja rumah tanggamu.Yang harus kamu urus sekarang itu suami dan putrimu. Bukan Isyana," lanjut Ibu Rani, memberi nasehat pada Asha.
"Ibu pembetulan ! Hayana putrinya Mas Danendra .Aku tidak sepenting putrinya ,masanya aku diabaikan selama ini.Bu,sama saja dengan Tuan Danendra," gerutu Asha.Ibu Rani tersenyum.
" As , kamu sudah menikah. Tidak bisa bebas seperti masih gadis, yang bisa melakukan apa saja. Sekarang ada suami yang akan membatasimu. Kamu sudah tidak bisa seenaknya. Apapun yang kamu lakukan, harus izin suamimu," nasehat Ibu Rani kembali.
" Saya tahu Bu, saya tidak ingin memupuk tetapi saya berdoa agar segera ke nokta ."jawab Asha pelan yang hampir tidak kedengaran.
"Kamu hanya butuh waktu saja. Nanti ... kamu akan terbiasa," lanjut Ibu Rani kembali. Percakapan keduanya terhenti saat Hayana yang tadinya tenang sekarang berteriak kegirangan. Bermain dengan bantal-bantal di atas ranjang.
"Mamii," panggil Hayana. Gadis kecil itu sudah menjatuhkan tubuhnya ke atas tumpukan bantal sambil tertawa.
" Nana, jangan begitu. Nanti jatuh. Lagi pula, kasihan Oma ...lelah membereskannya," pinta Asha setelah melihat putrinya kembali menumpuk bantal dan bersiap menjatuhkan tubuhnya kembali. Baru saja Asha akan meraih tubuh Hayana, Ibu Rani sudah melarangnya.
"Biarkan saja, As ... namanya juga anak-anak.Paling dijaga saja biar tidak jatuh," ucap Ibu Rani.
"Ibu, nanti kalau sampai jatuh, aku yang dimarahi Tuan Dan.Hayana itu segalanya buatnya," sahut Asha .
"Ya, makanya dijaga, As," jelas Ibu Rani.
" Ya , Bu .Aku hanya anak seorang pembantu," celetuk Asha ,tersenyum kecut.
Setelah lelah bermain, Hayana lelah dan tertidur. Asha menggendong Hayana ke kamar Danendra. Asha menempatkan Hayana, di tengah kasur antara Danendra dan Asha. Danendra yang masih duduk bersandar di kepala kasur menatap laptop. Setelah itu, Asha keluar dari kamar. Hari ini Asha ingin tidur di kamar lama di belakang dapur. Dia ingin tenang. Danendra mengira Asha masih mengobrol dengan ibu Rani. Kamar lama Asha tidak ada AC hanya kipas angin di langit-langit . Asha merasa nyaman di kamarnya sendiri.
*** Keesokkan Harinya***
" Nana, ayo ... Mommy menyuapimu makan saja di teras samping, ya. Sambil melihat ikan koi," bujuk Asha .
"Mau ... mami," sahut Issabell, merentangkan kedua tangannya dan menunggu Asha menggendongnya.
"Bu, aku mau menyuapi Nana makan dulu," pamit Asha menggendong putrinya . Ibu Rani menatap Asha sambil tersenyum.
"Putriku sudah mulai dewasa. Rasanya belum lama ... aku yang menyuapinya makan. Sekarang dia sudah menyuapi putrinya makan," ucap Ibu Rani pelan. Asha sedang duduk di kursi kayu, di depan kolam ikan sembari menyuapi Hayana yang memberi makan ikan koi saat Danendra datang menghampiri mereka.
" As , Ramos tadi menghubungiku. Besok kita sudah harus kembali ke Jakarta." Danendra memilih duduk di samping Asha , ikut menemani gadis kecilnya yang sedang bercanda dengan ikan koi.Asha mulai menjauh jarak dari Danendra.
"Secepat itu, Tuan ?" tanya Asha .
"Aku harus bekerja, As ," sahut Danendra.
Asha menghela napas. Rasanya Asha belum rela meninggalkan Surabaya. Terlalu banyak kenangan di sini. Apa lagi ibunya belum tentu mau ikut tinggal bersama mereka di Jakarta.
" Tuan , apa aku dan Nana menyusul saja nanti.Jika Tuan keberatan meninggalkan Hayana, Tuan dan Hayana kembali dulu atau Tuan duluan kembali ke Jakarta," usul Asha dengan ragu.
"Tidak, As. Kamu dan Nana ikut pulang bersamaku besok," tegas Danendra, menatap istrinya yang sedang menyuapkan sesendok nasi tim ke mulut Hayana . Lidah Danedra sudah mulai terbiasa memanggil putrinya dengan panggilan Nana.
"Tapi, Mas ... aku belum sempat bicara dengan Ibu mengenai tawaranmu, Tuan." Asha beralasan.
"Nanti malam aku coba sampaikan lagi ke Ibu. Kalau Ibu tetap tidak mau, mungkin kita bisa cari waktu Iibur dan berkunjung ke sini lagi untuk membujuk ibu," jelas Asha. Danendra bisa melihat keraguan di mata Asha . Sedari tadi istrinya tidak menanggapi pembicaraannya. Hanya menghela napas berulang kali. Danendra hanya bisa tersenyum kecut.
"Jangan katakan kalau kamu keberatan kembali ke Jakarta karena si Dave itu!" ucap Danendra tiba-tiba.Asha menggeleng.
"Ti ... tidak, bukan karena Kak Dave.." jawab Asha spontan.
"Bagaimana aku harus menjelaskannya padamu, As. Kamu itu istriku, tidak pantas memikirkan laki-laki lain," ucap Danendra, menegaskan.
"Aku tidak pernah memikirkan laki-laki lain.Jika aku berpikiran begitu ,tiga tahun lalu aku sudah melakukannya. Jaga ayat -ayat,Tuan.Aku tahu batasku.Aku hanya tidak bisa meninggalkan Ibu sendirian di
sini. Aku masih ingin bersama Ibu," jelas Asha sedikit keras ,mengemukakan alasannya.Danendra tersenyum kecut seperti tidak percaya kata Asha.
"Nanti malam coba bicarakan dengan Ibu kalau masalahnya hanya di Ibu," ucap Danendra.Terlihat Danendra merengkuh tubuh mungil Hayana dan membawanya duduk di atas pangkuan. Danendra tidak mau berdebat dengan istrinya saat ini. Setiap kata yang keluar dari bibirnya, Danendra yakin hanya akan memancing pertengkaran.Asha sudah berani melawan .Pikiran Danendra teringat,amplop coklat masih di atas meja solek di kamarnya.
" Nana, lagi lihat apa?" tanya Danendra.
"Fish," sahut Hayana dengan lucunya. Tangannya menunjuk ke arah ikan yang sedang berenang di dalam kolam.
"Nana suka?" tanya Danendra lagi.
"Suka ... Daddy," jawabnya dengan lucu dan menggemaskan.
"Nanti kita buat di rumah Nana. Nana mau?" tanya Danendra lagi.
"Mau," sahut Hayana memajukan bibirnya.
"Kalau mau habiskan makananmu. Kasihan Mommy menyuapimu dari tadi tidak habis-habis," ucap Asha tersenyum.
" As, aku berencana meminta Isyana keluar dari rumah kita. Dia bisa tinggal di apartemen atau rumahku yang lain. Bagaimana menurutmu, As?" tanya Danendra, meminta pendapat.
"Hah. Memang kenapa, Tuan?" tanya Asha.
"Menurutku, ini yang terbaik untuk semuanya.Aku takut dia semakin kecewa saat melihat kedekatanmu dengan Nana. Kamu jangan pura-pura tidak tahu. Aku yakin, kamu mengetahui semuanya," ucap Danendra, menatap istrinya.
"Aku ... aku menurut saja. Tak pernah terlintas di benakku untuk merebut putri Kak Isyana darinya. Tuan lebih tahu mana yang terbaik untuk Kak Isyana.Rumah itu milikmu .Tuan yang menjaga dan memberi fasalitas kebutuhan Kak Isyana selama tiga tahun ini.Aku tidak mau tahu apa yang terjadi pada kalian berdua .Tuan yang lebih tahu," sahut Asha yang tidak menatap Danendra sama sekali , lalu berlalu masuk ke rumah, membiarkan Hayana bersama Danendra.
Asha sebenarnya lebih suka Isyana tinggal bersama mereka, tetapi yang dikatakan suaminya benar.Dan Asha sudah merasakan sendiri bagaimana sikap Isyana padanya sejak kedatangannya ke Jakarta. Kakaknya itu berubah. Mungkin Danendra benar, walau bagaimana pun Hayana adalah putri kandung Isyana. Pasti akan sakit melihat putri yang dikandungnya selama sembilan bulan, dilahirkannya dengan bertarung nyawa tetapi menganggap orang lain sebagai Ibu.Asha merasa salah ke kakaknya.Semuanya angkara Danendra.Asha harus mencari tahu apa yang terjadi antara kakaknya dengan sang suami.