"Benarkan dia sangat tampan?"
.... Bella tak menjawab, masih asyik mengamati Isaac yang tersenyum hangat saat melihat kedatangan Lily. Ah ... Senyum yang manis, membuat semua gadis menarik napas panjang dan dalam. Terpesona.
"Bel?" Lily mencubit Bella saat sahabatnya itu tak kunjung menjawab.
"Semua mata gadis-gadis memandangnya, Lily. Sungguh dia luar biasa hari ini. Dengan balutan jas mahal dan rambut licin itu! Sudah pasti dia akan menjadi bintang pada sore ini, mengalahkan mempelai pria." Bella telah berhasil menempatkan diri, berdiri di depan bersama Lily. Keduanya mendampingi Noir yang telah diserahkan oleh Harry –ayah Noir– ke tangan Bobby, calon suaminya yang tak kalah gempal.
"Benarkah? Semua melihatnya?" tanya Lily ingin tahu.
"Benar, untung saja kau sudah berdandan cantik, jadi tak akan ada yang merebut Isaac darimu!" Goda Bella sambil cekikikan, mengganggu prosesi sakral pengucapan janji suci pernikahan kedua mempelai.
"Ups." Bella mengaduh tertahan.
Lily mendadak tidak tenang. Memainkan jemarinya untuk menutupi kekaludan di dalam hati. Bagaimana kalau banyak wanita yang akan mendekati Isaac saat resepsi nanti? Pasti banyak wanita yang akan berlomba mendapatkan perhatin Isaac, mendapatkan kesempatan berdansa dengan pria itu.
"Sekarang kalian resmi menjadi sepasang suami istri, kau bisa mencium istrimu, Bobby." Peneguhan pemuka agama —bersamaan dengan tepuk tangan tamu undangan— membuat Lily tersentak, prosesi pemberkatan nikah telah selesai, saatnya acara selanjutnya. Acara yang paling ditunggu, apa lagi kalau bukan pesta dansa?
Seperti acara pernikahan pada umumnya. Mempelai akan berdansa di tengah taman bersamaan dengan para pengiring mereka. Lalu setelah itu para tamu bebas bercengkrama, menikmati hidangan, memberikan ucapan selamat, bahkan berdansa. Itu yang Lily khawatirkan. Bagaimana kalau setelah berdansa dengan Lily, Isaac akan berdansa dengan gadis-gadis lainnya?
Kau egois sekali Lily! Lily menggigit bibir, menuduh diri sendiri di dalam hati, tapi sungguh hati Lily merasa sebal, ingin memonopoli Isaac.
Dengan berakhirnya ciuman Noir dan Bobby, maka pesta dansa dimulai, musik lembut langsung menyahut. Mengiringi kedua mempelai memulai prosesi dansa mereka. Isaac tak mau ketinggalan, dengan segera pria jangkung itu menghampiri kekasihnya.
"Bolehkah saya mengajak Anda berdansa, Nona?" tanya Isaac formal. Ia mengulurkan tangan sambil membungkukan sedikit punggungnya.
"Isaac, jangan begitu. Aku malu." Lily menerima uluran tangan Isaac pelan-pelan. Wajah Lily menghangat saat Isaac mencium punggung tangannya.
Sambil tersenyum Isaac menggiring Lily ke tengah taman. Bersamaan dengan dua pasangan lain untuk berdansa. Isaac melingkarkan tangan pada pinggang Lily sementara tangannya yang lain menyentuh tangan Lily.
"Santai saja, Lily. Lakukan seperti yang aku ajarkan kemarin." Isaac berbisik, Lily menganguk.
Musik klasik mengalun lembut, mengiringi gerakkan-gerakkan indah mereka berdua. Isaac meletakkan dahi pada dahi Lily, menatap dalam-dalam bola mata hijaunya yang begitu indah. Lily memilih untuk menikmati detak jantung Isaac dan juga aroma parfumnya yang hangat.
"Kau cantik sekali hari ini, Lily," puji Isaac.
"Kata Bella kau juga sangat tampan. Ketampananmu membuat seluruh wanita di tempat ini terpesona." Lily setengah memuji, setengah mencibir. Tanpa sadar Lily merajuk karena cemburu.
"Kau merajuk? Cemburu?" Isaac terkikih.
"Ti-tidak!! Tidak kok!" Lily tergagap, takut ketahuan.
Isaac geli dengan tingkah malu-malu Lily. Benar-benar hal yang lucu saat kau bahagia karena luapan amarah dari orang yang kau cintai. Karena saat tahu dia cemburu, saat itu pula kau akan tahu betapa besar rasa cintanya padamu.
Isaac teringat Carl mendadaninya dengan setelan jas terbaik dan juga tatanan rambut licin. Semula Isaac menolak, takut terlalu berlebihan. Tapi kepala pelayannya itu tetap memaksa. Datang pada acara pernikahan harus dengan pakaian terbaik agar pemilik acara merasa dihormati. Isaac sempat mengeluh dengan wejangan Carl, namun setelah tahu reaksi Lily yang menggemaskan. Sepertinya Isaac harus berterima kasih kepada Carl atas wejangannya itu malam ini.
"Lelah?"
"Tidak."
"Kau bekerja semalaman, tadi pagi juga masih merapikan bunga. Sungguh kau tidak lelah?"
"Tidak, karena aku bersamamu, Isaac." Lily mengalungkan lengan pada leher Isaac, bergelayut manja di sana. Isaac menangkup pinggul Lily, mereka bergoyang pelan seirama dengan musik.
Music berubah, menjadi cepat dan juga penuh semangat. Gerakan dansa lembut berubah menjadi tarian penuh energi. Isaac membawa Lily ikut bergoyang. Mengajaknya menikmati pesta dalam luapan ke bahagiaan. Isaac menggenggam erat tangan Lily, mengajaknya berputar. Lily tertawa lepas saat tubuhnya terasa ringan karena mengikuti gerakan Isaac.
"Kau bahagia?" seru Isaac.
"Sangat!!" balas Lily tak kalah seru.
"Baguslah!!"
"apa kau juga bahagia?" tanya Lily.
"Tak pernah sebahagia ini sebelumnya," jawab Isaac.
Isaac memeluk Lily erat-erat begitu lagu berakhir, mengecup pucuk kepala Lily dengan napas yang masih menderu lelah. Gerakan tadi benar-benar membuat mereka berdua berkeringat. Tersenggal dengan luapan kebahagiaan. Isaac mengusap peluh pada dahi Lily dengan sapu tangan. Lily lagi-lagi harus merelakan jantungnya berloncatan.
Seluruh tamu undangan terlihat menikmati pesta. Mereka bersantap sajian sambil menikmati matahari memerah pada sore hari. Udara sejuk mulai berhembus. Lampu-lampu bolam mulai menyala, temeram kuning, memberi nuansa romantis pada jamuan. Bella menculik Lily dari samping Isaac, sedangkan Isaac berbincang dengan beberapa pria seumurannya di desa.
"Kau beruntung sekali, Lily!!" Bella memeluk Lily girang.
"Kau benar, Bella." Lily menarik sudut bibirnya selebar mungkin. Menandakan suasana hatinya yang begitu sumringah.
"Semua mata gadis tadi tak berkedip. Mereka iri padamu. Kau bisa mendapatkan pria sempurna seperti Isaac." Bella menepuk pundak Lily.
"Sayang sekali aku tak bisa melihat wajah Isaac. Anda saja aku bisa melihatnya." Lily tersenyum kecut.
"Apa kau mau aku menyebutkan ciri-ciri parasnya?" Bella mentowel pipi Lily. Menggoda sahabatnya itu.
"Kalau kau tak keberatan." Lily menggigit bibir, gemas.
"Isaac punya mata coklat hazel yang indah, Ly. Rambut dan alis nya tebal, berwarna coklat gelap, garis rahangnya tegas dan senyumannya sangat manis," tutur Bella, senyum Lily memudar. Entah kenapa justru bayangan wajah pria jahat yang merenggut mahkotanya kembali hadir. Bayangan wajah tampan yang memerah karena pengaruh alkohol. Saat itu Lily mengenali tiap inci wajahnya, mengenali cara pria itu menatapnya dengan mata hazel yang berkilat tajam. Menginginkannya seperti hewan buas yang menginginkan mangsanya. Menerkam Lily dengan kejam, sekeras apapun Lily mendorong pria itu tetap kembali, menghujam tubuh Lily lagi dan lagi.
"Lily kenapa diam saja??" Bella menggoncangkan tubuh Lily yang mendekam kaku.
"Kau ... kau bilang apa, Bella?" Lily menautkan alis. Ingin kembali mendengar penuturan Bella, kenapa ciri-ciri Isaac begitu mirip dengan pria itu.
"Mata hazelnya mempesona, rambut coklat dan senyumnya yang manis?" Bella bingung melihat ekspresi Lily, dengan ragu mengulang ciri-ciri wajah Isaac.
"A ... apa di dekat telinga kirinya ada tahi lalat?" tanya Lily, masih segar dalam ingatan Lily, tanda lahir Isaac berupa tahi lalat di dekat telinga.
"Benar, ada tahi lalat di dekat telinga kirinya." Bella mengangguk, masih belum paham.
Bruk!! Lily langsung terduduk. Kakinya lemas. Isaac punya ciri-ciri yang sama persis dengan pria itu.
"Lily, kau kenapa??" Bella terkejut. Harusnya respon Lily bahagia mengetahui ketampanan Isaac. Kenapa Lily malah bergidik ketakutan seakan-akan Isaac adalah monster menyeramkan, yang dengan buasnya bisa melahap Lily kapan saja.
Wajah Lily memucat, kenangan menyakitkan itu kembali hadir menorekan lara. Hatinya berdenyut sakit, rasa sesak mulai menghimpit jiwanya. Lily hampir menangis, namun berusaha tegar menahan air mata.
Deruan suara mobil menderu kencang. Membuat Lily dan Bella menoleh seketika. Suasana perhelatan yang hangat mendadak berubah tegang. Beberapa mobil masuk ke wilayah pekarangan keluarga Lincon. Semua orang memincingkan mata, mencari tahu siapa yang tidak sopan. Bertandang dengan rincuh, sengaja membuat gas mobil mereka menderu keras.
Beberapa orang pria dengan badan kekar keluar, mendampingi pemimpin mereka. Mata seluruh keluarga besar Lincon terperana. Begitu pula Isaac. Pria jangkung, dengan pandangan dingin dan kaku keluar. Sebuah cerutu kelas tinggi bersarang di antara bibir. Mengepulkan asap hasil pembakaran tembakau.
— BAHASA BUNGA —