Hari yang ditunggu tiba. Lily sudah terjaga sejak tengah malam, membuat buket bunga untuk dikenakan oleh pengantin wanita. Isaac tidak pulang ke villa, ikut berjaga semalaman. Membantu Lily membuat buket bunga untuk para pengiring pengantin dan hiasan rambut bagi gadis-gadis kecil.
Lily menggunakan bunga mawar berwarna salem, putih, dan merah jambu. Memilin semua jenis menjadi satu, menambahkan sedikit baby breath agar susunan bunga terlihat lebih padat. Lily memilin deretan bunga menjadi mahkota sebagai hiasan rambut para gadis kecil dan para pengiring mempelai wanita.
Isaac memberikan lebel satu per satu tiap karangan bunga. Rencananya bunga-bunga segar ini akan ditata esok pagi, Bella yang akan membantu Lily. Agar mudah Isaac memberinya lebel tempat di mana buang akan diletakkan.
Suasana di dalam toko bunga sepi, hanya bunyi gunting tanaman, gerakan tangan Lily, juga napas keduanya. Lily sesekali menyeka keringat atau memutar lehernya yang pegal. Terus menggerakkan tangan dan menunduk membuatnya lelah. Isaac berkali-kali melirik ke arah Lily, mulai khawatir.
"Beristirahatlah, Ly." Isaac mencoba mengambil alih pekerjaan Lily.
"Tinggal sebentar lagi aku selesai." Lily menolak anjuran Isaac.
"Kau harus beristirahat. Aku akan buatkan teh dan menghidupkan perapian. Udara semakin dingin menjelang musim gugur." Isaac bangkit, masuk ke dalam dapur, menyeduh teh bunga camomile.
"OK!" Lily tersenyum.
Setelah menerima secangkir teh buatan Isaac, Lily merasa lebih segar dan bersemangat. Mereka berdua masih tetap bekerja sampai akhirnya benar-benar selesai. Isaac mengamati Lily, menatap lamat-lamat wajahnya yang berseri bahagia.
Lily sangat menyukai seni merangkai bunga, gadis itu selalu tersenyum saat bunga berhasil terrangkai indah. Lily meletakkan hiasan rambut terakhir, sebelum merangkai buket bunga untuk Noir Lily memutuskan utuk rehat sejenak, kembali menikmati teh buatan Isaac.
"Ah, teh ini enak sekali," puji Lily.
"Berkatmu yang mengajarkan cara menyeduhnya."
"Tapi ini jauh lebih enak."
Isaac dan Lily tertawa sambil menyelesaikan pekerjaan mereka. Tak terasa secangkir teh yang menemani mereka pun telah habis. Berpindah dari cangkir ke dalam perut keduanya. Isaac bangkit, hendak masuk ke dalam kamar.
"Aku akan menambah api pada perapian agar kau bisa tidur, Lily."
"Terimakasih, Isaac," ucap Lily sambil menguap.
Saat Isaac kembali –dari menghidupkan perapian– mendapati Lily tertidur dengan kepala tergeletak di atas meja. Lily jelas terlalu lelah. Isaac menilik jam dinding, masih pukul 4 subuh. Masih ada dua jam sebelum persiapan pernikahan. Masih ada kesempatan bagi Lily untuk tidur, mengistirahatkan tubuh.
Isaac menggendong Lily kembali ke kamar. Menyelimutkan selimut ke atas tubuh ramping Lily. Isaac menghela napas pelan, mengelus rambut Lily dan mengamati tiap inci wajah polos Lily saat terlelap. Senyum tipis menghiasi wajah Isaac.
Lily tak pernah tahu, Isaac yang telah mengganti bunga calla lili layu dengan yang segar saat mengantarkannya. Lily tak pernah tahu kalau Isaac yang selalu memesan bunga, dan mengambilnya setiap hari. Lily tak pernah tahu kalau Isaac selalu mengembalikan gajinya ke dalam kotak kaca. Lily tak pernah tahu tiap malam bukannya pulang Isaac selalu menunggu Lily di depan toko sampai dia terlelap. Lily memang tak pernah tahu, tapi bagi Isaac, melihat senyum manis terkembang diwajah Lily, itu sudah sangat cukup baginya.
— Bahasa Bunga —