Chereads / BAHASA BUNGA / Chapter 22 - TULIP II

Chapter 22 - TULIP II

Sore hari tiba, sesuai permintaan teman-temannya. Isaac merayakan kelulusan dan juga kasus pertamanya di rumah. Rumah kecil yang dibeli Isaac dari hasil tabungannya sendiri itu terletak di dekat universitas negeri. Isaac membeli rumah itu karena repot bila harus bolak balik cukup jauh dari mansion keluarga ke universitas. Padahal tugas menumpuk, sedangkan waktunya terbatas.

Rumah dengan dua buah kamar tidur, pantry, dan ruang keluarga. Isaac merombak rumah mungil itu dengan menyatukan kedua kamar supaya luas. Isaac terbiasa memiliki ruang belajar yang menyatu dengan kamar tidur. Lebih ergonomis rasanya. Interior rumah tak jauh berbeda dengan pribadi pemiliknya, kaku, cukup sebuah sofa dan satu buah meja tamu kayu kotak. Ruang makaan juga hanya ada satu meja kecil dengan empat buah kursi. Tak ada banyak ukir-ukiran pada design perabotan.

Rumah ini sudah menjadi markas keempat sekawan itu sejak mereka berkuliah, menghabiskan waktu santai dan berpesta seperti kebanyakan mahasiswa lain. Isaac tak pernah keberatan, kadang ia mengizinkan teman-temannya berpesta sementara dirinya sibuk mengerjakan tugas di dalam kamar.

"Kalian sudah datang?" Isaac membuka pintu. Hujan gerimis masih mengguyur kota seperti saat siang tadi. Mereka bertiga datang dengan pasangannya masing-masing, para gadis cantik dengan rambut keriting dan anting bulat besar. Saling rangkul sambil sesekali mengecup pipi gadis itu, Isaac mengeryit dengan kelakukan teman-teman seangkatannya itu. Isaac berani jamin, wanita yang mereka bawa itu bukanlah wanita baik-baik.

"Kami datang secepat mungkin, Isaac," jawab salah satunya.

"Hujan sialan! Kapan akan berhenti?" tukas yang lain sambil melepaskan mantel. 

"Lebih baik langsung deras dan berhenti dari pada gerimis terus seperti ini." Wajahnya terlihat sebal. Hujan memang mengacaukan semua acara, membuat udara lembab.

"Sudah ayo kita menghangatkan diri. Keluarkan minumannya!" seru mereka.

Tak butuh waktu lama dan mereka bertujuh sudah hanyut dalam perayaan sederhana. Minum alkohol, mengobrol, menceritakan kisah masa lalu mereka saat berkuliah. Mereka terus menggoda Isaac, meledeknya terlalu kaku. Menyia-yiakan masa muda yang indah. Isaac tak peduli dengan ledekan mereka, memilih diam sambil menenggal alkohol, sesekali ia ikut tersenyum bila ada hal yang lucu.

Malam semakin larut, hujan turun semakin deras. Keempatnya semakin mabuk, terbuai pahit manisnya alkohol. Wajah Isaac merah padam, pria itu memang lemah dengan minuman keras. Para sahabatnya memeluk kekasih mereka masing-masing. Menyalurkan hasrat yang timbul karena pengaruh minuman keras, mereka bercumbu di depan Isaac.

"Sialan! Pulanglah kalau kalian hanya ingin berpacaran!" Isaac bangkit, menyahut sebotol minuman keras dari atas meja.

Mereka bertiga terlihat masih asyik dengan pasangan masing-masing. Berbagi kehangatan dan ungkapan hasrat yang kian memanas. 

"Hei, jangan bercinta di rumahku! Menjijikan!" Isaac melempar mereka dengan bantal sofa. Ketiganya tertawa lantang. Mereka tahu, sebagai sesama pria Isaac pun tak bisa menahan hasratnya.

"Hahaha, makanya jangan kaku!! Carilah wanita!"

"Apa perlu kami mencarikanmu wanita saat ini?" Sahut yang lain, mereka tertawa lantang. Keempat pria itu sudah mabuk, tak bisa berpikir jernih.

"Baik, carikan aku wanita!!" Isaac mengelus dagu dengan telunjuk dan ibu jari, berpikir untuk menanggapi candaan mereka –tanpa sadar.

"Okey!!" seru ketiganya bersemangat.

"Sudah sana pulang!! Aku mau tidur!" Isaac menenggak lagi botol minuman keras dan kembali ke kamar. Membanting pintu.

Ketiga teman Isaac tertawa, mereka memutuskan untuk mengakhiri pesta. Ingin memuaskan hasrat bersama wanita sewaan mereka masing-masing. Mereka menyuruh ketiga wanita itu untuk menunggu di dalam mobil, sementara mereka menghabiskan minuman dan rokok.

— Bahasa Bunga —