Sepi, prabotan teronggok bisu. Hanya menyisakan bunyi gemeretuk bunga api pada perapian. Lily kelelahan, menangis seharian membuat matanya pedih. Tak lama setelah tiba di rumah, Lily tertidur. Isaac mengelus rambut panjang merah milik Lily, gadis itu tertidur dengan kepala berada di pangkuan Isaac. Isaac tak berkeberatan, bahkan malah menyukainya.
Sepanjang perjalanan tadi mereka berdua diam membisu. Hanya suara deritan sepeda yang memecah keheningan senja. Bahkan indahnya matahari senja yang memerah tak bisa mengusir rasa sedih di hati keduanya.
Lily bersandar lemas pada punggung Isaac, memegang erat pinggang pria itu. Isaac mengeryitkan dahinya mencoba fokus pada jalanan setapak, menabahkan hati untuk menghilangkan bayangan kesedihan. Isaac menghela napas panjang. Harusnya perjalanan mereka kali ini, piknik mereka kali ini menyenangkan. Harusnya membahagiakan, namun justru Isaac mendapati hal yang begitu mengerikan dan menyedihkan dibalik kisah masa lalu Lily.
Sungguh ironi kisah mereka hari ini. Pagi tadi mereka memulai hari dengan kisah cinta penuh luapan rasa bahagia, dan sorenya mereka menutup hari dengan kisah cinta penuh luapan kesedihan.
Kenapa semua ini bisa terjadi?
Andai saja Lily tak pernah mengalami hal menyesakkan itu, apakah kisah mereka akan jauh lebih baik?
Atau bahkan mungkin Isaac tak akan pernah mengenal Lily?
Lidah api bermain dalam pantulan mata Isaac, membiusnya dalam kenangan akan bayangan masa lalu. Isaac mengusap wajah dengan kasar, melirik sekilas ke arah Lily yang tertidur nyenyak di atas pangkuannya. Isaac mendesah resah, ia mencengkram rambutnya sembari menengadah ke langit-langit ruangan. Hatinya terluka. Tidak, hatinya menjerit karena amarah.
Kepada siapa?
Tentu saja pada dirinya sendiri.
— Bahasa Bunga —