TULIP
Lambang kesempurnaan, penghargaan, dan ketulusan cinta
******
Gemeretuk kayu bakar di perapian mengiringi ingatan Isaac kembali pada masa satu tahun yang lalu, ah, tidak, mungkin sudah hampir dua tahun yang lalu. Saat itu hujan geremis mengguyur kota. Cuaca diakhir musim gugur selain dingin punya curah hujan yang tinggi. Intensitas hujan hampir menyentuh level 8 bila diperkirakan oleh laporan cuaca.
Hari itu Isaac berhasil menyelesaikan kasus pertamanya sebagai seorang pengacara. Karir pendidikan Isaac terbilang gemilang, lulus dengan nilai terbaik dalam waktu tercepat. Berkat dukungan ayahnya —kepala jaksa wilayah— tak lama Isaac langsung mendapatkan kasus pertama. Kasus itu bukan kasus kecil, namun juga tidak besar. Kasusnya cukup menyita minat awak media mengingat sengketa lahan itu telah berlangsung cukup lama dan alot.
Para wartawan yang meliput jalannya persidangan juga memuji kepiawaian dan sikap rendah diri Isaac. Pengacara yang memperjuangkan hak rakyat kecil memang masih jarang. Isaac juga meladeni semua permintaan foto dari para pelahap berita itu dengan ramah. Kamera dengan neon-neon flash bulat besar membidik kharisma Isaac. Foto hitam putih Isaac akan memenuhi pojok laman berita utama pada beberapa surat kabar selama sepekan ke depan.
"Ini dia pahlawan kita!!" Teman-teman Isaac memberikan tepuk tangan dan sanjungan begitu Isaac keluar dari ruang persidangan. Mereka mengacungkan jempol, memberikan bunga ucapan selamat. Isaac berhasil mengembalikan hak-hak rakyat kecil dari kekejaman pihak superior.
"Ayo kita rayakan!!" Salah satu dari mereka merangkul pundak Isaac. Isaac mengangguk setuju, satu bulan yang padat dan penat, tentu saja dia butuh refresing.
"Bar atau lounge?" tanya yang lain.
"Bagaimana, Isaac? Tentukanlah, ini pesta untukmu. Aku harap kau memilih Bar dan lepaskan keperjakaanmu itu!" Kikih yang lain, mereka berempat berjalan masuk ke dalam mobil.
"Ck, kalian tidak takut terkena penyakit? Tidur dengan sembarangan wanita." Isaac berdecak.
"Kaku sekali dirimu!" Mereka bertiga menertawakan Isaac, memang dari empat sekawan itu hanya Isaac yang tidak pernah sempat memikirkan urusan duniawi apalagi asmara. Bukan karena tidak laku, tapi didikkan keras orang tuanya —yang mengharuskan Isaac berhasil menjadi pengacara sukses— membuat Isaac kehilangan kesempatan itu.
"Kau mau merayakannya di mana?" tanya mereka lagi.
"Rumahku? Aku akan minta pelayan datang memasak untuk kalian!" Isaac tersenyum, yang lain mengeryit, "kau benar-benar pria kaku yang membosankan, Isaac!!"
"Tak perlu pelayan! Tak perlu memasak! Kami akan bawa sendiri minuman dan juga wanitanya!" sergah ke tiganya kompak.
"Dasar!" Isaac bergeleng.
— Bahasa Bunga —
Maaf, bukan bermaksud update sedikit, tapi saya memang per babag ya gaes updatenya 🥰🥰