Chereads / Pendekar Mabuk / Chapter 4 - 001.Pendekar Mabuk - Bocah Tanpa Pusar Eps4

Chapter 4 - 001.Pendekar Mabuk - Bocah Tanpa Pusar Eps4

Episode 4

KOMBANG Hitam semakin jengkel setelah

memanggil anak buahnya tiga kali, tapi tidak ada

jawaban. Cemas juga hatinya. Ia menyangka anak

buahnya telah mati oleh serangan tenaga dalam yang

tersembunyi.

"Rupanya aku perlu unjuk diri biar orang itu tahu

siapa aku!" gumam Kombang Hitam.

Tangan kirinya menggenggam kuat-kuat. Ia

memusatkan tenaganya di tangan kiri itu. Tangan yang

menggenggam itu ditekuk naik sampai di batas dada.

Lalu, dengan kaki sedikit merendah tangan itu

dihentakkan membuka ke arah depan. Huup...!

Dueerr...!

Sebuah ledakan terjadi. Tangan itu mengeluarkan

cahaya biru kehijauan. Cahaya tersebut meluncur cepat

dan menghantam sebuah pohon besar. Pohon tersebut

meledak, akarnya terangkat naik. Tumbang dalam

keadaan hangus. Napas Kombang Hitam pun ditarik

panjang. Ditahan dalam dadanya. Kemudian

dihembuskan pelan-pelan melalui mulutnya yang

sedikit ternganga.

Waktu itu, bocah berkulit sawo matang itu

menutup kedua telinganya sambil merendahkan badan.

Ia sangat ketakutan mendengar suara ledakan begitu

kerasnya, ia merasa ngeri melihat pohon sebesar gajah

tumbang bersama akar-akarnya. Kakinya gemetaran

bagai tak mampu dipakai berdiri lagi. Namun matanya

masih mencuri pandang ke arah Kombang Hitam,

karena hatinya ingin tahu apa lagi yang dilakukan orang

berwajah sangar itu.

Dueer...! Dueer...!

Dua pohon besar berjarak jauh kembali tumbang

oleh sentakan tenaga dalam Kombang Hitam. Matanya

tetap memandang liar pada keadaan sekeliling. Karena

hal itu ia lakukan dengan harapan orang yang

bersembunyi segera menampakkan diri. Tetapi yang

ada hanya sepi tanpa bunyi. Bau hangus tercium. Itulah

bau pohon yang terbakar karena sinar biru kehijauan

dari telapak tangan Kombang Hitam.

"Keluar kau, pengecut!" bentak Kombang Hitam.

Suto pelan-pelan berdiri. Mulai melangkah mendekati

Kombang Hitam dengan penuh perasaan takut. Memelas

wajahnya.

"Hei, kenapa kau mendekat? Kenapa berdiri dari

jongkokmu?"

"Bukankah kau menyuruhku keluar?"

"Bukan kamu, Bodoh! Orang yang bersembunyi

entah di mana, itu yang kusuruh keluar dari

persembunyiannya!"

Suto tersenyum sinis bernada mengejek.

"Tetaplah di tempatmu! Kau akan kubunuh setelah

penyerang gelap itu kubereskan!"

"Coba saja!" jawab Suto dengan makin

menjengkelkan. Ia kembali ke tempatnya dan

berjongkok sambil siap-siap memegangi kedua

telinganya, menutup dengan kedua telapak tangannya.

"Anak bodoh!" geram Kombang Hitam lagi sambil

mendengus kesal. "Belum-belum sudah tutup telinga!"

Rupanya Kombang Hitam sengaja membiarkan

suasana hening beberapa jurus. Ia menunggu

kemunculan penyerang tersembunyi. Ia memandangi

kudanya yang sekarat. Mati tidak, namun tak punya

kemampuan untuk berdiri lagi. Semakin jengkel hati

Kombang Hitam jika melihat keadaan kudanya yang

menderita.

"Tak seberapa tinggi sebenarnya ilmu orang yang

bersembunyi itu," pikirnya. "Sayang aku tidak bisa

mengetahui di mana dia bersembunyinya." Matanya pun

segera memeriksa ke atas, siapa tahu penyerang

geIapnya itu ada di atas pohon. Ternyata tidak ada apa

apa di sana. Penasaran sekali hati Kombang Hitam

jadinya.

Setelah Iama dirasakan keadaan sepi dan aman,

maka Kombang Hitam pun segera mendekati Suto.

Pandangan matanya penuh selera untuk membunuh sisa

keturunan Ronggo Wiseso itu. Suto menjadi sedikit

ngeri, memandang dengan penuh perasaan waswas.

Jongkoknya pun bergeser sedikit demi sedikit.

Wusss...!

Angin berhembus begitu cepatnya. Kombang Hitam

terkesiap sebentar. Pandangan matanya terarah ke

kanan bagai mengikuti kelebatan angin yang baru saja

melintas di depannya. Ketika pandangan matanya

kembali ke arah Suto, mata itu pun terbelalak lebar.

Napasnya bagai tersentak berhenti.

Bocah telanjang dada itu sudah tidak ada. Lenyap.

Karuan saja Kombang Hitam menggeram penuh

kemarahan. Matanya menjadi liar memandang

sekeliling.

"Babi buntung! Siapa yang berani mengganggu

sasaranku itu!" geramnya dengan langkah mundur

berkeliling, matanya mencari-cari seseorang yang

diduganya telah melenyapkan Suto. Sikapnya telah

menandakan siap bertarung dengan makhluk jenis apa

pun. Tangan keduanya selalu mengencang walau tidak

mengepak kuat. Urat-uratnya menegang. Setiap

langkah kakinya membentuk kuda-kuda yang tak mudah

dirobohkan sewaktu-waktu.

"Hi, hi, hi...!"

Terdengar suara tawa mengikik bagai suara peri.

Suara itu datangnya dari salah satu dahan pohon. Maka

segeralah kepala Kombang Hitam mendongak ke atas.

"Jabang bayi...!" gumamnya penuh geram. Ia

menatap tak berkedip. Ia tak menyangka di atas sana

ada seorang perempuan berambut panjang terurai.

Wajah nya cantik dengan potongan tubuh yang

membuat mata lelaki sukar berkedip. Perempuan itu

mengenakan pakaian serba merah dengan jubah ungu

muda. Ia menggendong Suto yang rupanya dalam

keadaan pingsan karena pengaruh totokan jalan

darahnya.

Kombang Hitam segera berseru, "Ooo... rupanya

kau yang menggangguku sejak tadi. Turunlah! Kita

selesaikan apa kemauanmu!"

"Dengan senang hati, Kombang Hitam. Hi hi hi...!"

Kombang Hitam mundur dua langkah ketika

perempuan berjubah ungu itu melompat turun dari atas

pohon. Gerakannya memutar bagaikan baling-baling

lurus ke bawah. Jubah dan rambutnya pun

mengembang, berputar mengikuti gerakan tubuh.

Beberapa daun pohon menjadi runtuh. Rupanya

kibasan rambut dan jubahnya mempunyai kekuatan

tersendiri yang mampu meruntuhkan dedaunan, baik

daun yang tua maupun yang baru tumbuh. Akibatnya,

tubuh Kombang Hitam banyak ditimbuni dedaunan

berukuran kecil-kecil. Kombang Hitam merasa kagum,

namun juga merasa jengkel karena sibuk menghindari

dedaunan, menepis-nepis daun yang mengotori rambut

dan bagian tubuh lainnya.

Jlig...!

Kaki perempuan itu menapak di tanah dengan

mantap. Tak goyah sedikit pun. Ia tersenyum sambil

menaburkan tawa cekikikan. Namun ia dibuat

terperanjat melihat Suto telah sadar dan melompat

turun dari gendongannya. Buru-buru perempuan itu

meraih lengan Suto dan menahan agar anak itu tidak

lari pergi.

"Tetaplah di belakangku, Nak! Kulindungi kau dari

si rakus, Begal Utara itu!"

Suto menurut. Ia merasa dapat pelindung walau ia

masih belum jelas apa yang baru saja dialami. Merasa

seperti dirinya sedang terbang sekejap. Sementara itu,

dalam hati perempuan berjubah ungu berkata, "Ada

yang telah melepaskan totokanku pada Suto. Hmm...

siapa orangnya? Apakah Kombang Hitam itu yang

melepaskan totokanku dari jarak jauh? Kurasa tak

mungkin. Hmmm... baik. Kutunggu saja orangnya. Pasti

nanti akan muncul!"

Mata Kombang Hitam tidak bisa berkedip melihat

kecantikan terpapar di depannya. Kemarahannya

tertunda sejenak. Hatinya berdebar-debar indah.

Senyumnya pun menampakkan senyum otak mesum.

Tetapi, Kombang Hitam tetap waspada. Ia tahu

perempuan itu berilmu tinggi, tak harus diremehkan.

Dari gerakan turunnya tadi, Kombang Hitam sudah bisa

merasakan hembusan tenaga dari dalam gerakan

tersebut. Runtuhnya dedaunan pun bisa dijadikan

bukti, dan membuat Kombang Hitam sempat memuji

dalam hati.

"Kenapa kau terbengong saja, Kombang Hitam?"

"Kau tahu namaku, rupanya?"

"Aku lebih tahu namamu daripada rupamu. Kau

Ketua Begal Utara yang lebih banyak memperkosa

daripada mengeruk harta. Benar, bukan?" perempuan

itu tersenyum. Cantiknya bukan main.

Kombang Hitam kian berdebar-debar. Biasanya, ia

tidak bisa diam jika melihat perempuan mulus sedikit.

Tak perlu cantik asal mulus dan menggairahkan,

Kombang Hitam dan anak buahnya langsung menjadikan

perempuan itu sebagai sarana pesta cinta. Tapi

agaknya kali ini Kombang Hitam tidak boleh gegabah,

tidak berani bertindak sembarangan. Bahkan tiap

langkah nya pun diperhitungkan.

"Siapa kau sebenarnya, Perempuan Cantik?"

"Hi hi hi.... Namamu sudah cukup dikenal di rimba

persilatan. Lucu sekali kalau kau sendiri tidak

mengenaliku. Memang baru kali ini kita bertemu?"

"Tepat sekali. Baru sekarang kita bertemu. Jadi,

sebutkan siapa dirimu sebelum kemarahanku mencapai

ubun-ubun lagi."

Perempuan itu tertawa sinis, "Jangan coba-coba

mengancamku, Kombang Hitam. Riwayatmu akan

segera habis kalau tidak lekas-lekas meminta maaf

padaku."

"Mungkin harus kugunakan permintaan maaf dengan

ciuman atau pelukan mesra. He he he...!" Kemudian

kedua kaki Kombang Hitam mulai merendah sedikit.

Tangannya mengambil sikap siap menyerang. Tangan

itu bergerak pelan dengan urat-urat mengencang,

bertonjolan dari lengan sampai ke jari-jarinya.

"Aku jadi penasaran mendengar nyalimu sebesar

gunung itu, Sayang! Tapi aku yakin ilmumu hanya

sebesar upil!"

Perempuan itu tetap diam dengan kaki sedikit

merenggang tegak. Dagunya sedikit terangkat

menampakkan keangkuhannya. Matanya bergerak

mengikuti langkah kaki Kombang Hitam yang mencari

kesempatan baik untuk menyerang. Makin lama gerakan

kakinya semakin dekat dengan perempuan itu. Sampai

satu ketika ia berbalik bagai memutar tubuh, dan

dengan cepat kaki kanannya menjejak ke belakang.

"Hiaaat...!"

Tap...! Tuk...!

Kaki itu ditangkis dengan tangan kiri oleh

perempuan berjubah ungu, lalu tangan kanannya

menyentil mata kaki Kombang Hitam. Seketika itu

Kombang Hitam terjungkal sambil berteriak keras.

"Waddoow...!"

Brukkk!

Tubuh Kombang Hitam berguling-guling di tanah.

Selain tubuhnya seperti mendapat serudukan tiga ekor

banteng, juga kakinya seperti dihantam dengan batang

kayu yang amat keras. Sakitnya bukan main.

Tetapi Kombang Hitam segera menarik napas untuk

mengurangi rasa sakitnya. Kalau bukan Kombang Hitam,

pasti mata kaki itu sudah pecah. Setidaknya akan

memar membiru, atau bengkak.

"Boleh juga mainanmu!" geram Kombang Hitam

masih penasaran. Ia bersiap menyerang kembali. Kali

ini tangannya mengembang lebar dengan satu kaki

terlipat ke depan, mirip seekor rajawali hendak

menerjang lawannya. Perempuan itu masih diam tak

bergerak. Namun ketika Kombang Hitam melancarkan

pukulan jarak jauhnya yang tingkat menengah, tiba-

tiba tubuhnya sendiri yang terpental ke belakang dan

membentur batang pohon besar. Bukkk...!

"Hegghh...!" Matanya mendelik, mulutnya

ternganga. Untung saja pedangnya tidak patah akibat

benturan kuat itu.

Kulit pohon itu terkelupas dan sedikit koyak. Itu

pertanda benturan tubuh Kombang Hitam begitu

kerasnya, hingga membuat kulit pohon koyak. Untung

saja Kombang Hitam mempunyai kekuatan yang cukup

besar, sehingga tubuhnya tidak lecet dan tulangnya

tidak ada yang patah.

"Edan! Tenaga dalamku dikembalikan begitu saja

tanpa ada gerakan sedikit pun?!" pikir Kombang Hitam

dengan terheran-heran.

Rupanya ia masih penasaran. Ia segera bangkit dan

menggeram. Kini sekujur tubuhnya mengeras, hingga

semua otot tubuhnya bagai bertonjolan lebih jelas lagi.

Tangannya mengembang dengan kedua telapak tangan

mengeraskan jemari, bagai cakar garuda yang kokoh.

Wajah bengisnya pun semakin terlihat jelas. Amat

menyeramkan bagi orang lain.

"Terimalah 'Cakar Kumbang Mesra'-ku ini, Jahanam!

Hiaaat...!" Kedua telapak tangan dengan jari-jari yang

mengeras itu mulai mengepulkan asap. Ujung-ujung

jarinya membara bagaikan besi terpanggang api. Jelas

akan hangus jika benda apa pun yang tersentuh jemari

'Cakar Kumbang Mesra' itu.

Kombang Hitam menggerakkan tangannya dengan

cepat dan kuat. Dihantamkan dulu pada batang pohon

besar. Crak, crak, crak...!

Di balik pohon tempatnya bersembunyi, Suto

membelalakkan mata melihat pohon yang terkena

cakaran Kombang Hitam itu hangus di beberapa

tempat. Membekas hitam dan masih mengepulkan asap.

Memang di hati Suto ada perasaan ngeri, tapi hatinya

berkata, "Hebat sekali ilmunya. Tapi suatu saat aku

harus bisa menandingi ilmu seperti itu!"

Kombang Hitam menggeram, matanya tertuju pada

perempuan tersebut. Lalu katanya, "Lihat pohon itul

Tidakkah kau sayang pada tubuhmu yang mulus jika

sampai terkena 'Cakar Kumbang Mesra'-ku ini, hah?!"

Perempuan itu hanya tersenyum tipis, lalu

menjawab, "Gantilah namanya menjadi jurus 'Cakar

Bebek'. Karena pohon itu tidak mengalami perubahan

apa-apa."

Fuih...! Perempuan itu meniupkan napasnya dengan

pelan. Tapi membuat rambut Kombang Hitam

tersingkap ke belakang bagai dihembus angin kencang.

Ia segera menatap ke arah pohon yang tadi habis

dicakarnya tiga kali itu. Dan matanya menjadi

terbelalak kaget, karena bekas hitam yang

mengepulkan asap pada batang pohon itu sudah tidak

ada. Lenyap sama sekali. Tanpa bekas sedikit pun.

Keadaan pohon menjadi utuh seperti sediakala.

Terperanjat lagi Kombang Hitam begitu mengetahui

ujung-ujung jarinya yang tadi merah membara itu

sekarang dalam keadaan padam. Bahkan mengandung

bintik-bintik putih seperti busa. Setelah diperhatikan

baik-baik, ternyata busa-busa salju.

"Gila!" sentak hati Kombang Hitam. "Dia bisa

memadamkan bara panas dari ilmu 'Cakar Kumbang

Mesra' ku?! Bahkan bisa membuatnya menjadi dingin

membeku. Setan mana perempuan ini sebenarnya?"

Kombang Hitam masih membelalakkan mata dengan

rasa heran dan kagum. Ia mengusap-usapkan jemarinya

ke baju sambil memandang tajam pada perempuan

berjubah ungu itu. Hati Kombang Hitam kembali

berkata-kata.

"Kalau kulanjutkan, matilah aku! Perempuan ini

ternyata berilmu tinggi. Dia bukan tandinganku.

Pedangku pun tak akan mampu melawan!"

Mulai ciut nyali Kombang Hitam. Mulai gentar

hatinya. Dan ia pun bertanya, "Siapa dirimu

sebenarnya?!"

"Jadi, kau belum pernah berhadapan dengan

Bidadari Jalang?"

Terperanjat wajah Kombang Hitam seketika itu.

Matanya melebar tegang, dan ia menggumam jelas.

"Bidadari Jalang...?!"

"Itulah aku!" jawab perempuan berjubah ungu.

Tegas dalam senyum yang angkuh.

Wajah keras dan bengis itu menjadi lunak. Mulai

ada keraguan di wajah itu. Kombang Hitam mundur

satu langkah begitu mengetahui perempuan cantik itu

adalah Bidadari Jalang. Nama itu sangat dikenal di

rimba persilatan. Bukan hanya dikenal banyak orang,

melainkan menjadi tokoh yang disegani dan ditakuti

oleh beberapa kalangan persilatan.

"Pantas tenaga dalamnya begitu hebat, dan sentilan

jarinya seberat itu," pikir Kombang Hitam saat itu, lalu

pikirannya melayang pada kisah berdarah di Pantai

Muara Tungkai. Ia hanya mendengar kisah itu, di mana

Bidadari Jalang mengalahkan pendekar-pendekar dari

dataran Tibet yang hendak memporak-porandakan

tanah Jawa. Padahal tiga pendekar Tibet itu terkenal

sakti dan berilmu tinggi-tinggi. Jika tiga pendekar Tibet

saja bisa dikalahkan oleh Bidadari Jalang, apalagi

dirinya sendiri?

Berpikir juga Kombang Hitam ingin menghadapi

Bidadari Jalang. Dia tahu, perempuan itu dikenal pula

sebagai bidadari yang bisa kejam, bisa romantis. Dan

kalau kekejamannya tiba, tak pernah mengenal kata

ampun dan hidup. Pasti lawannya dibuat hancur tanpa

bisa dimakamkan jenazahnya.

"Kau sudah menjadi patung, Kombang Hitam?" sindir

Bidadari Jalang. Kombang Hitam segera melepaskan

diri dari renungannya.

"Aku heran padamu, Bidadari Jalang. Aku tidak

punya urusan denganmu, mengapa kamu mengusik

urusan pribadiku?"

"Bukankah kau ingin membunuh anak ini?"

"Ya. Karena dia keturunan Ronggo Wiseso. Aku

punya dendam pribadi dengan Ronggo Wiseso, dan

harus membunuh anak itu!"

"Itu berarti kau punya urusan denganku."

"Mengapa begitu, Bidadari Jalang?"

"Karena aku menghendaki anak ini tetap hidup,"

jawabnya dengan kalem. Senyum pun kembali mekar,

manis namun angkuh.

Bingung juga Ketua Begal Utara itu. Untuk merebut

Suto jelas sesuatu yang tak mungkin. Bisa-bisa

nyawanya melayang tanpa arah yang pasti. Untuk

membujuk Bidadari Jalang, agak sulit juga menurutnya.

Tapi ia tetap mencobanya dengan bujukan.

"Apakah kau ada di pihak Ronggo Wiseso, Bidadari

Jalang?"

"Aku ada di pihakku sendiri."

"Lalu, mengapa kau menghendaki anak itu tetap

hidup?"

"Itu urusanku. Apakah kau ingin merebutnya dari

tanganku?"

Kombang Hitam menarik napas. Tampak gelisah, ia

pun berkata, "Jangan sampai kita saling bermusuhan,

Bidadari Jalang. Terus terang saja, aku adalah salah

satu pengagum kehebatanmu. Tak mungkin aku

melawan orang yang kukagumi di seluruh rimba

persilatan ini. Jadi, sebaiknya dengan rendah hati, aku

meminta kepadamu agar Suto kau serahkan padaku.

Biar impas dendamku kepada keluarga Ronggo Wiseso."

"Aku keberatan," jawabnya bernada ketus.

"Kuharap kau tidak berkata demikian, Bidadari

Jalang."

"Aku tidak bisa menyerahkan anak ini kepada siapa

pun. Lupakanlah tentang anak ini. Anggap saja ia tidak

lahir dari darah keturunan Ronggo Wiseso!"

"Tidak bisa, Bidadari Jalang. Aku harus membunuh

anak itu."

"Aku melindunginya. Mau apa kau sekarang?"

tantang si cantik bermata indah itu.

Hal itu membuat Kombang Hitam menjadi semakin

lesu. Wajah bengisnya benar-benar surut bagaikan

pelita kekurangan minyak. Sinar matanya yang semula

berapi-api penuh nafsu membunuh, sekarang justru

penuh ungkapan mengiba, mohon dibelaskasihani.

Tetapi agaknya Bidadari Jalang tetap pada

pendiriannya, untuk tidak menyerahkan Suto kepada

Kombang Hitam.

"Kurasa aku tak perlu menghabiskan waktu terlalu

lama di sini," kata Bidadari Jalang.

"Tunggu sebentar," sergah Kombang Hitam ketika

Bidadari Jalang mau pergi membawa Suto. Ia buru-buru

berbalik dan memandang dengan sorot mata yang

tajam.

"Mau apa lagi kau? Haruskah aku menghancurkan

tubuhmu yang seperti badak itu?!"

"Hmmm... anu... tidak. Bukan begitu maksudku,

tapi...."

"Aku tidak punya waktu lagi."

Bidadari Jalang berkata kepada Suto yang sejak

tadi berada di balik pohon, bersembunyi. "Bocah bagus,

kemarilah. Kita pergi bersama ke rumahku. Mari,

kemarilah...."

Tiba-tiba tubuh Suto terangkat naik. Melayang-

layang di udara, lalu bergerak cepat ke suatu arah.

Bidadari Jalang terperanjat, demikian pula Kombang

Hitam. Mereka tidak menyangka sama sekali kalau Suto

mempunyai ilmu peringan tubuh yang begitu

sempurnanya, sehingga bisa melayang terbang

menjauhi Bidadari Jalang dan Kombang Hitam.

"Edan! Rupanya bocah itu punya ilmu juga?!"

gumam Kombang Hitam dengan terheran-heran.

"Hiaaat...!" Bidadari Jalang melompat dan bersalto

di udara dua kali, lalu rambutnya berkelebat mengikat

ke tubuh Suto, menjerat kuat sehingga anak itu tertarik

ke tubuhnya. Lalu, Bidadari Jalang memeluk bocah itu.

Kakinya kembali memijak tanah dalam keadaan

memeluk Suto. Sementara itu, wajah Suto sendiri

tampak terperangah dan terheran-heran dengan apa

yang terjadi saat itu.

Belum sempat Bidadari Jalang menarik napasnya

tiba-tiba tubuh Suto meluncur naik, licin bagaikan belut

dan kembali melayang di udara dalam keadaan bersalto

tiga kali putaran.

"Woaaaw...!" teriak Suto kebingungan karena

merasa terbang tak tentu arah.

Tappp...!

Tubuh bocah itu jatuh dalam pelukan lelaki tua.

Rasa heran Kombang Hitam belum habis saat melihat

tubuh Suto melayang lepas dari pelukan Bidadari

Jalang. Sekarang keheranannya kembali bertambah

begitu melihat kemunculan lelaki berambut putih

dengan jubah kuning. Mata Kombang Hitam kian

terbelalak, karena ia tahu siapa kakek tua bertongkat

kayu hitam itu.

"Si Gila Tuak..:?!" sebut Kombang Hitam tak sadar.

Kakek itu tersenyum tawar. Kombang Hitam melangkah

mundur lagi.

Buat Kombang Hitam, kemunculan si Gila Tuak

memang menggetarkan hati, sebab ia tahu siapa Gila

Tuak. Tokoh terkuat di pihak golongan putih, yang

sudah tujuh tahun tidak menampakkan diri di rimba

persilatan. Kombang Hitam pernah melihat sendiri

pertarungan Gila Tuak dan Penguasa Tanah Neraka

yang bergelar Malaikat Tanpa Nyawa. Pada waktu itu,

Malaikat Tanpa Nyawa nyaris menguasai rimba

persilatan di separo tanah Jawa sebelah timur. Tapi

tokoh dari golongan hitam itu akhirnya tumbang di

ujung tongkat si Gila Tuak. Sedangkan Malaikat Tanpa

Nyawa itu adalah Ketua Rampok Wetan, di mana dulu

Kombang Hitam pernah menjadi anak buahnya.

Namun kehadiran si Gila Tuak tidak terlalu

membuat Bidadari Jalang terheran-heran seperti

Kombang Hitam. Bidadari Jalang hanya tersenyum sinis

dan berkata, "Kali ini kau muncul lagi, Gila Tuak! Dan

kali ini kau mencampuri urusanku lagi."

"Nyai Nawang Tresni," panggil si Gila Tuak

menyebut nama asli Bidadari Jalang, "Jangan sangka

hanya kamu yang membutuhkan anak ini, tapi aku pun

membutuhkannya."

"O, begitu?" kata Nyai Nawang Tresni alias Bidadari

Jalang, ia cukup tenang dan kalem. Kombang Hitam

semakin waswas. Ketika si Gila Tuak berkata, "Rupanya

kau punya murid baru, ya?" sambil melirik Kombang

Hitam, lelaki yang dilirik itu menjadi semakin

berdebar-debar. Ia buru-buru menyela perkataan.

"Maaf, Gila Tuak... aku bukan murid Bidadari

Jalang. Hmm... sebenarnya anak itu adalah bagianku.

Tapi, kalau kau menghendaki, silakan ambil. Aku

mohon diri dari hadapan kalian!"

Tanpa mengulang kata-katanya lagi, Kombang

Hitam segera kabur. Melompat ke semak belukar

menghilang dengan kecepatan tinggi. Agaknya Kumbang

Hitam tak mau ambil risiko lebih parah lagi. Bertemu

dengan dua tokoh sakti itu, sama saja bertemu dengan

liang kubur. Kombang Hitam lebih memilih mengalah,

membiarkan bocah ingusan itu menjadi bahan rebutan

mereka.

Tetapi dalam hati Kombang Hitam sempat

bertanya-tanya, mengapa kedua tokoh kondang yang

banyak ditakuti lawan itu memperebutkan keturunan

Ronggo Wiseso? Apa kehebatan Suto sehingga

diperebutkan oleh kedua tokoh utama itu? Dan jika

terjadi pertarungan antara Bidadari Jalang dengan si

Gila Tuak, mana yang lebih unggul? Mampukan si Gila

Tuak menumbangkan perempuan berilmu sangat tinggi

itu, atau sebaliknya?

*

* *