Chereads / TWINS IN TROUBLE / Chapter 9 - Chapter 9

Chapter 9 - Chapter 9

"Motor si cupu udah nggak bocor lagi tuh," ucap Devika pada Rintan.

"Diapain lagi enaknya tuh, anak kampungan yang sok-sokan sekolah di SMA ternama ini," sahut Rintan pada Devika sembari mengerutkan keningnya masih memperhatikan Revan.

"Kalian ada rencana apalagi mau mengerjai Revan? Masih kurang kah kemarin siang sama kemarin sama Revan mendorong motornya ke rumah?" tanya Winda pada Rintan dan Devika.

"Nggak aku mau pulang aja, aku duluan ya," jawab Devika pada Rintan dan Winda.

Rintan dan Winda menganggukan kepala mereka bersamaan dan Devika pun melaju pulang meninggalkan mereka berdua di sekolah. Sementara itu Revan sekarang sudah melaju pulang menuju ke rumahnya meninggalkan sekolah karena dia akan segera membantu ayahnya berjualan bakso keliling kampungnya.

Rintan hanya diam dan tidak berniat untuk membully Revan lagi mungkin sekarang tidak tapi besok dia akan melakukan rencana yang lebih untuk membuat remaja laki-laki itu tidak tenang di kelas.

Mobil pribadi Rintan datang dan dia langsung masuk ke dalam mobil melaju pulang menuju ke rumahnya. Sementara Winda dia juga sudah dijemput oleh papanya.

**

***

Seorang remaja laki-laki dengan menggunakan kaos berwarna biru serta celana warna hitam dan menggunakan topi warna hitam berjualan bakso keliling dengan beralaskan sendal biasa.

"Bakso barokah, enak dan murah ayo dibeli!!" itulah slogan Revan selama menjual bakso keliling di kampungnya.

Ada dua orang ibu-ibu dengan menggendong bayi mereka masing-masing untuk membeli bakso pada Revan yang sudah berjalan menghampiri kedua ibu-ibu itu.

Dua orang ibu-ibu itu mengelus perut mereka dan mengatakan.

"Semoga nanti gedenya anak saya seperti kamu, udah ganteng, pintar, pendiam, berbakti sama kedua orang tua," ucap ibu-ibu itu pada Revan dan hanya dijawab senyuman tipis oleh Revan.

"Ibu bungkus baksonya lima ya," sahut ibu-ibu yang berdiri di depan gerobak Revan.

"Iya bu," ujar Revan pada ibu-ibu itu.

"Saya bungkus dua,"

Revan membungkus kan 7 bungkus bakso dan kemudian diberikan kepada 2 ibu-ibu yang membeli baksonya itu. Selesai itu Revan melanjutkan jualannya lagi di gang yang ada di depan yang pasti sangat ramai pembeli langganan yang ada di sana.

Dan benar saat Revan sampai di gang yang ada di depan banyak ibu-ibu dan juga anak-anak yang menunggu baksonya datang.

"Kak Rivan tadi aku nunggu kak Revan lama... banget. Dan nggak datang-datang," ujar anak kecil yang memegang uang 20 ribu ditangannya sembari diberikan pada Revan.

"Adik mau beli bakso berapa?" tanya Revan pada anak kecil itu sebelum menerima uang itu.

"Kalau uangnya aku kasih ke kakak semua aku dapat bakso berapa bungkus kak?" tanya balik anak kecil itu pada Revan.

"Dapat empat bungkus, bakso besarnya dua kecilnya enam," jawab Revan apa adanya.

Bakso Revan memang semurah itu dan memang sudah dari awal dirinya dan ayahnya berjualan dengan harga harga rp5.000 dan isinya banyak.

"Wah.. aku habis nggak ya beli empat bungkus?" tanya anak kecil itu pada Revan.

"Kamu mama suruh beli empat, udah kamu kasih belum uangnya?" tanya seorang ibu-ibu yang tidak lain adalah ibu dari anak kecil itu yang tadi dia suruh untuk membeli bakso dari Revan sebanyak 4 bungkus.

Anak kecil itu hanya berisi air tidak berdosa dan Revan ikut tertawa kecil melihat ekspresi anak kecil itu. Revan kemudian melayani bakso sebanyak 4 bungkus itu dan kemudian diberikan kepada ibu-ibu yang tengah tersenyum manis pada dirinya.

Selesai melayani 4 bungkus, Revan beralih ke lima ibu-ibu yang sedari tadi sudah antri membeli bakso padanya. Revan berjualan bakso sampai hari menuju petang dan saat baksonya sudah habis dia baru pulang.

Saat ini remaja laki-laki itu sudah sampai di rumahnya dan dia langsung mendudukkan dirinya di ruang tamu sembari menyenderkan punggungnya terasa lelah. Tidak jarang dia memikirkan tentang gadis cantik yang sering membunuh dirinya namun dia tidak pernah merasa punya dendam dan malam selalu memaafkan dan mendiamkan perlakuan gadis itu pada dirinya.

Siapa lagi gadis cantik itu kalau bukan Rintan. Revan begitu menyukai Rintan sampai perlakuan jahat Rintan pada dirinya yang udah dibilang keterlaluan dia maafkan dan tidak pernah dia permasalahkan.

Harapan Revan selama ini adalah gadis cantik itu berubah menjadi baik pada dirinya dan menghilangkan semua perilaku buruknya agar tidak dicap buruk oleh seluruh sekolah. Lamunannya buyar dikala ayahnya menepuk bahu kanannya dan duduk di sampingnya.

"Baru pulang jualan jualannya udah habis kok ngelamun ada apa?" tanya Prapto lembut pada putranya itu.

"Lagi pengen ngelamun aja yah," jawab Revan yang tidak ada kebenarannya pada ayahnya itu.

"Ada anak sekarang yang ngelamun itu karena pengen? Aneh sekali kamu itu," Prapto terkekeh dan menggelengkan kepalanya.

"Ya udah yah Revan, mau masuk kamar istirahat sebentar habis itu mandi dan makan sore sama ayah," ujar Revan pada ayahnya itu dan dibalas anggukan paham oleh ayahnya itu.

Di sisi lain Rintan sekarang tengah berada di kamarnya. Gadis cantik itu tengah rebahan sembari memandangi langit-langit kamarnya dan memikirkan tentang apa yang harus dilakukan kan untuk mengerjai Revan lagi.

Rintan berfikir kalau semua cara yang dia lakukan itu tetap tidak bisa membuat Revan marah. Rintan sering berpikir kalau Setelah dia mengerjai dan membully Revan remaja laki-laki itu akan marah pada dirinya atau pun mengeluarkan suara kata untuk membela dirinya sendiri.

Namun hal itu tidak pernah terjadi malah Revan hanya diam dan selalu menundukkan kepalanya di manapun dan kapanpun itu bahkan saat bersama teman yang umurnya sama dengan Revan.

Seharusnya Revan hanya melakukan hal itu di depan para guru dan staf karyawan sekolah serta beberapa orang sekolah yang lebih tua dari dirinya. Revan terlalu baik sehingga perilakunya itu tidak bisa dirubah dalam keseharian dia selalu mendudukkan kepalanya dan tidak pernah mengedarkan pandangannya ke arah yang salah.

Revan mengangkat kepalanya saat dia berbicara pertama dengan ayahnya karena ayahnya itu tidak suka kalau dirinya berbicara sembari menundukkan kepala.

"Si cupu itu aneh banget, udah aku kerjain habis-habisan masih aja diam enggak mau laporin aku ke bk atau ke wali kelas atau bahkan kepala sekolah. Enaknya aku apain lagi ya supaya dia marah?" gumam Rintan bertanya pada dirinya sendiri sendiri memikirkan apa yang akan dilakukan pada Revan.

"Penghambatnya di sini adalah pacar aku sendiri. Kenapa sih Marklee senang banget kalau mau bilangin si cupu itu ada kan aku pacarnya dan seharusnya dia itu mendukung aku jika membully si cupu itu," tambah Rintan mengeluarkan sumpah serapahnya.

Pintu kamarnya terdengar diketuk oleh seseorang pasti kalau bukan mamanya atau asistennya yang membawakan makanan ke kamarnya karena dia malas untuk turun ke lantai bawah.

Pintu kamarnya itu terbuka dan sepasang manik matanya mendapati seorang wanita paruh baya yang berjalan menghampiri dirinya siapa lagi kalau bukan mamanya Rani.

"Mama dapat info dari Pak satpam sekolah kamu itu, tadi kamu telat tadi dalam kelas kamu juga dihukum kan sama pak Budi? Kalau kamu dihukum karena telat mama sudah menduganya tapi kalau di hukum di dalam kelas kamu melakukan hal apa?"