Chereads / Sinar Mentari / Chapter 20 - Tarian Es

Chapter 20 - Tarian Es

"Maaf, tidak bermaksud membentakmu. Karena aku sedang baik, kau ingin membeli apa?" Alesta menggelengkan kepalanya pelan memilih menatap kearah lain, mengabaikan Ansel yang hanya menggeram kesal. Sudah baik dirinya menawarkan sesuatu yang cuma-cuma dan Alesta mengabaikan dirinya begitu saja.

"Belilah banyak baju dan tas, aku tidak ingin melihat kau memakai pakaian lusuhmu!" ujar Ansel dengan santainya membuat Alesta seketika menghentikan langkahnya dan menatap Ansel dengan tatapan tajam, tetapi tidak setajam ketika jiwa Arini masuk kedalam tubuhnya. Namun apa yang dilakukan Alesta cukup membuat Ansel memundurkan langkahnya seraya bergidik ngeri akan tatapan Alesta dan menyadari ketakutan Ansel pada jiwa Arini membuat Alesta memilih untuk menatap kearah lain menahan tawanya.

"Baiklah, jika itu yang ingin bapak mau. Aku akan membelinya." ujar Alesta kemudian masuk di salah satu butik yang berada di mal tersebut, meninggalkan Ansel yang hanya diam menunggu Alesta, namun sebelum Alesta benar-benar pergi terlebih dahulu Ansel memberikan Black card miliknya untuk Alesta.

**

Dua jam lebih Ansel meninggalkan Alesta yang entah berbelanja apa yang pasti saat ini Ansel memilih untuk menatap lalu lalang orang-orang dari tempat gerai makanan yang ia kunjungi saat ini. Cheese cake menjadi pilihannya saat ini untuk menunggu Alesta.

"Wah, kau menikmati makananmu sendiri, dimana Alesta?" Ansel berdecak kesal begitu melihat sang pengganggu Erick yang entah bagaimana selalu muncul di depannya.

"Tck, berhentilah membual. Alesta tidak akan menjadi milikmu!" Erick menampilkan senyum smirk yang begitu jelas membuat Ansel yang melihatnya merasa jengah sendiri.

"Kenapa kau kemari, dan berhentilah menganggu. Di setiap kesepakatan aku tau kau ingin merendahkan diriku!"

"Kenapa? Bukankah itu benar, kau benar-benar laki-laki rendahan. Santai saja, aku cukup terkejut melihat kau ada di sini, bagaimana makanannya apa enak? Tentu saja enak karena aku pemilik gerai ini!" ujar Erick dengan sombongnya membuat Ansel yang baru saja menyendokkan cake pada mulutnya mendadak terbatuk, karena tau gerai makanan yang ia datangi milik Erick. Bahkan perlu digaris bawahi, jika Ansel sering kali datang kemari untuk sekadar berjalan-jalan dengan beberapa kekasihnya.

"Kau baru menjadi pemilik gerai makanan biasa, kau sudah menyombongkan diri. Aku yakin dengan usahamu ini, kau tidak akan pernah bisa membahagiakan Alesta!" ujar Ansel dengan penuh penekanan, sedangkan Erick seperti biasa laki-laki itu hanya menampilkan senyum yang begitu menjengkelkan.

"Tidak masalah jika dia istrimu, kau hanya perlu tau untuk kesekian kalinya jika Alesta adalah My world and My honey. Kau tidak lupa bukan?"

"Tutup mulutmu, dan lihatlah Alesta sudah kembali dari berbelanja. Jangan menganggap jika aku menyia-nyiakan dirinya!" ujar Ansel secara tiba-tiba menarik Alesta dan menaruh dagunya tepat pada bahu Alesta.

"Ini, fotokan kami. Jangan iri dengan kami!" ujar Ansel seraya memberikan ponselnya pada Erick.

"Tidak masalah tersenyumlah, dan kau Alesta kau harus tersenyum karena aku punya sesuatu untuk kalian berdua!" ujar Erick sesaat membuat Alesta yang baru saja kembali hanya dapat menahan rasa bingungnya dengan tersenyum bersama dengan Ansel yang tanpa rasa malu memeluknya dari belakang.

"Tck, berhentilah mengoceh dan fotokan kami. Jangan cemburu!" Erick tersenyum kembali tanpa banyak bicara segera mengambil potret Alesta dan Ansel yang terlihat begitu serasi mengumbar senyum paksa mereka.

**

"Ini bersenang-senanglah! Kita sudah lama tidak bertemu, kau pasti masih lincah untuk melakukan ice skating." Alesta tersenyum sesaat menatap dua tiket ice skating pemberian Erick, namun belum saja ia melihat dengan jelas tiket itu sudah lebih dulu Ansel merebutnya.

"Tidak perlu memberikan hadiah murahan pada kami. Aku tau kau ingin memojokkan diriku, dan a..."

"Bapak bisa gak sih, diam sebentar. Jangan terlalu banyak berpikir negatif" seketika Erick tertawa begitu mendengar Alesta memotong ucapan Ansel dengan nada berbicara cukup kasar, karena selama ini yang Erick tau Alesta hanya akan bicara kasar pada Arini.

"Kau tenang saja, aku masih banyak pekerjaan di sini. Dan, untuk hadiah murahan yang kau maksud sepertinya orang seperti diriku hanya bisa memberikan hadiah dengan menyewa seluruh arena ice skating di tempat ini!"

"Kau!" Geram Ansel.

"Sudahlah, bersenang-senanglah!" ujar Erick seraya berjalan meninggalkan Alesta dan Ansel yang kini hanya saling berbagi bertatapan.

"Jika, Bapak tidak mau, lupakan saja biar saya saja yang kesana!" ujar Alesta merebut tiket ice skating yang sempat beberapa saat yang lalu diambil oleh Ansel dan berjalan meninggalkan Ansel yang hanya dapat menghela napas pasrah, mengikuti langkah Alesta.

Diam-diam dari kejauhan Erick hanya tertawa pelan, melihat tingkah Ansel dan Alesta.

"Bagaimana, apa kau suka itu?" ujar Erick seraya menatap makluk tak kasat mata di depannya.

"Entahlah, terus buat laki-laki kurang ajar itu kesal dan buat dia tidak bisa meninggalkan Alesta!"

"Tentu saja, kau tenang saja Arini! Aku mencintaimu!" ujar Erick seketika membuat Arini hanya tersenyum tipis melihat Erick.

**

Ansel benar-benar dibuat tak percaya dengan apa yang saat ini Alesta lakukan, dengan begitu tenang dan lihainya Alesta berjalan dan bahkan sesekali membuat gerakan memutar bak balet dengan begitu tenangnya.

"Tck, dia tau semua tentang Alesta!" ujar Ansel setengah kesal sekaligus senang melihat Alesta terlihat begitu anggun tanpa sama sekali menghiraukan sensasi dingin pada arena ice skating, Alesta terlihat mengenakan dress putih cassual, sepanjang lutut dengan rambutnya yang dikunci membuat tampak terlihat anggun. Sepertinya Ansel perlu memberikan pujian lebih pada Alesta, karena selera pakaiannya benar-benar terlihat cocok untuk ukuran Nyonya Pratama.

Perlahan Ansel mencoba untuk berjalan dengan tenang di atas arena ice skating, bukannya berjalan dengan semestinya Ansel secara tiba-tiba jatuh tergelincir membuat Alesta yang tengah bersenang-senanglah di atas lantai ice skating mendadak berhenti, dalam hati Alesta benar-benar dibuat tertawa.

"Tunggu, apa lagi! Kenapa kau hanya diam! Cepat bantu aku!" ujar Ansel dengan kesalnya, menatap tajam Alesta yang hanya diam.

Mendengar ucapan Ansel, seketika membuat Alesta berjalan kearah Ansel, untuk membantu Ansel. Namun bukannya berdiri dengan semestinya Ansel kembali terjatuh dan sontak membuat Alesta tertawa.

"Kau!" geram Ansel bukannya membuat Alesta berhenti tertawa, malah membuat Alesta semakin tak berhenti untuk tertawa baru saja Ansel berdiri dan berniat untuk mengejar Alesta dengan cepat Alesta berlari dengan begitu lincahnya menari di atas arena ice skating.

"Cantik!" gumang Ansel tanpa sadar begitu melihat Alesta yang terlihat begitu bahagia. Ansel jadi merasa menyesal telah menghina habis-habisan Erick tadi, nyatanya dapat dilihat sekarang jika Alesta tampak begitu bahagia menari dengan begitu lincah dan energik di atas arena ice skating.

"Bapak harus tenang!" ujar Alesta secara tiba-tiba membuyarkan lamunan Ansel.

"Tck, aku juga tau itu. Sudahlah ayo kita pulang!" ujar Ansel sudah merasa begitu dingin, sedangkan Alesta jangan ditanya diam-diam Alesta terlihat cemberut tak suka dengan yang Ansel putuskan. Padahal Alesta masih ingin bermain-main dan menari di tempat ini.