Chereads / Sinar Mentari / Chapter 21 - Les Memasak

Chapter 21 - Les Memasak

Kini Ansel dan Alesta telah sampai di rumah, Alesta benar-benar terlihat jelas masih begitu menginginkan untuk bermain ice skating dan sekarang dengan begitu tenangnya Ansel masuk ke ruang kerja meninggalkan Alesta yang hanya diam di dalam kamar melihat-lihat barang belanjaannya. Sungguh, Alesta sangat tidak menyukai berbelanja, bukan maksudnya ia tidak menyukai pakaian baru, tas baru, ataupun sepatu baru. Hanya saja ia tidak terlalu suka memperhatikan penampilannya sendiri.

Ting, tong....

Suara bel pintu, seketika membuyarkan lamunan Alesta dan segera dia beranjak untuk membuka pintu.

"Siapa?" ujar Alesta setengah bertanya pada seseorang yang datang tersebut, namun belum juga seseorang itu menjawab pertanyaan Alesta sudah lebih dulu Ansel datang.

"Kau sudah datang. Cepat segera ajari istriku untuk memasak!" Ujar Ansel sedatar mungkin, kemudian matanya beralih kearah sang istri.

"Dia, adalah salah satu koki yang berkerja di hotel milik keluarga kita. Mulai sekarang dia akan datang setiap pagi dan sore, untuk mengajarimu!" ujar Ansel mutlak membuat Alesta hanya diam pasrah, menatap koki tersebut dengan senyum seadanya.

"Belajarlah, aku ingin kau bisa memasak. Aku akan menunggu untuk makan malam nanti!" ujar Ansel seraya menepuk pelan pucuk kepala sang istri dan tanpa Alesta tau, yang dilakukan Ansel hanya kepura-puraan karena koki yang Ansel minta diam-diam memotret dirinya dan Alesta.

"Tentu!" ujar Alesta sebisa mungkin menyembunyikan rona tipis pada pipinya.

**

"Baiklah, sekarang kita akan memasak yang mudah dulu. Sup ayam" Alesta menganggukkan kepalanya pelan seraya matanya menghafalkan deretan sayur dan bahan apa saja yang akan digunakan.

Sebelum akhirnya tangannya dengan cekatan mengikuti instruksi dari koki tersebut. Tentu, saja tidak semudah yang dikira beberapa kali Alesta sedikit kesulitan untuk memotong sayuran dan daging ayam yang ia gunakan, bahkan dirinya sempat melupakan garam, bumbu wajib yang harus ia gunakan.

"Untuk sekarang cukup baik Nyonya, hanya saja perhatikan beberapa poin utama, terutama bumbu yang harus kau masukkan. Saya akan memberikan daftar belanja untuk besok, besok pelayan rumah utama akan datang membawakan belanjaannya." ujar koki tersebut ketika Alesta telah menyelesaikan dalam membuat sup ayam dan beberapa lauk lainnya.

"Aku akan membelinya sendiri!" ujar Alesta sesaat membuat koki hotel milik keluarga Pratama tersebut memandang Alesta sesaat, sebelum akhirnya tersenyum tipis.

"Tentu saja Nyonya, kalau begitu saya pergi dulu!" ujar Alesta yang baru saja menaiki tangga, seketika menghentikan langkahnya begitu merasakan pesan masuk pada ponselnya.

"Sepertinya siang tadi kau bersenang-senang sekali. Aku tidak menyangka kau memiliki tangkapan bagus!"

"Besok pagi aku akan datang," ujar Alesta membaca pesan yang masuk pada ponselnya, sebenarnya siapa yang telah iseng meneror dirinya? Pertanyaan tersebut seketika langsung terlintas begitu saja dalam benaknya, segera Alesta mengambil gambar pesan tersebut dan mengirimnya pada Erick.

"Kau kenapa?"

"Aghh..." Teriak Alesta terkejut begitu mendengar suara Ansel yang setengah berbisik dan terdengar deep voice tersebut.

"Kau terkejut?" ujar Ansel lengkap dengan raut wajahnya yang terlihat bossy, membuat Alesta yang menatapnya lama-lama merasa canggung sendiri. Tanpa, banyak bicara Alesta segera bergegas melangkah melewati Ansel yang hanya diam menatap bingung punggung Alesta.

"Kenapa, apa aku salah?" Tanya Ansel bingung dan memilih untuk beranjak pergi menikmati makan malamnya, tanpa Alesta yang kini tengah menenangkan diri usai mendapatkan teror kembali.

**

Di tempat lain Erick yang baru saja memandang langit, dibuat bingung dengan pesan masuk pada ponselnya. Sesaat dirinya memandang sosok tak kasat mata Arini yang beberapa hari ini selalu datang padanya, setelah menceritakan pertengkarannya dengan Alesta.

"Jangan terlalu lama, kalian tidak bisa dipisahkan. Lihatlah adikmu sedang di teror." ujar Erick seraya menatap kearah langit malam, tanpa sedikitpun matanya menatap kearah Arini yang terlihat jelas tidak peduli dengan apa yang saat ini tengah menimpa Alesta

"Kau tidak menyayangi diriku lagi!"

"Jangan bicara seperti itu, apa kau terpengaruh dengan ucapanku waktu itu?" Erick terkekeh pelan menatap perempuan yang begitu ia sayangi telah berbeda Dunia dengannya, terlihat hanya memperlihatkan raut wajah kesal.

"Tidak sama sekali. Jangan terlalu banyak membual, aku tau hanya ada diriku di dalam hatimu. Katakan padaku, siapa yang berani meneror adikku yang polos itu?" Erick menaikan sebelah bahunya.

"Entahlah, aku tidak tau. Yang aku tau mungkin yang meneror adalah salah satu musuh kita dulu." Arini terlihat melipat tangannya di atas dada sembari berpikir sejenak.

"Kau terlihat tidak peduli sama sekali dengan adikmu, tapi sebenarnya kau itu benar-benar peduli."

"Tck, lupakan saja dan berhenti membual. Satu-satunya yang aku inginkan menguasai tubuhnya yang lemah itu!" Kilah Arini membuat Erick tertawa pelan untuk kesekian kalinya.

"Dan dengarkan aku baik-baik, aku merasa yang sedang meneror Alesta sebentar lagi akan mendekat!" ujar Arini terlihat kosong.

**

Pagi harinya Alesta memilih untuk berbelanja sendiri, sedangkan Ansel jangan ditanya laki-laki itu lebih memilih untuk memperpanjang jam tidurnya dibandingkan menemani Alesta belanja.

"Wah, apa yang aku lihat ini. Kemarin kita bertemu dan sekarang kita bertemu!" Alesta diam tersenyum tipis sebelum akhirnya memasukan beberapa bahan makanan ke dalam troli belanjanya.

"Apa yang ingin kau masak?" ujar Marrisa kembali begitu melihat Alesta yang hanya diam memilih sayur yang akan dirinya beli.

"Entahlah, Nona Marrisa sendiri bagaimana?"

"Entahlah, kau tau wajahmu itu terlihat tidak asing bagiku. Apa kita pernah satu sekolah?" Seketika mendengar penuturan Marrisa membuat Alesta menatap perempuan yang berprofesi model tersebut dengan seksama.

"Aku tidak tau, kalau begitu saya pergi dulu!" ujar Alesta sebelum akhirnya melangkahkan kakinya pergi meninggalkan Marrisa yang masih diam.

**

Koki yang sedang mengajari Alesta untuk membuat sandwich dan omlate beberapa kali terlihat memandang bingung Alesta yang lebih banyak diam, jika kemarin Alesta terlihat sangat begitu antusias dan cerewet. Kami ini Nyonya muda Pratama tersebut lebih banyak diam dan melamun.

"Aghh, stttt!" Ringis Alesta pelan begitu tanpa sengaja ia mengiris jarinya.

"Nyonya!" ujar koki tersebut sebelum akhirnya menarik tangan Alesta untuk mencucinya di wastafel.

"Ada apa?" ujar Ansel secara tiba-tiba datang, menuangkan segelas air dan meneguknya sampai bagmbu

"Tuan, jari Nyonya sedikit teriris!" Ujar koki tersebut dengan begitu tenangnya membuat Ansel seketika berjalan mendekati Alesta dan menghisap darah sang istri yang masih sedikit keluar.

"Tunggu apa lagi? Cepat ambilkan plester!" ujar Ansel setengah geram menatap koki yang berkerja di hotel miliknya hanya memandang tenang sang istri yang terlihat beberapa kali terlihat meringis pelan.

"Tentu tuan!" ujar koki tersebut sebelum akhirnya pergi meninggalkan Alesta dan Ansel.

"Apa masih sakit? Apa perlu kita bawa ke rumah sakit?" Alesta diam memandang penuh canggung Ansel sebelum akhirnya secara perlahan menarik tangannya dari genggaman Ansel.

"Tidak perlu ini hanya luka kecil, aku hanya ceroboh!" ujar Alesta canggung sebelum akhirnya kembali sedikit membasuh tangannya dan mengeringkannya, sebelum akhirnya memasang plester pada jarinya yang terluka.

**