Pagi itu, di hari minggu yang cerah, sinar matahari masuk melalui balkon dan menghangatkan udara pagi. Tangguh, Cahyo, Solihin, dan dukun Parti ngobrol bersama di balkon sambil menikmati secangkir teh dan melihat pemandangan di hadapan.
"Guru, sebenarnya Guru kemana aja selama ini?" tanya Tangguh.
"Kurang ajar kalian bertiga, tega–teganya ninggalin Guru di bus," jawab gurunya yang masih kesal.
"Ya, maaf Guru dukun, kita lupa. Abis Guru dukun sih tidur di bus pules banget," kata Cahyo beralasan.
"Guru kalian ini nih sempat tidur di jalanan dan menjadi gembel gara–gara kalian, tauuuu," dukun Parti menyalahkan mereka.
"Ehmm.... emang pantes sih, Guru dukun, hihihi!" ucap Solihin tertawa ketika melihat penampilan dukun Parti.
"Kurang ajar kau... takkk !!!!" Dukun Parti menjitak kepala Solihin yang botak mengkilap itu.
"Aduuh... sakit, Guru," Solihin sontak kesakitan memegangi kepala botaknya.
"Guru, lalu bagaimana Guru bisa menemukan tempat tinggal kita saat ini?" tanya Tangguh.
"Guru udah lama nyari kalian, melalui baskom gerabah sambil baca mantra."
"Wuihhh, terus ketemu, Guru?" tanya tangguh kagum.
"Enggak, Guru malah disangka pengemis."
"-__-, terus gimana, Guru dukun?" tanya Cahyo penasaran.
"Guru tanya sama orang–orang, tapi semuanya nggak ada hasilnya."
"Terus gimana bisa ketemu, Guru dukuun. . .??!!" tanya Solihin sambil memegangi kepalanya yang sakit dan semakin jengkel dengan jawaban si dukun yang berbelit-belit.
"Sampai akhirnya guru nanya sama mbah google dan ketemu, deh," jawab dukun Parti
"Mbah Google, siapa tuh, Guru?" tanya Tangguh yang tak mengerti.
"Iya siapa, apa dukun juga?" Solihin pun ikut bertanya.
"Ahhh.... kalian ini nggak gahul bangeuudd. Itu loh yang ada di internet. Kalo kita nanya apa aja, mbah google tau. Waktu itu Guru ketik aja nama kalian bertiga, akhirnya ketemu kalau kalian jadi pegawai di salah satu perusahaan, di website perusahaan itu ada nama karyawan dan kalian ada di daftar itu. Nah, terus Guru datang ke perusahaan itu dan nanya alamat kalian, trus Guru cari-cari di kosan-kosan sekitar sini."
"Wihhh... sekarang guru dukun dah canggih, gaul abiz," ucap Solihin takjub.
"Oh, kalau begitu guru coba saja tanya lagi sama Mbah Google soal keberadaan Badrun, Jamal, dan Tohir," celetuk Tangguh.
"Wah, itu ide bagus, Guh," sahut Cahyo.
"Oke, kalau begitu Guru akan coba cara itu, ntar siang Guru mau ke warnet."
***
Siang hari itu mereka berempat pergi ke warnet terdekat untuk mencari informasi tentang keberadaan Badrun, Jamal, dan Tohir. Bagi Tangguh, Cahyo, dan Solihin, internet merupakan sesuatu yang baru. Mereka baru pertama kali ke warnet. Lain halnya dengan dukun Parti. Tak disangka, ternyata dukun yang penampilannya nggak karuan itu sudah beberapa kali ke warnet walaupun nggak pernah bayar. Ternyata dukun juga bisa gaul.
Mereka pun datang ke warnet terdekat,
"Mas ada yang kosong?" tanya Tangguh pada penjaga warnet.
"Oh, ada tinggal satu lagi yang kosong," jawab penjaga warnet sambil menunjuk tempat yang kosong di sudut ruangan itu.
Dengan cepat si guru dukun langsung menempati tempat yang kosong itu, duduk sila di hadapan monitor lalu menyalakan komputer. Yang lain mengikutinya dengan rasa penasaran ingin melihat sang guru bagaimana caranya menggunakan internet. Tapi bilik itu cukup sempit. Tentu tak muat bila ada empat orang dalam satu bilik. Hal itu membuat si dukun tak nyaman dan lantas menyuruh mereka menunggu di luar.
"Kalian ini bikin sempit saja. Sudah, kalian menunggu di sana saja!" suruh si dukun pada mereka sambil menunjuk kursi yang ada di dekat penjaga warnet.
Mereka pasrah dan hanya bisa menggerutu. Sambil menunggu si dukun mencari informasi mengenai tiga penjahat yang mereka cari, mereka pun duduk di dekat penjaga warnet dan sesekali mengobrol sambil menikmati teh botol yang juga dijual disitu.
Tak disangka sudah sejam berlalu, dan mereka mulai penasaran apakah yang mereka cari sudah ketemu atau belum.
"Guru, sudah ketemu belum?" tanya Tangguh.
"Iya, Guru dukun, cepet dong, sudah ketemu belum?" Cahyo pun ikut bertanya.
"Aduuh belum, kalian ini nggak sabaran, ya," jawab si dukun Parti dengan entengnya.
Dua jam pun berlalu dan mereka mulai kehilangan kesabaran. Apalagi terlihat si guru dukun sesekali tertawa sendiri, membuat mereka semakin penasaran.
"Guru, sudah ketemu belum?" Tangguh bertanya lagi.
"Belum, hihihi..... hihihi," jawab si guru sambil tertawa mencurigakan.
Akhirnya kesabaran mereka pun habis. Kemudian mereka bertiga mendatangi si dukun dan melihat ke monitor yang ada di hadapannya. Dan apa yang terjadi, ternyata si guru dari tadi cuma asik Facebookan, buka youtube, dan chatingan sama pria bule pake akun palsu.
"Guruuu.... Guru dukuuuun....!!!" teriak mereka.
"Hihihi maaf, cuma selingan. Oke kalo gitu, kita mulai nyari ketiga nama itu, ya," jawab si guru dukun.
"Kenapa nggak dari tadiiiiiiiiiiiiiiiii...!!!!!!!!!" teriak Tangguh, Cahyo, dan Solihin membuat gempar seisi warnet. Orang-orang yang sedang internetan di warnet itu berdiri menatap mereka yang berisik.
Si guru dukun mulai mengetikkan nama ketiga penjahat itu di google. Kali ini Tangguh, Cahyo, dan Solihin mengawasinya dengan tatapan tajam, sehingga ia tidak bisa macam-macam lagi.
Tapi sungguh sial, belum sempat di-enter, ternyata tiba–tiba suasana warnet itu menjadi gelap gulita. Walaupun masih sore hari, tetapi di warnet itu rupanya tidak ada jendela, sehingga ketika lampu padam menjadi agak gelap. Dan celakanya, seluruh komputer pun mati. Semua pengunjung warnet keluar dengan rasa kecewa. Tak terkecuali mereka berempat. Kini mereka berempat justru menyalahkan guru mereka sendiri.
"Guru sih, dua jam malah dipake facebookan. Jadi kita belum sempat nyari ketiga penjahat itu," Tangguh kesal.
"Iya nih Guru dukun," ujar Cahyo juga menyalahkan dukun Parti.
"Hooh.... Guru dukun ini gimana sih," Solihin pun ikut menyalahkan.
Mendengar gerutu mereka, si dukun hanya tertunduk, terdiam, dan tak berkata-kata seolah merasa bersalah.
Barulah saat di perjalanan menuju kosan, si guru dukun tiba–tiba menghentikan langkahnya, menegakkan kepalanya, dan menepok jidatnya sendiri dengan halus sebagai tanda penyesalan.
"Oh iya.... aduh, siaaaal, gara–gara listrik di warnet mati, sih," kata dukun itu dengan perasaan menyesal.
"Ah, guru telat baru nyesel sekarang," ucap Tangguh.
"Iya, coba guru dukun pertama kali langsung nyari nama Badrun, Jamal, dan Tohir, pasti kita nggak akan nyesel gini," ujar Solihin yang juga kesal.
"Aduh, bukan itu maksud guru. Gara–gara listrik mati, guru jadi gagal nge-download video klip Afgan," ucap dukun Parti, enteng.
"Guruuuuuuuuuu.....!!!!!!!" teriak Tangguh.
"Guru dukuuuuun...!!!" teriak Cahyo dan Solihin.
***
Sesampainya di kosan, sore itu mereka langsung mandi dan berganti pakaian, kecuali dukun Parti yang tetap dengan pakaian compang-campingnya karena itu pakaian satu-satunya. Ternyata di kosan mereka pun terkena pemadaman bergilir, sama seperti warnet yang tadi sore mereka datangi. Hari mulai gelap, mereka hanya ngobrol di balkon mengenai rencana yang gagal tadi, dihiasi sinar lilin yang sedikit menerangi.
"Gimana nih, kita belum tau juga di mana para penjahat itu. Kita udah janji sama warga desa buat bawa mereka ke desa," ucap Cahyo.
"Ya, bagaimana kalau nanti tengah malam saja, kalau listrik sudah nyala kita ke warnet lagi," usul si guru dukun.
"Nggaaaaaaaak....!!!!!" teriak Tangguh, Cahyo dan Solihin dengan kompak.
"Pokoknya kalau kita ke warnet lagi. Kita nggak bakal ngajak guru lagi," ujar Cahyo.
"Emang kalian bisa?" tanya guru dukun yang nggak yakin mereka bisa.
"Kita pasti bisalah, masa dukun yang kaya gembel compang-camping aja bisa. Kita yang masih muda ini masa nggak bisa," jawab Solihin penuh semangat.
"Kurang ajaaaaar... tak.....!" dukun itu pun menjitak lagi kepala Solihin yang plontos itu.
"Aduuuuh, guru dukun, udah dua kali nih kepala ini dijitak, sakit tauuu...!!!"
Malam itu mereka menunggu listrik kembali menyala. Namun hanya lilin yang menerangi kosan kala itu hingga malam hari kian larut, hingga sang lilin melelehkan tubuhnya dan semakin kecil, lalu menghilang ditelan api. Malam pun terus berlalu dan listrik belum juga menyala. Satu persatu dari mereka mulai menguap dan merasa ngantuk. Cahyo pun menyerah dan masuk ke kamarnya. Tak lama kemudian disusul Solihin yang juga sudah begitu mengantuk. Dukun Parti pun rupanya telah tertidur lelap di lantai balkon sedari tadi.
Tangguh yang masih melek sendiri malam itu hampir menyerah dan hendak kembali ke kamarnya. Tapi akhirnya jam satu malam listrik menyala disaat Cahyo, Solihin, dan dukun Parti sudah berada di alam mimpi. Tangguh yang sebenernya sudah agak ngantuk malam itu, bergegas ke kamar mandi dan mencuci mukanya. Ia hendak pergi ke warnet sendirian. Warnet itu memang buka 24 jam dan Tangguh juga telah sedikit paham mengenai bagaimana mencari kata kunci di internet setelah melihat gurunya melakukannya tadi siang.
Di jalan, di malam yang sunyi itu ia mengayunkan langkahnya untuk pergi ke warnet. Tapi entah ada angin apa ia justru teringat peristiwa saat ia keluar sendirian di tengah malam untuk mencari makanan saat ada tontonan piala dunia.
Ketika itu, ia menjadi pahlawan dengan menggagalkan aksi kejahatan di sebuah minimarket. Dan yang paling tidak membuatnya lupa adalah ketika itu ia bertemu dengan seorang wanita yang sepertinya sudah sangat ia kenal. Dan itu sepertinya adalah Lica, gadis yang selalu membelanya dulu saat masih sekolah dan orang yang selalu menemaninya dulu saat ia dikucilkan. Di perjalanan menuju ke warnet ia justru kepikiran terus soal gadis itu. Dan ia berharap di warnet kejadiannya serupa saat di minimarket, yaitu ketika ia bertemu dengan Lica.
Tangguh pun sampai juga di warnet. Di warnet itu nampaknya tidak penuh dan menyisakan banyak bilik-bilik yang kosong. Ia mulai membuka google dan ingin mencari apa yang ingin ia cari saat itu.
Ia mulai mengetikan kata kunci di google, L-i-c-a, rupanya itu huruf yang diketikannya di google malam itu. Ia terus menelusuri kata kunci itu, page 1, page 2 hingga seterusnya. Pikirannya menuntun jari jemarinya tuk mengetikan nama itu di google dan terus menelusurinya. Namun ia tak menemukan apa yang ia cari. Rupanya terlalu banyak orang yang bernama sama seperti nama yang ia cari. Ia pun terus menelusuri pencariannya di google untuk mencari nama Lica yang ia maksud.
Tiga jam pun berlalu, hampir subuh ia baru pulang dengan menahan beratnya kelopak matanya. Niatnya semula untuk mencari nama Badrun, Jamal dan Tohir di google sama sekali tak ingat, tertutup oleh bayangan Lica yang memenuhi sel-sel otaknya.
Sampai di kosan ternyata sudah terdengar adzan subuh dan ia menyempatkan diri sholat subuh walaupun matanya begitu berat. Setelah sholat subuh dan masih mengenakan sarung, ia pun terlelap di kamarnya dan tak ingat apa-apa lagi.
***
Byuuuuuuuurrrrrrr. . . . . . . . . . . .!!!!!
"Tangguh... banguuun...!!" teriak Cahyo dan Solihin.
Kali ini Tangguh benar–benar dibanjur dengan air karena ia memang sulit sekali dibangunkan sehabis begadang semalam gara–gara pergi ke warnet. Bukan hanya mukanya saja yang basah, bahkan bajunya hingga seprai kasurnya pun basah akibat banjuran itu. Maklum saja, mereka sudah sering telat kerja dan kini nampaknya telat lagi.
Lagi-lagi Tangguh pergi ke kantor tanpa mandi dan gosok gigi. Dengan bergegas berlari tuk menaiki metromini, mereka berharap tak telat lagi. Tapi nampaknya bakal telat juga.
Sesampainya di kantor dengan mata yang masih sayu dan rasa ngantuk yang luar biasa, Tangguh datang dengan setengah sadar. Ternyata saat mereka datang, para pekerja di bagian gudang tengah sibuk mencari-cari sesuatu. Wajah bos mereka pun nampak sedang kurang bersahabat. Mengerutkan kening dan seolah sedang menahan emosi.
"Ssst, apa yang sedang dicari?" bisik Cahyo pada salah satu pekerja.
"Kalian dari mana saja baru datang, kita sedang mencari dokumen keluar masuk barang. Kayanya ada barang yang kurang," bisik pekerja itu dengan suara pelan.
Tiba-tiba bos mereka sang kepala gudang melirik ke arah mereka dengan urat saraf yang keliatannya benar-benar tak bisa terbendung lagi.
"Hei kalian. Dari mana saja kalian?!!!" tanya sang bos dengan nada marah.
"Ka... ka...kami ada halangan bos di jajaja.....jalan," jawab Solihin dengan gugup.
"Tangguh, kamu kan yang terakhir pake dokumen itu waktu lembur. Terus disimpen di mana dokumen itu? kita udah nyari-nyari kok nggak ada??!!" tanya si bos geram.
Dengan mata yang masih sayu akibat kurang tidur dan tubuh yang seolah setengah sadar, saat itu Tangguh rupanya hanya menjawab, "Saya nggak tau Pak, kalo nggak ketemu, ya tanya aja sama mbah google."
"Tangguuuuuuuuuh......!!!!!!!!!" teriak si bos.
***