Chereads / Dibalik Kegelapan yang Mencekam / Chapter 7 - Perbedaan yang Mengerikan

Chapter 7 - Perbedaan yang Mengerikan

"Kami akan beristirahat di penginapan ini."

"Segera siapkan kamar untuk Tuan Putri." titah Teodhore kepada para bawahanya.

Hanya lima orang yang berada dalam rombongan itu dengan mengecualikan Rose dan Teodhore. Sang kusir dibantu oleh salah satu penjaga memarkirkan kereta kuda mereka di samping penginapan. Satu orang memesan kamar. Dan dua lainya berjaga-jaga untuk serangan menyelinap.

"Ini sudah ke-sekian kalinya kita beristirahat. Jika seperti ini, kapan kita akan sampai." seseorang yang diberi tugas untuk mengawasi keadaan sekitar itu mengeluh.

"Entahlah. Mungkin kita akan sampai tahun depan." penjaga yang satunya menimpali tanpa minat.

"Jika tau mengawal seorang putri akan menjadi hal yang sangat merepotkan. Sejak awal aku akan meminta untuk bertugas sebagai pasukan Yang Mulia." orang pertama masih tidak puas.

"Jangan bermimpi. Kau harus lulus dalam ujian dulu baru bisa mengeluh seperti itu." temanya menertawakan si penjaga.

Keduanya kembali setelah memeriksa daerah sekitar penginapan. Melaporkan bahwa tidak ada kejanggalan yang ditemukan kepada orang yang bertugas dalam memimpin pengawalan.

"Jika masih ingin mempertahankan lidah kalian, jangan ucapkan satu pun kalimat lagi." Teodhore tersenyum lembut yang membuat kedua penjaga itu merasakan bulu kuduk mereka merinding. Mereka lupa bahwa pemuda tampan di depan mereka mempunyai indra tanpa batas. Pendengaranya bahkan puluhan kali lebih tajam dari zeros pada umumnya. Kemampuanya bahkan diakui oleh penguasa kegelapan saat ini.

Tok.. tok.. tok..

Teodhore mengetuk pintu yang tertutup itu.

"Sudah waktunya untuk istirahat hari ini Tuan Putri."

Tidak butuh waktu lama untuk pintu itu terbuka. Menampilkan sosok peri yang terlihat sangat rentan dibandingkan dengan orang-orang besar yang mengawalnya.

"Maaf merepotkanmu, Tuan Teodhore." Rose menerima uluran tangan pemuda itu dengan sopan.

Langkah kakinya lemah dan wajahnya lebih pucat dari sebelumnya. Sudah hampir satu bulan mereka melakukan perjalanan, tetapi ujung dari gerbang ibukota kerajaan zeros belum terlihat.

Rose langsung merebahkan diri saat memasuki kamar penginapan. Tubuh lemahnya tidak tahan duduk seharian di kereta yang kasar selama berminggu-minggu.

Dirinya tahu jika hampir semua Ras Zeros tidak menggunakan alat transportasi. Mereka mempunyai sayap mencolok yang sangat kuat dan kokoh. Sayap itu bisa membawa kemanapun mereka mau, ataupun digunakan sebagai perisai saat sedang bertarung.

Tetapi Ia tidak menyangka bahwa kereta yang mereka gunakan untuk membawanya itu sangat keras. Seolah dibuat dengan asal-asalan agar bisa untuk segera digunakan.

"Tuan putri tidak perlu khawatir. Kita akan sampai di perbatasan zeros dalam dua hari." Theodore menghibur sang peri saat gadis itu akan memasuki kereta pagi harinya.

"Terimakasih atas informasinya Tuan Teodhore." suara Rose sangat lembut. Ia hanya berharap agar mereka cepat sampai ke tujuan.

Benar saja seperti kata Teodhore, dua hari kemudian mereka melintasi perbatasan kerajaan zeros. Rose terkejut dengan apa yang dilihatnya saat itu.

Berbagai tumbuhan yang harusnya tumbuh hijau subur menampilkan daun kering yang sudah menguning. Udara di sana sangat panas dan menyesakan.

Sungai yang Ia lewati bukanlah sungai jernih yang di dalamnya terdapat ikan-ikan kecil yang berenang. Tetapi sungai merah dengan bau amis yang menjijikan. Kerajaan zeros yang berada di puncak kekuatan, baginya terlihat seperti tanah kematian yang ditinggalkan.

Mereka beristirahat di sebuah penginapan saat hari sudah gelap.

"Tidak perlu terburu-buru. Jika tidak ada kendala lain, kita akan sampai ke istana sebelum besok malam." suara Teodhore masih lembut seperti biasanya.

Bruakk..

Tiba-tiba seseorang jatuh di meja mereka. Menumpahkan seluruh hidangan makan malam yang sudah dipesan.

"Brengsek." orang yang terjatuh itu berdiri tanpa meminta maaf.

Tiba-tiba dari arah lantai dua penginapan, seorang berpakaian rapi turun dengan tangan terkepal dan wajah yang memerah.

"Katakan sekali lagi." orang itu berkata sambil mengatupkan giginya.

"Cih. Apa kau tuli. Aku menginginkan kekasih cantikmu." jawaban kurang ajar keluar dari mulut si perusuh.

Mendengar jawabanya, sang pemuda yang terlihat sopan itu memberikan pukulan tinju vertikal ke arah orang yang terlihat seperti seorang bajingan, tetapi berhasil ditangkis oleh orang itu menggunakan lengan kuatnya. Tidak menyerah, pemuda itu melakukan tendangan keras ke arah perut. Sayangnya perusuh itu sudah bergerak ke samping.

"Hanya itu, eh?" si perusuh tertawa meremehkan.

"Kurang ajar." pemuda itu mengeluarkan beberapa belati hitam dari udara yang langsung di arahkan kepada si perusuh.

Hyahh..

Saat belati itu hampir mengenai tubuh, sepasang sayap merah keluar untuk melindungi si perusuh.

"Hahaha.."

"Lemah sekali."

Krakk..

Suara tulang tengkorak yang patah terdengar. Pemuda yang terlihat sopan dan masih memiliki seorang kekasih itu sudah tergeletak tak bernafas di lantai.

Saat si pelaku berjalan melewati meja yang telah Ia rusak, dirinya menatap gadis lemah yang duduk di antara beberapa pria dewasa. Merasa bahwa Ia kembali menemukan mangsa baru, Ia bersiul genit.

Tetapi sebelum dia sempat melecehkan sang gadis dengan lidahnya yang fasih, tekanan berat Ia rasakan dari pemuda beramput perak yang tengah menatapnya tajam.

Perusuh itu langsung ketakutan. Ia berlari ke luar penginapan saat merasa bahwa nyawanya terancam. Tidak memperdulikan gadis di lantai atas yang berhasil Ia dapatkan atau mayat yang baru saja Ia bunuh.

Teodhore menarik kembali tatapan tajamnya. Menampakan penampilan pemuda yang terpelajar saat penglihatanya mengarah kepada sang putri peri.

"Apa Tuan Putri merasa tidak nyaman?" Teodhore bertanya prihatin saat memperhatikan jemari lentik sang gadis bergetar.

"Sepertinya aku tidak dalam kondisi yang baik. Aku ingin kembali ke kamar." gadis itu menjawab lirih.

"Saya akan mengantar Tuan Putri." Teodhore berkata seperti seorang pria terhormat.

Teodhore selalu berjalan selangkah ke belakang untuk menjaga jarak nyaman dengan sang putri. Tetapi Rose kali ini memperlambat langkahnya supaya mereka bisa berjalan beriringan. Adegan mengerikan tadi masih terbayang di benaknya.

"Kenapa tidak ada yang menghentikan mereka."

"Seseorang baru saja terbunuh begitu saja di depanku."

"Apa hal seperti ini selalu terjadi."

Rose ketakutan dengan pikiran-pikiran yang muncul di benaknya. Alam bawahnya menyuruhnya untuk tidak terlalu jauh dengan seseorang yang bisa melindunginya.

Tindakan gadis cantik itu membuat seringai kecil terbentuk di bibir Teodhore . Ia selalu mempunyai indra yang lebih tajam dari siapapun. Entah itu penglihatan, pendengaran ataupun penciuman, belum ada yang bisa menandinginya.

Bubuk ataupun senjata sihir tidak bisa lepas dari penglihatanya. Begitupun dengan sesuatu yang digunakan peri cantik itu untuk menutupi penampilanya.

Sejak awal, di matanya penampilan gadis peri itu sangat menakjubkan. Membuat secuil kelembutan yang masih Ia miliki berubah menjadi rasa keinginan dan perlindungan yang ditujukan kepada sang peri. Hanya sedikit. Ia tidak memiliki hati sebesar itu untuk memulai.

Mengenai kemampuanya, Ia tidak ingin mengungkapkan rahasia kecil gadis itu kepada rajanya. Ras zeros tidak mengenal konsep kesetiaan. Siapa yang kuat, dia yang berkuasa.

Meski mereka sama-sama terlahir dengan julukan monster yang mengerikan, keduanya memiliki keunggulan masing-masing. Penguasa zeros itu mungkin tidak bisa menyamai ketajaman indranya. Tetapi Ia memiliki refleks yang lebih kejam dari siapapun yang Ia temui.

"Selamat malam Tuan Putri." Teodhore berkata dengan suaranya yang lembut namun tidak mengurangi rasa kejantanan seorang pria.

"Selamat malam Tuan Teodhore." Rose menjawab lelaki itu dengan sopan sebelum dirinya menutup pintu kamar.