"Yang Mulia." Rose berteriak mencoba mencari tahu apakah pemuda itu berada di daerah sekitarnya.
"Hah.." gadis itu menghapus peluh yang menetes dari dahi putihnya.
Pagi hari saat sang peri terbangun dari tidurnya, masih belum ada satupun jejak yang ditinggalkan oleh sang pemuda. Mencoba melakukan sesuatu lebih baik daripada harus menunggu kematian di dalam gua itu.
Rose berusaha untuk mencari Raja Ras Zeros di area yang tidak begitu jauh dari gua tempatnya berlindung tadi malam. Takut jika sang pemuda itu ternyata kembali ke dalam gua untuk menemukan dirinya, sedangkan dirinya pergi jauh untuk mencari pemuda itu.
"Yang Mulia Stevan." Rose kembali berteriak lelah.
Matahari sudah di atas kepala tetapi siluet pemuda itu belum terlihat. Merasa lelah, Rose memutuskan untuk kembali ke gua sembari menunggu staminanya pulih.
"Tunggu. Bukankah aku sudah melewati tempat ini." Rose berhenti saat melihat sebuah pohon yang memilili bekas tanda yang Ia tinggalkan saat melakukan pencarian pagi ini.
"Mungkin aku terlalu lelah sehingga salah melihat tandanya." gadis itu berpikir ragu.
Sang peri memutuskan untuk sekali lagi menelusuri jejak yang dirinya tinggalkan. Mencermati setiap goresan di pohon yang Ia buat dengan belati emas. Benda itu entah bagaimana Ia dapatkan saat dirinya mengeratkan jubah hitam sang penguasa zeros untuk menyelimuti tubuhnya tadi malam.
Ia sudah menyadari bahwa jubah itu pasti dibuat oleh ahli penyihir saat dirinya melihat tidak ada bekas sobekan bekas sayap besar sang raja. Selain itu, jubah hitam milik penguasa kegelapan mempunyai pola tertentu yang dijahit menggunakan benang emas yang berkilau. Pola itu memiliki sebuah aliran mantra yang dapat Ia rasakan tetapi dirinya tidak tahu artinya.
"Aneh."
"Seharusnya jalanya sudah benar. Kenapa aku merasa pepohonan semakin lebat. Seperti menuju jantung hutan." gadis itu tidak berani menyuaraka pikiranya. Berusaha bertindak sealami mungkin saat berjalan.
Grabb
Rose berdiri mematung tidak berani bernafas. Seseorang mencengkeram bahunya. Dirinya mencium bau busuk dari orang yang berdiri di belakangnya.
"Hihihi.. gadis manis mau kemana?" suara serak seorang wanita terdengar mengerikan.
"Tidak papa. Sekarang tutup matamu." Rose merasa seperti baru saja terselamatkan saat mendengar suara familiar yang terdengar entah darimana.
"Tenangkan dirimu."
"Bernafaslah perlahan." Rose berusaha mengikuti instruksi yang diberikan.
"Sekarang buka matamu." Stevan memerintahkan.
Rose membuka matanya sesuai dengan ucapan pria itu. Ia baru saja mencari Raja Ras Zeros pada saat siang hari. Tetapi begitu Ia membuka kedua matanya, Ia melihat wajah tampan sang pemuda yang disinari cahaya bulan.
"Apa yang terjadi."
"Ah.." Rose menjerit kesakitan sambil memegangi kepalanya yang terasa berdenyut.
"Tidak perlu banyak bergerak. Tubuhmu baru saja memulihkan luka berdarah. Masih ada beberapa luka memar yang tersisa."
"Kenapa kau tidak menggunakan perisaimu saat terjatuh?" Stevan bertanya curiga.
"Aku tidak tahu." Rose meraba lehernya.
Memeriksa apakah kalung itu masih terpasang di lehernya.
"Tidak tahu?" pemuda itu mengangkat ujung bibirnya.
"Aku juga tidak tahu kenapa itu tidak bekerja." batin Rose. Dirinya telah menyembunyikan fakta bahwa kalung yang Ia pakai adalah harta leluhur peri yang digunakan untuk melindunginya.
"Apa yang terjadi?" Rose kembali bertanya saat dirinya sudah sedikit pulih.
"Kau terjatuh di atas Rumput Verisia dan terjebak dalam ilusi karena mencium baunya." Stevan menjelaskan. Tidak mengatakan fakta bahwa hutan itu dapat menonaktifkan semua harta sihir dan benda ajaib lainya.
Dirinya memilih gadis itu karena Ia terlihat cerdas dan cukup berguna. Mengabaikan fakta bahwa Ras Peri adalah ras yang terlemah, Ia membutuhkan gadis itu untuk membantunya mendapatkan semua warisan Ras Zeros dari pendahulunya.
"Jernihkan hutan ini." Stevan berucap tiba-tiba.
"Tapi.."
"Kau tidak bisa melakukanya?" pemuda itu mencemooh.
"Bukan begitu. Hanya saja.."
"Kalau begitu lakukan sekarang." ucap sang raja final.
"Baik Yang Mulia." Rose menarik nafas ringan. Mencoba menahan rasa sakit yang sesekali membuat kepalanya berdengung.
Ohh.. Malam yang indah
Kemerlap bintang senantiasa menemanimu
Rembulanpun terlihat tersenyum kepadamu
Kenapa kau mengacuhkan mereka
Berharap kepada mendung yang datang hanya untuk melukai
Membuatmu menangis penuh derita
Oh.. Malam yang indah
Apa kau melihat mereka datang
Menghapus air yang telah menodai ayumu
Mengusir si hitam yang membuatmu bersedih
Dan tetap memberikan cahayanya kepadamu walau kau acuhkan
Oh.. Malamku tersayang
Jangan biarkan mereka pergi menjauh
Mereka yang selalu ada hanya untukmu
Di saat dirimu sendiri tanpa warna
Kau kan kesepian di saat mereka menghilang
Kau kan menyesal saat tak bisa berjumpa lagi dengan mereka
Peluklah mereka dengan hadirmu
Jagalah mereka dengan kasih sayangmu
Berbahagialah bersama dalam kegelapan yang mencekam
Rose memejamkan mata saat bibir merahnya mengeluarkan alunan merdu yang menyentuh setiap jiwa. Membuat suara gemerisik angin menjadi tenang. Perlahan, sebuah cahaya berpendar diantara gelapnya malam. Menyentuh setiap benda yang dilewatinya dan kemudian disusul oleh kerlap-kerlip cahaya yang lain.
Setiap dedaunan, dahan, ataupun tunas pohon yang bersentuhan dengan cahaya itu mulai menampilkan warna hijau yang bersinar. Menciptakan adegan penuh pesona di hutan yang tadinya terlihat menakutkan.
Rose membuka matanya saat bait terakhir lagu yang Ia nyanyikan selesai. Wajahnya dipenuhi kelelahan dan terlihat lebih pucat dari sebelumnya.
"Ada harga yang harus dibayar?" Stevan bertanya kepada peri cantik itu.
"Biasanya tidak Yang Mulia."
"Tetapi kami dilarang untuk memulihkan makhluk atau benda lain di saat vitalitas kami sedang terganggu. Itu bisa menyebabkan efek sebaliknya kepada tubuh kami." suara Rose terdengar lemah.
"Istirahatlah." pemuda yang tengah duduk di sebelah gadis itu akhirnya berbicara setelah beberapa saat.
Rose memejamkan kedua matanya setelah mendapatkan amnesti dari sang raja. Ras Peri mempunyai daya penyembuhan yang lemah. Berbeda dengan beberapa ras yang dapat langsung menyembuhkan diri setelah terluka, mereka membutuhkan waktu puluhan kali lebih lambat untuk mengobati cedera tanpa obat yang memadai.
Kali ini tubuhnya benar-benar berhenti menyembuhkan diri saat nyanyian itu dimulai. Membuat dirinya merasakan rasa sakit yang berlipat dari sebelumnya. Dirinya masih mengerutkan kening saat tertidur karena rasa nyeri yang masih menghantui.
"Apa lagi rahasia yang kau simpan."
"Haruskah aku membunuhmu saja." Steven berbisik saat dirinya membelai wajah Rose yang tertidur.
"Setidaknya untuk saat ini, kau masih memiliki nilai guna." Steven mengeluarkan sebuah botol dari saku bajunya.
Pemuda itu mengeluarkan sebuah pil berwarna hijau dari botol itu. Menahanya di antara jari telunjuk dan ibu jari tanganya, Ia memasukan pil itu ke dalam bibir merah peri yang tengah terlelap.
Pil hijau itu akan langsung mencair saat memasuki mulut, dan efeknya bisa langsung terlihat. Berbagai luka memar dan goresan yang akan meninggalkan keropeng jika tidak segera diobati itu langsung menghilang dengan kecepatan yang menakjubkan.
"Tunggu sampai aku mencapai tujuanku."
"Aku akan memberikan kematian yang tidak terlalu menyakitkan untukmu." seolah mengucapkan sumpah, Stevan mencium dahi sang peri.