Chereads / Dibalik Kegelapan yang Mencekam / Chapter 14 - Kecantikan yang Membawa Bencana

Chapter 14 - Kecantikan yang Membawa Bencana

"Apa aku belum mati?" Rose terbangun dengan linglung. Hal terakhir yang Ia ingat adalah saat Penguasa Ras Zeros mencekik lehernya dengan erat.

Gadis itu menatap sekeliling ruangan yang terlihat sangat rapi. Melihat sebuah cermin jernih yang terletak di sudut kamar, Rose bergegas menuju ke depan cermin.

"Tidak ada bekas yang tersisa." Rose bergumam saat memeriksa leher putihnya.

"Aku tidak mengerti apa yang sebenarnya dipikirkan orang itu." peri cantik itu menghela nafas lelah.

Duag duag duag

"Buka pintu!" terdengar gedoran keras yang berasal dari pintu kamar sang peri.

"Kali ini apa lagi." batin Rose saat dirinya berjalan perlahan ke arah suara itu berasal.

Ceklek

Begitu Rose membuka pintu, hal yang Ia lihat adalah seorang pemuda tampan dengan wajah penuh amarah tengah berdiri di depan pintunya. Seorang pelayan yang Ia ingat terakhir kali memberikan pakaian kepadanya dan seorang laki-laki paruh baya terlihat berdiri di belakang pria itu dengan wajah pucat.

"Maaf, Anda siapa?" Rose bertanya dengan sopan.

Pemuda itu ingin memarahi orang yang sudah lancang memasuki kamarnya. Tetapi dirinya membeku takjub saat melihat gadis cantik yang terlihat pucat keluar dari pintu. Ini pertama kalinya dirinya melihat seseorang dengan kecantikan sakit-sakitan yang terlihat sangat rupawan dan tidak masuk akal.

"Tuan?" Rose kembali bertanya saat dia tidak mendapatkan respon dari pemuda yang terlihat lebih muda beberapa tahun darinya.

"Maaf, saya bersikap terlalu kasar sebelumnya. Saya Eren Vansizger, pemilik penginapan ini. Nona masih harus mengisi beberapa formulir yang perlu diselesaikan." pemuda itu merubah nada awalnya menjadi sangat lembut.

"Tuan tidak perlu khawatir. Ini memang kesalahan di pihak saya jika masih ada prosedur yang belum selesai." Rose bersikap rendah hati.

"Kalau nona tidak keberatan, di lantai tiga terdapat ruang teh. Kami bisa meneruskan percakapan kita disana." Eren menawarkan diri.

"Maaf tuan. Saya masih harus menunggu teman saya kembali. Saya khawatir saat dia datang dan tidak melihat saya, Ia dengan panik akan mencari saya." si peri cantik menolak dengan halus.

"Bagaimana jika kita melanjutkan diskusi kita di ruang tamu kamar ini. Tempat ini cukup besar untuk menampung kita semua." Rose menawarkan solusi yang dirinya pikirkan.

"Tentu saja saya tidak keberatan nona." pemuda itu menjawab lembut.

"Siapkan teh dan beberapa cemilan untuk tamu kita." Eren menginstruksikan kedua bawahanya untuk segera pergi meninggalkan dirinya dan sang gadis cantik.

Sang pelayan dan manager penginapan segera mengikuti perintah dari tuan muda mereka. Sengaja mengulur waktu untuk kembali ke kamar besar itu sesuai dengan keinginan dari sang pemuda.

"Nona Rose ternyata lebih muda lima tahun dari saya. Nona bisa memanggilku dengan sebutan Kak Eren. Tidak perlu memanggilku dengan sebutan Tuan. Itu sebutan yang terlalu berlebihan untuku." Eren berbicara setelah membaca biodata gadis itu. Ia menggunakan formulir khusus untuk gadis itu, bukan formulir standar penginapan mereka.

"Tuan Eren lebih tua dari saya? Tetapi Tuan terlihat sangat muda." Rose terkejut saat mengetahui fakta yang satu ini.

"Aku akan memberikan tahu Nona sebuah rahasia jika Nona berhenti memanggilku dengan sebutan Tuan." Eren tersenyum memikat.

Mata merahnya menatap langsung manik biru Rosalia. Membuat gadis itu tidak bisa berpaling dan lama kelamaan tatapanya berubah kosong.

Pemuda itu tersenyum penuh kemenangan saat gadis itu menatapnya tanpa berkedip. Dirinya bangkit dari tempat duduknya dan memberikan mantra pengunci ke pintu ruangan mereka. Setelah selesai, dirinya tidak membuang waktu dan langsung memegang tangan gadis itu, menuntunya ke satu satunya tempat tidur yang berada di kamar.

"Duduk." Eren memerintahkan Rose saat mereka sudah di dekat ranjang.

"Cantik sekali." pemuda itu memuji saat dirinya tengah duduk berhadapan dengan sang peri di atas ranjang.

Tangan nakalnya membelai wajah cantik Rose dan berhenti di bibir sang gadis. Mengusapnya perlahan, Eren meneguk ludahnya saat dirinya merasa haus untuk mencicipi bibir ranum itu.

"Emm" Eren mengikuti nalurinya untuk merasakan manisnya bibir sang peri. Jilatan dan emutan Ia berikan saat dirinya tengah mencium mesra gadis itu.

Setelah puas membuat bibir Rose membengkak, Eren menurunkan ciumanya ke leher jenjang sang gadis. Menjilat dan menggigit leher putih itu untuk memberikan tanda kemerahan sebagai bukti apa yang tengah mereka lakukan.

Tangan Eren tidak tinggal diam. Dia dengan terampil mulai melepaskan pakaian yang dikenakan oleh gadis itu.

Krangg

Braakkk

Suara perisai yang hancur dan bangunan yang dirobohkan menghentikan Eren dari aktivitas yang hampir membuatnya melayang ke surga dunia.

"Brengsek! Siapa yang berani menggangguku." pemuda itu terdengar sangat kesal.

Duag

Dirinya masih belum mendapatkan apa yang dirinya inginkan saat dadanya di tendang dengan sangat keras.

"Uhk.. uhk.." Eren batuk darah saat menerima tendangan dari orang yang baru saja menghancurkan bangunan itu.

Ia mencoba untuk bangkit tetapi orang itu kembali menendang wajahnya. Beberapa giginya bahkan patah karena tendangan yang mengenai wajahnya. Kepalanya berdengung kesakitan karena cidera yang Ia terima.

Belum sempat dirinya mengambil nafas, Ia kembali memucat karena sepatu orang itu kini berada di atas kepalanya.

"Tidak.."

"Aku akan memberikan apapun yang kau minta."

"Selamatkan hidupku." Eren hanya bisa memohon belas kasihan untuk hidupnya saat orang itu memberikan tekanan kepada kepalanya.

Pemuda yang menginjak kepalanya hanya menatapnya dengan wajah seperti melihat orang mati. Ia bahkan tidak sempat menjerit saat tulang kepalanya dihancurkan oleh orang itu. Kejadian itu berlangsung sangat cepat dan ringkas.

"Tuan." beberapa penjaga langsung bergegas ke tempat itu begitu mereka mendengar suara keras dari bangunan yang dihancurkan.

Begitu mereka sampai, mereka hanya melihat pemuda berjubah hitam tengah berdiri di sebelah mayat Tuan mereka.

Mendengar langkah kaki yang saling bersahutan membuat orang yang memiliki mata berwarna merah itu memalingkan wajahnya. Melihat kerumunan yang tengah melihatnya dengan tatapan tidak percaya.

"Kebetulan sekali kalian datang."

"Aku belum selesai melampiaskan amarahku." pemuda itu tersenyum kepada mereka. Sayangnya, senyum itu tidak mencapai matanya.

"Kemarilah. Biarkan aku mengasah pedang baruku dengan cara memenggal kepala kalian." kata-kata pemuda itu membuat beberapa pengawal bergidik ngeri.

"Siapa kau? Keluarga Vansizger tidak akan membiarkanmu tetap hidup." seorang pengawal berpakaian merah mengancam pemuda itu.

"Oh, jadi bajingan itu mempunyai darah Vansizger. Pantas saja sejak awal aku melihatnya, aku merasa ingin muntah." Pemuda berjubah hitam itu berkata jijik.

"Beraninya.."

Sratt

Sebelum pengawal itu melanjutkan kata-katanya, kepalanya sudah menggelinding ke bawah bersama dengan beberapa kepala yang lain.

Darah menyembur dari tubuh yang kehilangan kepalanya. Membuat daerah sekitarnya terlihat seperti sedang hujan darah. Setelah melenyapkan seluruh pengawal, orang itu mengalihkan perhatianya ke arah ranjang. Seorang gadis tengah menatapnya dengan tatapan kosong.

Sang pemuda mendekati gadis itu. Melepaskan jubah hitam miliknya dan melilitkan jubah itu untuk menutupi pakaian sang gadis yang berantakan.

"Kecantikan yang membawa bencana." pemuda itu mengejek sang gadis yang hanya menatapnya kosong.

Pemuda itu tersenyum kecil melihat respon si gadis peri.

"Aku tiba-tiba sedikit tergoda untuk menyembunyikanmu." sang pemuda mencium lembut tanda lahir di bawah mata sang gadis.