'Aku punya ide! Bagaimana caranya aku keluar dari sini!'
Yocchan menemukan sebuah ide baru yang dirasa cemerlang di bawah sinar rembulan malam yang terpantul di air dalam kolam ikan itu. Ikan adalah hewan yang hidup air, sekalipun dia hidup di air ... ikan itu tahu bahwa adanya kehidupan lain di luar air. Namun, jika dia keluar dari dunianya ... ada kemungkinan ikan itu tidak bisa selamat tapi, setidaknya dia bisa bertahan hidup.
Begitu pula Yocchan yang berpikir dirinya sama seperti ikan yang ada di air itu, dia tahu kehidupan di luar tanpa adanya bodyguard itu pasti berbahaya tapi, setidaknya dia bisa bertahan hidup di luar dengan kehidupan normal seperti yang dia inginkan.
Yocchan merencanakan sesuatu secara diam-diam.
Yang pertama, dia akan mengemasi beberapa pakaiannya di koper dan dia berniat pergi lewat halaman belakang kemudian menaiki bus yang jurusannya ke bandara kemudian dia memutuskan untuk pergi dari kota ini, kalau bisa dia pergi jauh sampai tidak diketahui sama sekali identitasnya.
Tapi, jika dipikir-pikir kembali ... bukankah hal ini terlalu mencolok? Terlebih lagi apabila dia keluar pasti kedua bodyguard yang menjaganya itu selalu mengikutinya. Dia menengok kanan kiri ... apakah tidak ada alat untuk membuka jendela tanpa merusaknya ini?
Dia berpikir hampir dua jam lamanya tapi tidak menemukan cara yang begitu signifikan. Dia akhirnya lelah dan tidur. Perlahan dia terlelap dan tak terasa ... matahari pun mulai pagi ....
Yocchan berangkat ke sekolah seperti biasa di temani kedua bodyguard itu, tentu saja karena dia adalah keturunan Yakuza, dia tidak punya satu pun teman dekat, sungguh anak yang suram bahkan nilai pelajarannya pas-pasan.
"...."
Waktu itu Yocchan melihat beberapa siswa di kelasnya yang tadinya izin katanya sakit perut tadi ... mereka bolos pelajaran, 'Eh bukannya itu dia yang tadi ke izin ke bu guru tapi, mengapa dia ada di kantin?' Yocchan bertanya-tanya dalam hatinya sambil memantau gerak-gerik siswa itu.
Ketiga siswa itu tidak hanya bolos di kantin tetapi melompat pagar belakang sekolah, selama tidak ketahuan oleh CCTV pasti mereka aman. Yocchan termotivasi ingin menirunya.
Namun, jam pelajaran berbunyi ... menunjukkan waktu istirahat! Sudah saatnya makan siang dan dia mengeluarkan bentonya. Bagi dia, untuk keluar dari sekolah ini diperlukan beberapa tenaga!!
Tapi, tidak terlepas dari status sosialnya ....
Beberapa anak berandalan dari kelas lain memergoki dirinya yang sedang makan siang sendirian dengan damai di kelas.
Teriakan itu ....
Membuat dirinya terkaget hingga hampir menumpahkan kotak makan siangnya.
Sang gadis-gadis di kelas berteriak ketakutan dengan kedatangan sekelompok anak berandalan di depan Yocchan yang mengebrak mejanya.
Mereka saling bertatapan sengit, lagi-lagi Yocchan berkata dalam hatinya, "Apakah yang mereka pikirkan selama ini berkelahi dan terus berkelahi sampai menang? Jujur saja aku sudah bosan dengan kehidupan yang penuh masalah seperti ini, bukan dari diriku sendiri tapi, dari keluargaku sendiri lah penyebabnya! Andaikan aku tidak dilahirkan dalam keluarga yang menaungi sebuah organisasi seperti ini ...."
Yocchan memasang tatapan dingin yang mengeluarkan aura seperti membunuh. Namun, dia tidak mungkin akan membunuh mereka semua ....
Semua gadis dan beberapa laki-laki di kelas menepi.
Bahkan sang wali kelas atau guru pun yang tahu tentang diri Yocchan enggan untuk memberinya perlindungan, bukankah dunia ini tidak adil?
Yocchan bersiap melawannya seorang diri.
Sebelum laki-laki yang tampak macho di depan Yocchan melancarkan serangan pukulan dari kepalan tangannya itu, Yocchan menghindar terlebih dahulu dan secara refleks dia terlihat seperti mengambang di udara dengan wajah santainya sambil memegang kotak bentonya. Tentu saja Yocchan sudah terlatih bertarung meski jumlah musuhnya puluhan sekalipun.
Dia berusaha keras untuk tidak kalah.
Begitu laki-laki ke-dua hendak menyikut Yocchan dengan lengannya tangannya, sesaat Yocchan menyingkirkan mereka dengan mendorong mejanya ke tubuh mereka berdua hingga terpental ke papan tulis. Yocchan sangat lihai, tak heran dia memiliki banyak musuh yang berbahaya. Sebenarnya Yocchan tidak begitu kuat tapi, karena taktik yang dipasangnya saja yang membuat dirinya bisa mengalahkan semua musuhnya.
Yocchan menghabisi sisanya dengan memutarkan bangku yang menjadi tempat duduknya hingga kaki dari bangku tersebut mengenai perut pereka dan Yocchan mendorongnya dengan cepat hingga mereka yang terkena serangan Yocchan terkapar kesaktian.
Tanpa segores luka pun, Yocchan berdiri sambil memejamkan mata sejenak, dan dia dengan tenang melanjutkan makan dengan memegang kotak bentonya, Yocchan kemudian membuka matanya dan menatap lurus pada orang yang dirasa ketua dari sekelompok anak berandalan itu.
"Kalian ... mengganggu makan siangku!" itu kata Yocchan dengan sikap dinginnya.
Begitu dia selesai dengan makan siangnya ....
Dia mengelap mulutnya yang belepotan tadinya dengan tisu dari saku kantongnya. Lalu dia meminum sebotol susu sementara beberapa anak berandalan itu hendak terbangun dengan merintih kesakitan.
"...."
"Percuma!" seru Yocchan dengan tatapan dinginnya pada seorang bos yang dirasa ketua anak berandalan itu, "Walaupun kalian melawanku lagi, hasilnya tetap sama ... aku lah pemenangnya." Kata Yocchan dengan santainya.
"Cih!" orang itu serasa tidak terima dengan perkataan Yocchan.
Yocchan melanjutkan berdalihnya, "Ah~ kau mau bilang kalau perkataanku barusan sombong sekali, ya? Aku tahu, kok." Yocchan berusaha merendahkan sebelum dirinya direndahkan.
"Tapi, sikap kalian yang seperti itu hanya menimbulkan banyak masalah!" Yocchan menaikkan sedikit nadanya.
Yocchan mulai membenarkan meja dan bangkunya kembali seperti di tempatnya, "Berhentilah menyerang di tempat terbuka seperti ini! Jangan ulangi lagi, dan jangan kalian cari masalah padaku lagi!" kata Yocchan dengan nada agak marah.
"Kau ...!!" tentu saja orang itu kesal karena kata-kata Yocchan yang terdengar memprovokasinya.
"Kau bukan urusanku lagi." Kata Yocchan dengan dinginnya, lalu memasukkan kotak bento ke tas sekolahnya. Begitu dia selesai berkemas, dia hendak meninggalkan kelasnya.
Namun, seorang anak perempuan berambut panjang di sana terlihat prihatin dengan Yocchan.
"Tunggu!" dia memanggilnya meski tidak dengan nama aslinya.
"Tu-tunggu, ka-kau mau ke mana?" tanyanya memastikan dengan wajah cemas begitu Yocchan sudah berada di daun pintu.
'Ah~ ketua kelas, ya ... aku hampir lupa kalau dia bisa jadi saksi yang bisa menyakinkan guru-guru kalau tindakan barusan adalah bukan kesalahanku.
Tapi, begitu Yocchan hendak mendekatinya, dia mundur perlahan langkah demi langkah, padahal tangannya itu hendak menggenggamnya untuk meyakinkannya. Tapi, seketika Yocchan berbalik dengan tertunduk murungnya ....
"Maaf, pikiranku agak kacau akibat barusan ... aku perlu istirahat di UKS sambil membawa barang-barangku, tampaknya di kelas ini tidak aman lagi." Jelas Yocchan pada perempuan yang menjadi ketua kelas itu.
"O-oh," dia hanya menjawabnya ragu walaupun mencemaskannya.
"Tolong izinkan pada guru selanjutnya ... dan sampaikanlah itu bukan kesalahanku." Jelas Yocchan yang berjalan pelan dengan langkah sedihnya.
"...." Perempuan itu hanya melihat punggung Yocchan yang tampaknya memikul banyak beban itu.
________
Tapi, kejadian ini justru membuat Yocchan yang tadinya tertunduk murung itu hanya bersikap pura-pura. Sebenarnya dia merasa senang dan berharap, dia bisa bolos dipelajaran selanjutnya untuk rencana kaburnya, bukan kabur dari rumah lagi tapi, dari kota ini.
....