Nara masuk ke dalam kelas sejak tadi tak ada yang meresponnya. Bahkan Adel yang bawel, cerewet yang suka menjahili Nara. Sekarang gadis itu hanya diam, fokus pada ponselnya. Dan Arina memang gadis itu tak banyak bicara, hanya fokus pada novelnya.
"Aiish, tumben bener pada diem." batin Nara.
"Del, temenin gue ke perpus yuk." ajak Nara sembari mendekatkan diri ke tempat duduknya Adel.
"Males, gue sibuk." ucapnya singkat tanpa menoleh ke arah Nara.
"Aih, kok gitu sih." gerutu Nara.
"Del, arin, lo pada kenapa sih?" tanya Nara bingung mereka tak merespon perkataan Nara malah semakin acuh.
"Aashii, ngeselin lu pada." Nara berdecak sebal kemudian keluar kelas menuju perpustakaan dengan umpatan di dalam hatinya.
Nara fokus berjalan namun matanya melihat ke arah seseorang yang kemaren menolongnya. Kini cowok itu sedang bermesraan dengan pacarnya, berjalan dengan merangkul pundak gadis itu. Mengacuhkan Nara yang berada di depan Manu, Manu melewatinya. Sedikit nyeri dalam hati Nara.
Tak mau merespon perasaan anehnya, Nara mencoba tak peduli dan melanjutkan langkahnya yang terhenti. Dalam hatinya juga berfikir kenapa Manu setega ini dengannya? Ah Seorang manu mana cukup 1 gadis. Playboy kelas kakap seperti Manu tak peduli dengan perasaan perempuan.
"Dasar playboy amit-amit. Jangan aja gue jadi pacarnya." gerutu Nara.
"Kemaren sama gue, sekarang ganti lagi dih nyesel gue buka hati buat --" Nara tak melanjutkan gerutuannya. Karna saat ini ada Gavin di hadapannya.
"Gavin, lo--"
Cup
Gavin mengecup bibir Nara, sampai Nara membalakkan matanya terkejut. Gavin? Cium bibir? Upsss.
Nara mendorong kuat tubuh Gavin, lancang sekali cowok itu mengecupnya dibibir apalagi ini disekolah. "Parah lo, ngapain lo ciu--" kemudian Gavin kembali mengecupnya sembari menahan tengku leher Nara. Lalu masuk ke perpustakaan yang sepi.
Nara memberontak kuat tubuh Gavin, tapi tak mengaruh pada cowok itu. Gavin ganas mencium Nara, ketika Nara mencubit pelan lengan Gavin barulah cowok itu sadar.
Gavin langsung melepaskan ciumannya, tatapannya aneh bukan Gavin asli. Bahkan sangat lain, Nara yakin ini bukan Gavin tapi kembarannya. Gevan.
"Lo gevan kan ha? Bajingan lo!" ketus Nara setelah mendorong kuat tubuh cowok itu.
"Mau gue gavin, gevan lo harus tetep jadi milik gue!" ucap Cowok itu.
"Gak, gue benci sama lo Gevan. Gara-gara lo Gavin ninggalin gue. Anjing lo! "umpat Nara, sekasar itu ucapannya jika berhadapan dengan kembarsn Gavin yang jahad ini.
"Semua itu bukan kesalahan gue. Nar? Harus apa sih gue biar dapetin lo." ujar Gevan
"Nggak akan bisa lo dapetin gue, mending lo pergi dari hadapan gue sekarang! " Bentak Nara, Gevan benar-benar menguras emosi Nara.
"Aishhhh, buang-buang waktu gue di sini." ketus Nara. Sembari melipatkan keduanya tangannya ke dada.
"Nara ... Gue cinta sama lo," kata Gevan
"Lo kasar kayak gini cinta sama gue. Nggak ada akhlak lo," jawab Nara kemudian keluar ruangan, tak peduli dengan Gevan.
Gevan adalah kembaran Gavin, Gevan berbeda jauh sifatnya dengan Gavin. Gevan kasar, tidak peduli dengan perasaan orang lain, sikapnya jauh dari kata baik. Karna Gevan hubungan Gavin dan Nara renggang, putus karena Gevan diam-diam menyukai Nara.
****
Liana dan Vino menyiapkan untuk kejutan anaknya, yaps! Vino sudah dipertemukan dengan istrinya, cinta sejati Vino yang dulu bertemu di rumah sakit. Setelah menolong Zara menginap di apartementnya. Sekarang Liana adalah hidup dan matinya, Vino hampir kehilangan nyawanya akibat depressi istrinya yang belum ditemukan jasadnya.
Liana tersenyum menatap suaminya sudah lama sekali senyuman itu ia rindukan. Bertahun-tahun lamanya, Nara belum mengetahui jika Mama nya sudah kembali. Hari inilah Liana akan membuat hidup Nara semaki lengkap dan yang Nara rindukan selama ini.
"Kamu siap?" tanya Vino sembari memeluk pinggul istrinya.
"Siap, aku nggak sabar banget pengin ketemu Nara." jawab Liana.
"Aku mencintai mu Liana."
"Aku juga mencintai mu mas." balas Liana.
***
Nara keluar dari ruangan perpustakaan, pelajaran hari ini kosong karna semua guru rapat. Jadi ia akan menuju ruang Osis mengurus kegiatan yang akan dilakukan minggu depan. Saat Nara melewati loker ada gang sempit menarik perhatiannya. Ada cowok seperti tengah mengintainya.
"Siapa dia?" pikir Nara menghentikan langkahnya, menatap kearah cowok bertopi. Namun saat Nara melangkah maju mendekati gang, tak ada lagi keberadaan cowok itu.
"Aneh, tadi kan ada tu orang." gumamnya
"Ah, masa setan ya kali siang-siang ada setan." sambungnya lagi.
Nara tak memperdulikan, mungkin siswa lain yang akan membolos. Tak mungkin pula ada hantu saat masih pagi. Kemudian Nara melanjutkan melangkah menuju ruang osis. Baru saja 2 langkah maju, mulut Nara dibekap oleh seseorang sampai Nara sulit untuk berteriak. Matanya ditutup oleh sapu tangan ya pasti penutup mata.
Nara memberontak saat lelaki itu membopongnya, tak mau jika lelaki ini penculik yang menculiknya.
Seseorang itu tak memperdulikan Nara, tetap membawa gadis itu ke sesuatu tempat.
Setelah sampai ke tempat tujuan, Nara diturunkan oleh seseorang itu. Kemudian meraih tangan Nara dengan lembut perlakuannya tak sekasar tadi. Nara juga berhenti memberontak, sentuhan ini seperti nya ia kenal. Jemarinya juga tak asing bagi Nara. Melangkah maju, kemudian seseorang itu membuka penutup mata Nara. Setelah dibuka Nara terkejut, ia melihat teman-temannya bersimbah darah. Seperti tak bernyawa lagi, ia juga tak melihat seseorang yang membawanya ke sini.
Dimana dia?
Nara menghampiri temannya Adel, yang mendapat luka memar di pipi, hidung dan bibir yang berdarah. Arina pun begitu banyak luka ada sisil, ada Erin. Nara menesteskan air matanya ia menangis, apa yang sebenarnya terjadi? Apa dia akan menjadi korban selanjutnya?
"Hikss, siapa yang ngelakuin ini. hiks." isak Nara menatap sedih ke arah sahabatnya yang telah tiada. Siapa yang benar-benar tega melakukan ini.
Nara mencoba untuk keluar ruangan, meraih kenop pintu saat membuka pintu.
Dooor ....
Mau liat?
'PRANKKKKKKKKKKKKKK."
"Happy birthday Nara, Happy Birthday Happy birthday Nara. " suara ucapan ulang tahun teman-temannya, raut Nara yang tadi sedih kini menjadi senyum bahagia.
"Gue ulang tahun? Ah masa sih?" ujar Nara.
"Lu lahirnya di keluarin dari hidung ya? " sahut Adel yang tiba-tiba bangun dari lantai yang bersimbah darah itu.
"Serius, ini beneran? Ya ampun gue bener-bener nggak inget." ucap Nara
"Nara kebanyakan baca wattpad NC21+ jadi otaknya kemebul🤯." cibir Adel
"Udah udah, Happy birthday Nara, Happy Birthday Nara." lanjut Arina
"Selamat ulang tahun Nara." ucap Manu yang berdiri dihadapan Nara membawa roti kue ulang tahun.
"Terima kasih Manu,"
"Terimakasih semuanya." mendapat respon dengam senyuman anggukan dari teman-temannya.
"Pranknya serem juga yahhh, ide siapa nih?" tanya Nara dengan sinis.
"Nggak ikutan gue,"
"Tiup lilinnya, tiup lilinnya, tiup lilinnya sekarang juga sekarang juuuuugaaaaaaaaaaaaaaa! " berlanjut nyanyi yang dipimpin oleh Manu.
Akhirnya Nara meniup lilin angka 16 tahun, bertambah usinya yang masih sangat belia.
Happy birthday Nara🥳.
****
Manu duduk di samping Nara yang sibuk dengan teman-temannya, jujur saja Manu tak suka diacuhkan seperti ini. Hilang harga dirinya sebagai Badboy di sekolah ini. Hatinya juga sedang cemburu ada Gavin yang selalu mencari perhatiannya Nara.
Jake sedang berduaan dengan Adel, Nara, Arina dan lainnya tengah berbincang. Dan Keano sibuk menatap ke arah Arina, tatapannya memang biasa tapi dalam hatinya berkata lain.