H A P P Y R E A D I N G
Nara tengah berbincang dengan Gavin, memang sangat dekat meski sudah mantan. Nara terlihat sangat bahagia bibirnya tersenyum lebar sejak tadi tak menyangka akan mendapat kejutan seperti ini. Saat Gavin meraih tangannya jantung Nara sedikit berdebar,
"Nar, gue pengen kita kayak dulu lagi." ujar Gavin matanya menatap ke arah Nara.
Nara terkejut, jujur saja ia masih ada rasa dengan Gavin tapi itu tak akan terjadi. Nara tidak mau membuat Gavin dan Gevan bertengkar lagi. Dan jelas saja Nara sedang dekat dengan Manu, walau belum sepenuhnya gadis itu membuka hati untuk Manu.
"Maaf, gue nggak bisa Vin. Bukannya lo waktu itu bilang nggak mau nyakitin hati Gevan." jawab Nara
"Iya, tapi gue akan perjuangin hubungan kita. Nggak peduli sama Gevan." Kata Gavin
"Daripada lo sama Gevan bertengkar cuma gara-gara gue, keputusan lo yang dulu itu bagus kok." ujar Nara tersenyum miris.
"Tapi Nara, gue nggak peduli sama Gevan." kekeh Gavin.
"Tolong, ini lebih baik buat kita semua." ujar Nara mencoba melerai genggaman tangan Gavin.
Kalau diingat kembali ke masa lalu, Nara benar-benar nyesek, sad girl ditinggal pas lagi sayang-sayangnya. Cowok yang setia, baik, pengertian sama Nara tapi memutuskan hubungan dengan tanpa alasan yang jelas. Saat Nara mencari tahu, ternyata hanya karena kakaknya diam-diam menyukai Nara.
"Ya sudahlah, gue ngerti. Mungkin lo juga nggak ada lagi perasaan kan sama gue lo suk--" ucapannya terhenti.
"Gue masih sayang sama lo, tapi keadaan yang buat gue kayak gini. "
Saat mereka di dalam ruangan, Manu berada di depan pintu yang sedikit terbuka mendengar percakapan itu. Ia tidak mendengar semuanya, ternyata Nara masih menyayangi Gavin. Manu tersenyum tipis, miris sekali rasanya tangannya mengepal kuat. Kemudian pergi meninggalkan tempat itu.
Nara sama Gavin
6 bulan yang lalu
Sekarang sah jadi mantan.
"Nar, " panggil Gavin.
"Gue keluar, nggak enak sama yang lain pasti nunggu di ruang OSIS." ujar Nara kemudian keluar ruangan menuju ruang OSIS.
Gavin kesal, tangannya mengepal kuat kemudian menonjok tembok dengan penuh amarah. "Bangsat arghh! " gerutunya.
"Kenapa dulu bodoh banget sih, argghhh!" gerutunya lagi, tangannya mengusap wajahnya kasar. Sadboy
Kemudian Gavin keluar ruangan menuju kelas Gevan yang ada di kelas 11 IPS 2, berandal itu perlu dihajar habis. Semua karena kembarannya yang tak tahu diri, dengan buas Gavin meraih kerah baju Gevan. Kemudian menonjok Gevan sampai terhempas pukulannya sangat kuat.
"Mati aja lo anjing!" ujar Gavin pukulan kedua mengenai pipi.
Gevan berdiri, wajahnya tersenyum smirk menantang Gavin saudaranya. "Lo fikir dengan cara lo begini akan buat gue mati." ucap Gevan.
"Bajingan lo, nggak usah banyak bacot!" umpat Gavin memukul lagi wajah Gevan.
Bugh bugh bugh.
Begitu juga dengan Gevan yang lebih kuat dari Gavin, ia menghajar habis adiknya sampai bibir berdarah dan pipi lebam. Gevan tahu pasti ini semua karna Nara, gadis yang mereka sukai. Gevan tak akan mau untuk mengalah, cih? Gavin sudah merenggut semua kebahagiannya.
"Arghh!! "
Bughh..
"GAVIN! GEVAN STOP!!!! " pekik Nara yang muncul karna mendapat laporan dari siswa. Semuanya tak ada yang berani melerai kedua remaja itu, hanya menonton bahkan ketakutan dengan kebuasan mereka.
Gevan menghentikan pukulannya, kemudian menatap ke arah Nara. Mata gadis itu berlinang, apalagi saat melihat Gavin terkapar lemas dilantai. Nara mendekati dirinya Gevan tak berani mengatakan hal apapun. Mulutnya bungkam dan menunduk.
"Ini yang gue nggak suka dari lo, pake kekerasan. Gavin bisa mati di tangan lo van!" bentak Nara penuh penekanan menatap mata Gevan.
"Jahat lo Van," cetus Nara air matanya tak sengaja menetes.
"Dia yang mukul gue duluan Nar, " ucap Gevan
Nara menatap kearah lain "Seharusnya lo juga bisa nahan emosi, gue benci kekerasan."
Nara menyuruh teman-temannya membawa Gavin ke ruang UKS, lukanya cukup parah di bagian bibir dan pipi. Hanya lebam.
Melihat Gevan lebih parah dari Gavin, hidung Gevan berdarah pelipisnya juga berdarah karena tadi sempat terhempas dan mengenai dinding. Karena Nara tak rega melihat Gevan yang meringis kesakitan, Gevan memang berandal tapi ia juga manusia. Nara menarik tangan Gevan menuju ruang OSIS dan khusus untuk dirinya.
Nara sempat menyuruh Arina mengurus Gavin di UKS, meski pingsan lukanya tak begitu parah.
Setelah sampai di ruangannya, Nara melepaskan tangan Gevan. Cowok itu hanya diam tak mengatakan apapun, menatap Nara mengambil kotak P3K. Kemudian duduk di samping Gevan "Sekali lagi lo ngehajar Gavin, gue nggak akan mau ngobatin lo lagi." ujar Nara sembari menekan luka yang ada di pipi.
"Aw." keluh Gevan
"Tapi, tadi bukan gue yang mulai Nar tapi Gavin tiba-tiba dia nonjok gue." ucap Gevan
"Nggak peduli gue, mau dia duluan lo duluan sama aja semua salah. Kalian kenapa sih? Harus banget ya pake pukul-pukulan nyelesain masalah apa nyari mati" ujar Nara, senci apapun dengan Gevan Nara masih punya hati untuk mengobati cowok itu. Membalas kebaikan Gevan saat ia dulu sedang ada masalah dengan Gavin.
Gevan adalah ruang curhatnya dulu, Nara menganggap Gevan sebagai kakak saja. Tapi, Gevan malah mempunyai perasaan lebih. Disitulah Nara menjauh, dan harus mengalah.
"Iya maaf, nggak lagi kok." ujar Gevan.
Nara fokus mengobati lukanya Gevan, gadis itu sangat baik, kelihatannya saja judes, dingin tapi hatinya sangat lembut. Makanya Gevan dan Gavin sangat ingin memiliki gadis itu.
****
Manu merasa cemburu melihat kedekatan Nara dan Gavin serta Gevan juga sedang berjuang mendapatkan Nara. Gadis itu membuatnya frustasi baru kali ini Manu seperti ini, padahal banyak gadis yang menggilainya. Tidak tahu kenapa, atau mungkin rasa ini memang ada untuk Nara. Fiks, Manu kesal dan memilih untuk pergi bersama Deby hari ini.
"Lo kenapa cuk?" tanya Jake.
"Muka lu sepet bener?" lanjutnya sembari menghisap rokok sampurna.
"Apa gara2 Nara?" tambah Keano.
"Gue cabut duluan," ujar Manu dingin kemudian meraih jaket yang ada di kursi melangkah pergi, meninggalkan teman sohibnya.
"Dih kesambet apa si Manu? Kurang mantap-mantap pan tu bocah." ujar Jake.
Sikap Manu seperti orang yang habis diputusi, Sad boy. Rautnya membuat Jake ingin menghujat Manu, banyak pacar tapi kalau soal Nara beda. "Heran gue, Deby kurang cantik apa sih? Kenapa harus Nara?" pikir Jake.
"Yaelah, napa lo jadi julid? " Celetuk Keano.
"Sebagai temen yang baik, gue harus ngasih tau Manu mana yang cocok buat dia " jawab Jake.
"Halah, lu aja jomblo." ketus Keano.
"Njir, ada kali. Lo aja yang nggak tau." ujar Jake.
"Siapa?" tanya Keano.
"Bidadari Adelia dong." jawab Jake dengan percaya diri.
"Serius?"
"Jangan serius-serius, gue belum siap." kelakar jake.
"Najis anjir."ucap Keano kemudian pergi menuju kelas.
"Kampret gue ditinggal." gerutu Jake.