Ara menarik tangan Dena untuk menjauh dari tempat audisi, dia tidak mau Jie Rui kembali melihatnya karena bisa jadi pertahanan Ara selama beberapa minggu ini hancur dengan bertemu pria itu kembali.
Ara ingin segera menjauh dari tempat itu karena tidak ingin bertemu dengan Jie Rui lagi. Mata pria itu terlalu tajam dan menusuknya saat mereka tidak sengaja bertatap muka tadi.
"Ada apa sih? Kenapa buru-buru? Bagaimana dengan audisinya?" Tanya Dena menghentikan langkah mereka berdua.
"Jangan tanya audisi. Jurinya sahabat dari Jie Rui, aku tidak mau lagi berhubungan dengan mereka. Benar-benar sial hidupku ini,"
Dena merasakan apa yang dirasakan Ara saat ini. Temannya ini pasti merasa sangat takut saat berada di dalam ruang audisi tadi.
"Ya sudahlah, ayo kita ke kantin saja! Aku lapar!" Ajak Dena sambil mengusap perutnya yang datar.
"Dasar kamu! Ayo! Aku juga lapar. Tenagaku habis terpakai tadi," Sahut Ara menyanggupi.
Ara memang merasa lapar apalagi setelah dia melihat Jie Rui di ruang audisi tadi membuatnya semakin ingin makan banyak.
Ara semakin kesal karena pria itu sama sekali tidak mencari keberadaannya, atau setidaknya dia bisa mengirim pesan bukan? Tapi ini tidak sama sekali.
Ara dan Dena mengantri untuk bisa mendapatkan makanan, perubahan penampilan Ara membuat semua mata menatap kagum ke arah Ara.
Dena yang mengetahui semua pandangan ke arah Ara hanya bisa tersenyum senang, setidaknya tidak sia-sia perjuangannya untuk melakukan make over untuk Ara.
"Dena, kenapa mata-mata yang ada di dalam kantin ini menatapku seperti itu terus? Ada yang salah dengan penampilanku?" Tanya Ara sambil melihat sekelilingnya.
Dena mengikuti apa yang dikatakan oleh Ara, dan memang mereka sedang menjadi pusat perhatian terlebih kepada Ara. Ara semakin terlihat modis dan seksi dengan penampilan barunya ini.
"Bukan begitu. Kamu terlihat sempurna sehingga mereka menatapmu takjub."
"Benarkah? Mereka tidak sedang mengejekku bukan?" Tanya Ara masih dengan perasaannya yang takut.
"Mengejek apa? Kamu ini cantik dan sempurna, apanya yang akan mereka jadikan bahan ejekan? Jangan terlalu menilai rendah dirimu sendiri karena kamu perempuan sempurna."
Ara melihat ke arah Dena dengan mata berkaca-kaca, memiliki Dena di saat dia jauh dari kedua orang tuanya adalah hal luar biasa yang Ara syukuri selama ini.
"Jangan menangis. Aku tidak suka melihat kamu seperti ini. Kamu harus kuat! Jadilah perempuan yang tetap berdiri teguh meskipun badai menerjang."
Ara mengangguk pasti, berjanji kepada dirinya sendiri dan juga Dena kalau dia bisa menjalani semua ini dengan bibir tersenyum.
"Terima kasih, kamu memang penolongku. Entah apa yang akan terjadi kepadaku nanti jika kamu tidak ada di sampingku."
"Sudah-sudah, jangan menangis. Orang lain pasti mengira kalau kita pasangan kekasih kalau kamu seperti ini terus. Lihat saja, merek semua melihat kita berdua dengan tatapan yang curiga."
Ara memukul lengan Dena setelah mendengar kata- kata Dena. Senyumnya kembali terbit setelah dia hapus sisa air matanya yang membasahi pipi.
"Ayo makan! Aku sudah sangat lapar!"
Dena menarik tangan Ara menuju kantin. Ara sudah tidak memikirkan lagi dengan hasil dari audisi. Dia ingin bersenang-senang dan melepaskan semua tentang Jie Rui.
Entah apa yang dimiliki oleh pria itu, sebesar apapun usaha yang dilakukan oleh Ara untuk melupakan pria itu, bayangan Jie Rui semakin menempel di kepalanya.
Ara dan Dena langsung pergi mengantri untuk mendapatkan makanan mereka. Kebiasaan di negara ini makanan yang akan mereka makan di kantin harus diambil sendiri dan setelah itu piring bekas makan mereka juga mereka kembalikan sendiri.
Kebiasaan yang sudah melekat dalam pribadi Ara selama dia tinggal di negara ini. Ara yang hidup di negara orang lain sejak sekolah menengah atas membuatnya bisa hidup mandiri.
"De, kamu tidak bisa mencarikan aku kerjaan sampingan? Uangku sudah mulai menipis dan aku butuh pekerjaan," Ucap Ara di sela-sela makannya.
"Kamu butuh pekerjaan? Temanku baru saja buka cafe, kamu mau bekerja di cafe?"
"Cafe? Mau dong! Yang penting aku dapat kerjaan dan isi dompetku aman,"
"Bisa saja kamu. Nanti pulang dari kampus aku bawa kamu ke sana. Tenang saja, dia teman dekatku. Aku jamin kalau kamu akan diterima kerja di sana."
Ara memberikan kecupan jarak jauh untuk Dena sambil mengangkat kedua jempolnya. Senyum sumringah yang muncul di wajah Ara membuat kecantikan Ara semakin terlihat.
"Kamu memang yang terbaik!"
"Siapa dulu? Dena...." Sombong Dena sambil memukul dadanya berkali-kali.
Ara tertawa mendengar kesombongan Dena yang sama sekali tidak membuat Ara merasa marah. Semua kelakuan Dena selalu membuat Ara tersenyum.
"Sudah, cepat habiskan setelah ini kita langsung pulang atau bagaimana?" Tanya Dena kepada Ara.
Dena masih berharap Ara mau melihat hasil audisinya tapi dia tidak berani memaksa Ara karena Ara adalah orang yang berhak memutuskan apa yang seharusnya dia lakukan.
"Kita pulang saja. Aku harus bisa secepatnya cari kerja. Tidak mungkin bukan aku mengandalkan uang dari keluarga dia sedangkan aku mau melepaskan ikatan ini. Kalau aku tetap menggunakan uang itu, akan sulit bagiku untuk lepas."
Ara terlihat sedih setelah mengatakan semua hal yang mengganggu pikirannya. Dena tahu apa yang sedang berkecamuk di dalam hati Ara saat ini, sahabatnya itu sebenarnya masih sangat mencintai pria yang menjadi tunangannya itu tetapi melihat sikap dari Jie Rui, Ara memilih untuk mundur perlahan.
"Ya sudah kalau begitu, ayo kita pergi! Aku juga sudah lama tidak pergi ke tempat itu."
Ara melihat Dena dengan mata berbinar, dia benar-benar merasa dibantu oleh Dena. Dena adalah orang pertama yang tahu kalau dirinya sedang mengalami semua kesulitan ini.
Ara dan Dena mengambil tas mereka masing-masing dan berjalan keluar dari kantin. keduanya berjalan dengan senyuman yang selalu menjadikan kedua wanita ini menjadi sumber perhatian banyak pria yang kebetulan ada di kantin.
Langkah Dena tiba-tiba terhenti dan Ara yang terkejut menatap Dena dengan kening berkerut.
"Ada apa? Kenapa tiba-tiba berhenti?"
"Ada Jie Rui di depan kita," Jawab Dena sambil menunjuk pria yang dia maksud dengan dagunya.
Ara mengikuti arah yang ditunjuk Dena dan melihat Jie Rui sedang melipat kedua tangannya di depan dada sambil melihat ke arah mereka.
"Kalau begitu kita jangan lewat sana, kita putar saja." Sahut Ara sambil menarik tangan Dena untuk berbalik arah.
Ara malas bertemu dengan pria itu, dia tidak ingin bertengkar saat ini.
"Tapi sepertinya dia sedang menunggu kamu, Ra."
"Tidak mungkin, bukannya dia sudah memiliki seseorang yang ditunggu? Untuk apa menunggu aku yang bukan siapa-siapa?"
Ara bersikeras untuk berbalik meski Dena berusaha menghalanginya. Ara tidak mau kalah, dia ingin menang melawan hatinya.
"Berhenti!"