"Berhenti!"
Suara dingin Jie Rui menghentikan langkah Dena yang otomatis juga membuat langkah kaki Ara berhenti.
"Selesaikan baik-baik. Jika ada sesuatu, aku ada di kantin." Ucap Dena sambil menunjuk kantin yang tidak jauh dari tempat mereka saat ini.
"Mau menyelesaikan apa? Bukannya semua sudah selesai? Ayo kita pergi!"
Ara berusaha mengabaikan Jie Rui dengan tetap memaksa Dena untuk berjalan menuju tempat parkir.
"Kamu mendengar perintahku bukan, Ara? Atau kamu mau aku berteriak memanggil nama kamu di sini?"
Dena menganggukkan kepalanya ke arah Ara, memberitahukan dengan gerakannya jika semua akan baik-baik saja dan Ara tidak perlu khawatir lagi.
"Baiklah,"
Ara akhirnya menyerah. Dia menuruti saran Dena dan kembali berbalik melihat ke arah Jie Rui yang terlihat marah kepadanya.
Dena meninggalkan Ara dan Jie Rui, memberikan keduanya ruang untuk berbicara.
"Ikut aku!"
Jie Rui menarik tangan Ara karas untuk mengikutinya membuat Ara yang memiliki kaki pendek hampir saja terjatuh.
"Lepaskan tanganmu! Semua orang melihat kita!" Perintah Ara dengan sedikit menggeram.
Ara merasa semua mata sedang melihat ke arahnya karena pria yang tidak pernah memegang tangan wanita sekarang sedang menarik paksa tangan seorang perempuan yang baru saja menjadi sumber perhatian mereka semua.
Ara menutup wajahnya dengan tas yang dia bawa. Berusaha menghindari tatapan kebingungan dari mahasiswa lainnya.
"Kamu mau membawaku kemana? Lepaskan aku! Aku bisa jalan sendiri!" Teriak Ara sambil berusaha melepaskan tangannya dari cengkeraman Jie Rui.
Jie Rui sama sekali tidak menghiraukan Ara. Dia terus berjalan sambil menarik tangan Ara kasar menuju basecamp kelompok Jie Rui.
"Kenapa membawaku ke sini? Sekarang katakan apa yang ingin kamu katakan. Aku tidak memiliki banyak waktu." Ucap Ara setelah mereka memasuki basecamp.
Ara melipat kedua tangannya di depan dada, membentuk benteng dalam dirinya sendiri dari serangan Jie Rui.
"Sekarang kamu tinggal dimana?" Tanya Jie Rui lembut.
Ara yang mendengar suara lembut Jie Rui merasa heran dan melihat ke arah pria itu dengan kening berkerut.
"Kenapa melihatku seperti itu? Sekarang kamu tinggal dimana?" Tanya Jie Rui sekali lagi.
"Aku tinggal di tempat Dena."
"Oh... kamu senang tinggal di sana?"
"Tentu saja aku senang. Kalau tidak, kenapa aku tinggal di sana?"
Ara berpaling melihat tembok, dia tidak mau kembali lemah setelah melihat pria yang nyatanya masih mengisi hatinya.
"Kenapa kami berpakaian seperti ini?"
"Pakaian seperti apa? Perasaan model pakaianku ini juga banyak yang memakainya di sini, jadi apa salahnya?"
"Aku tidak suka."
"Itu urusanmu. Bukan urusanku, sekarang aku pergi kalau kamu hanya membicarakan hal tidak penting ini."
Ara berbalik dan melangkah menuju arah pintu tapi langkahnya terhenti dan tubuhnya tersentak menubruk tubuh tegap Jie Rui.
"Aarrgghh... kamu ini kenapa sih? Sakit tahu! Keningku kena dada kamu yang keras ini." Gerutu Ara sambil menunjuk dada Jie Rui dengan jari telunjuknya.
"Ini dada apa batu sih?"
"Ingat status kamu, Ara. Kamu masih tunangan ku dan aku masih ada hak pada tubuh kamu."
Ara merasa bulu kuduknya berdiri saat mendengar desis Jie Rui tepat di depan telinganya.
"Memangnya kamu mau apa? Kamu mau meniduri aku? Silahkan! Tapi setelah itu kamu harus melepaskan aku saat itu juga."
Jie Rui diam, dia menatap Ara dengan tatapan yang sulit sekali Ara tebak. Ada kemarahan di dalam mata itu tapi marah karena apa? Bukankah pria itu selalu menolak pertunangan ini?
"Apapun yang akan aku lakukan kepada kamu, kamu sama sekali tidak memiliki hak untuk membatalkan atau pergi dariku."
Ara tercengang mendengar apa yang dikatakan oleh pria itu. Jie Rui yang paham dengan situasi mereka saat ini langsung menyambar bibir Ara dengan cepat.
Ara yang bingung semakin membelalakkan matanya saat mendapat ciuman yang tidak pernah dia duga sebelumnya.
Pria yang selama ini menolaknya sekarang sedang menciumnya dengan keras. Ara tahu di dalam ciuman itu ada amarah seorang Jie Rui.
Jie Rui menghentikan ciuman mereka dan melihat ke arah Ara yang masih bingung dengan apa yang sudah terjadi.
"Aku mau menjalaninya lagi dari awal. Aku tidak mau melihat semua laki-laki di kampus ini menatap kagum kepada kamu. Aku tahu kalau aku memang bersalah, aku sudah membuat kamu menderita selama ini. Maukah kamu memaafkan aku dan memulainya dari awal lagi?"
Ara mengedipkan matanya berkali-kali. Dia sama sekali tidak percaya dengan apa yang dia dengar dari bibir pria dingin di depannya ini.
Entah kenapa Ara tidak percaya, apa karena Ara yang sudah pernah menaruh harapan besar pada pria itu lalu dikecewakan? Entahlah tapi hati Ara masih belum percaya dengan apa yang dikatakan oleh Jie Rui.
"Aku mau kamu pulang ke apartemen dan kita kembali menjalani hubungan ini dari awal."
Ara masih belum menjawab ajakan Jie Rui tapi pria itu kembali mencium Ara. Ciuman yang lembut dan Ara mulai terhanyut dengan ciuman itu.
Ara yang merasakan ciuman yang lembut itu kini mulai menggerakkan bibirnya, membalas ciuman Jie Rui membuat pria itu tersenyum dalam ciumannya.
Tangan Jie Rui menekan tengkuk Ara, tidak membiarkan Ara melepaskan ciuman mereka. Ara sendiri juga enggan melepaskan ciuman mereka, kedua tangannya melingkar di pinggang Jie Rui membuat pria itu semakin merasa senang.
Jie Rui melepaskan ciuman mereka saat Ara mulai memukul dadanya yang cukup keras karena hampir saja kehabisan nafas.
Jie Rui menempelkan dahinya dengan dahi Ara. Nafas mereka berdua berkejaran dengan kedua tangan Jie Rui yang berada di kedua pipi Ara.
"Terima kasih sudah memberikan kesempatan kepadaku. Aku pria bodoh yang tidak bisa memahami isi hatiku sendiri tapi saat melihat banyak mata yang menatap kamu kagum, aku tidak rela."
Ara memeluk Jie Rui setelah mendengar apa yang dikatakan oleh pria itu. Hatinya masih takut saat mendengar kata-kata Jie Rui karena Ara masih takut kembali terluka.
"Aku antar kamu ke rumah Dena. Kamu kembali ke apartemen denganku."
Ara melepaskan pelukannya dan menggeleng. "Biarkan aku tinggal di sana dulu. Aku mau menjalani semua dari awal tapi tolong ijinkan aku tetap tinggal di rumah Dena."
"Kenapa? Bukannya kamu mau memaafkan aku dan kembali menjalani semuanya dari awal lagi?" Tanya Jie Rui bingung.
"Selama ini kita bertunangan tapi tinggal satu rumah, biarkan sekarang kita mulai semuanya dari awal. Seperti orang pacaran lainnya. Aku ingin kita bisa merasakan rindu saat kita berjauhan, jika kita satu rumah kita tidak akan pernah bisa merasakan semua rindu itu."
Ara menghembuskan nafas lega setelah dia berhasil memberi alasan kepada Jie Rui tanpa membuat pria itu curiga dengan keraguannya.
Perasaan takut itu masih membayangi pikiran Ara meski pria itu terlihat sangat meyakinkan saat ini.
"Jika itu keinginan kamu, aku akan mengikutinya. Aku akan memberikan kamu waktu tapi saat aku meminta untuk ditemani, kamu tidak boleh menolaknya."