Chereads / UPIK ABU DAN PANGERAN TAMPAN / Chapter 11 - Hung Over

Chapter 11 - Hung Over

Ara mengusap keningnya yang terasa sakit karena bertabrakan dengan seseorang. Kepalanya mendongak dan melihat siapa yang sudah dia tabrak.

"Kenapa ada Jie Rui di sini?" Tanya batin Ara panik.

Ara dan Dena saling berpandangan tapi sepertinya Jie Rui tidak memperdulikan mereka dan memilih berjalan melewati Ara dan Dena.

"Dia benar-benar Jie Rui bukan? Kenapa dia kembali bertingkah seperti itu? Kalian benar-benar sudah memutuskan untuk memulainya dari awal kan Ara? Semua itu bukan halusinasi kamu saja bukan?" Tanya Dena sambil menggoyangkan bahu Ara.

Ara terkejut dengan apa yang dilakukan Dena. Dia menoleh ke arah punggung tegap Jie Rui lalu kembali berjalan menuju mejanya.

"Aku pusing kalau harus menuruti dia. Pria itu selalu berubah-ubah, membuat aku pusing saja." Gerutu Ara sambil meneguk minumannya lagi.

Kali ini Ara tidak lagi meminum bir. Dia memilih minuman yang sedikit keras dari pada bir. Ara ingin membuat situasi hatinya kembali pulih dan berharap bir bisa membantunya.

"Kamu gila ya?" Tanya Dena saat melihat Ara meminum minumannya sekali teguk.

"Aku ingin mabuk dan melupakan semuanya, Den. Kepalaku pusing rasanya kalau melihat dia yang sangat egois seperti ini."

Dena terdiam. Ara yang mulai menangis membuat Dena tidak bisa melakukan apa-apa. Dena hanya bisa mengusap punggung Ara dan mencoba untuk menenangkan dirinya.

"Lepaskan semuanya. Aku akan menemani kamu. Jangan pernah khawatir kamu akan berjalan sendirian, aku akan selalu ada di samping kamu." Ucap Dena lembut.

Ara yang tidak percaya dengan apa yang dia dengar menoleh melihat wajah sahabatnya itu. Entah kenapa hatinya tiba-tiba terasa senang saat ini.

Ara tidak tahu lagi jika Dena tidak ada. Mungkin dia sudah hancur berkeping-keping menghadapi sikap Jie Rui yang semena-mena kepada dirinya.

Ara mengangkat gelasnya lagi dan dia ingin bersulang kepada Dena.

"Semoga persahabatan ini akan selalu terjalin baik sampai kita berdua tua dan keriput." Ucap Ara sambil mengangkat gelasnya.

Dena menuruti apa yang dilakukan Ara. Dia tahu Ara sedang kacau saat ini tapi pikiran Dena masih waras. Dia tidak boleh mabuk malam ini karena Ara sudah banyak minum.

"Seharusnya aku yang mengatakan semua itu kepada kamu. Berkat kamu aku bisa melepaskan semua beban yang selama ini membelenggu dalam hatiku. Kamu adalah bintang yang selalu memberi cahayanya untuk langit yang luas." Ucap Dena sambil melihat Ara dalam.

Dena menatap sahabatnya itu dengan tatapan sedih. Dia tahu kalau sahabatnya ini benar-benar mencintai pria yang baru saja dia tabrak.

Meskipun hubungan Ara dan Jie Rui berdasarkan perjodohan, Ara sudah jatuh cinta pada pandangan pertama.

Tidak pernah disangka saja saat melihat reaksi Jie Rui. Pria itu sama sekali tidak melihat ke arah Ara. Semua usaha Ara terlihat sia-sia di depan pria itu.

"Sudahlah, jangan bersedih lagi. Kita ke sini karena ingin bersenang-senang. Jangan larut dalam kesedihan. Ayo kita bersenang-senang sebelum kamu sibuk dengan pekerjaan." Ucap Dena sambil menepuk bahu Ara.

"Kamu benar. Kita tidak boleh terlalu hanyut dalam kesedihan. Kita tetap harua bersenang-senang!" Teriak Ara sambil mengangkat tangannya ke atas.

Mereka berdua memilih kembali turun ke lantai dansa. Ara yang selalu mengeluarkan emosi sambil menari terlihat jelas dalam setiap gerakannya.

Ara tidak sekedar bergerak. Dia benar-benar terlihat mengekspresikan semuanya. Dia tidak peduli jika dia akan dijadikan tontonan. Yang Ara inginkan hanyalah meredakan semua kemarahannya saat ini.

Mengingat ekspresi pria yang datar itu membuat Ara semakin berani bergerak. Tariannya semakin seksi dan tidak sedikit mata pria menatap setiap gerakan tubuh Ara.

"Hai cantik. Boleh kita berkenalan?" Tanya seorang pria yang tiba-tiba menempeli tubuh Ara.

Ara terkejut. Dia risih jika ada pria hidung belang seperti ini. Ara akui jika dia banyak minum tadi tapi otaknya masih sangat waras dengan apa yang terjadi saat ini.

"Maaf, saya tidak membuka perkenalan." Jawab Ara sombong.

"Sebaiknya kamu pergi sebelum sesuatu yang buruk terjadi pada kamu." Peringat Dena sekali lagi.

"Sesuatu yang buruk? Memangnya siapa yang berani denganku? Aku cukup terkenal di Club ini." Jawab pria itu sombong.

"Oh... benarkah? Kalau begitu saya yang tidak mengenal anda dan saya tidak tertarik untuk mengenal anda." Jawab Ara ketus.

Ara sudah tidak mood lagi menari. Dia menarik tangan Dena dan kembali ke meja.

"Sebaiknya kita pulang saja. Kepalaku sudah pusing." Ajak Ara yang merasa kepalanya sudah terasa seperti orang yang baru saja baku hantam.

"Oke kita pulang tapi kita habiskan dulu semua minuman ini. Aku sudah membayarnya, Ara. Kamu tidak akan membuang uangku begitu saja bukan?" Tanya Dena sambil menunjuk kaleng bir yang masih terbuka.

"Tentu saja tidak akan pernah Dena cantik. Ayo kita habiskan!" Teriak Ara bersemangat.

"Aku pesan mobil dulu. Kita mabuk, tidak mungkin kita mengendarai mobil bukan?"

Ara mengangguk. Dia akui sekarang dia sudah mulai mabuk. Kepalanya pusing dan matanya berkunang-kunang tapi semua itu tidak seberapa dengan apa yang dia rasakan saat ini.

Hatinya sakit saat melihat Jie Rui yang seperti tidak mengenalnya padahal tadi siang pria itu sendiri yang mengajaknya untuk memulai semuanya dari awal.

"Pria brengsek!" Umpat Ara sambil meneguk bir di tangannya sampai habis.

Ara tidak peduli jika dia besok tidak bisa bangun pagi. Yang Ara pedulikan sekarang hanya satu, bisa memukul wajah pria yang entah berada dimana saat ini.

"Bagaimana bisa pria itu bersikap sedingin ini? Padahal siang tadi dia sudah mencium bibirku. Memangnya aku ini seorang wanita murahan apa? Dasar mesum!"

Ara mulai nerocos mengeluarkan semua yang ada di dalam hati dan pikirannya. Ditemani Dena, Ara menghabiskan semua minuman yang ada di meja mereka.

Bagi mereka berdua memang pantang membuang-buang uang. Meskipun Dena tidak pernah kekurangan uang, dia selalu ingat semua kata-kata Ara dulu.

Ara selalu marah jika Dena menyisakan makanannya. Ara selalu bilang jika di luar sana banyak manusia yang mencari uang dengan susah payah. Mencari sesuap makanan untuk mengenyangkan perut dengan keringat bercucuran.

Mulai saat itu Dena selalu menghargai apa yang dia miliki. Dena tidak mensia-siakan semua yang sudah menjadi miliknya.

Ara membawa pengaruh positif dalam hidupnya. Sejak Dena mengenal Ara, hidupnya tidak pernah terasa sepi meskipun Ara bisa dibilang anak culun di kampus mereka.

"Kamu mencintai pria pemilik cafe tadi bukan?" Tanya Ara kepada Dena dengan suara yang sudah terlihat jika Ara mabuk.

Dena mengangguk. Dia kembali meminum bir di tangannya sekali teguk, "Dia orang yang selalu menghalangi aku mencari seorang kekasih tapi sayangnya aku lupa jika kami itu berbeda. Dia sudah menjadi milik wanita lain."