Chereads / Pelangi dihidup Bara / Chapter 21 - Proyek besar

Chapter 21 - Proyek besar

Sherly sudah tiba di Singapore Changi Airport, ini adalah kehidupan baru untuknya tanpa Pelangi bersamanya, entah apa yang membuat dirinya begitu mempercayai Raino untuk menjaga bonekanya itu. Di sini Sherly bukan hanya menjalankan bisnisnya saja. Tapi, Sherly ingin mencari dokter terbaik untuk proses penyembuhan Aranya, dirinya sudah terlalu lelah menunggu hingga belasan tahun untuk membalaskan dendamnya. Namun, aranya tidak juga kembali pulih, begitu besar rasa cintanya, sehingga membuat Aranya begitu terpukul akan berita kematian Aditya. Sama halnya dengan dirinya yang begitu mencintai suami dan calon anaknya, sehigga dia begitu ingin membalas dendam akan kematian mereka pada kakaknya sendiri. Walau semua ini terjadi karena ketidak sengajaan, membuat luka yang begitu besar seolah tidak ada obatnya.

"Bagaimana perjalanan anda bu?" tanya seseorang pada Sherly

"Cukup menyenangkan, tak ada kendala sedikitpun," balasnya, " lalu bagaimana mengenai proyek kita di sini? Apa kau memiliki kendala sehingga mengharuskan aku untuk terbang kemari," lanjut Sherly

"Ehm.., begini bu, adalah salah satu investor yang ingin bertemu langsung dengan ibu, sehingga saya harus menghubungi ibu untuk segera kemari, karena investor itu tidak mau ada perwakilan dan ingin langsung bertemu dengan anda," jelasnya membuat Sherly mengerutkan keningnya.

"Baiklah, kapan waktu pertemuan dengannya?"

"Besok pagi bu,"

"Baik, urus semuanya dan aku ingin beristirahat,"

Mungkin ini peluang yang baik untuk mengembangkan bisnisnya, mengumpulkan dana untuk melancarkan aksi balas dendamnya, Sherly harus menunggu hingga selama ini untuk semua rencana yang sudah ia susun begitu matang, Sherly sungguh tak ingin semua berakhir sia-sia. Padahal Aranya dan Aditya sudah begitu menderita dengan sakit yang mereka terima, bahkan mereka di paksa berpisah dan tak hidup bersama layaknya keluarga lainnya. Sungguh kejam Sherly dan juga Meli, memperlakukan mereka seperti ini.

"Lihat saja apa yang akan aku lakukan pada anak kalian, dia yang harus menanggung perbuatan kalian yang sudah membunuh suami dan anakku!" ancam Sherly dalam pikirannya.

Keesokkan harinya, Sherly sudah bersiap untuk bertemu dengan investor. Tentunya pertemuan ini bukan main-main yang mengharuskan Sherly datang jauh-jauh untuk bertemu dengannya.

"Selamat pagi bu,"

"Selamat pagi pak, senang bertemu dengan anda," balas Sherly dengan berdiri dan berjabat tangan dengan investor, kemudian keduanya duduk untuk membicarakan mengenai bisnis mereka yang sebelumnya telah di jelaskan oleh asisten Sherly di singapura yang mengurus segala bisnisnya di negeri singa itu.

"Baiklah, kita sudah menyepakati bersama dan saya ingin anda yang langsung turun tangan untuk menjalankan proyek kita ini," ucap investor, membuat Sherly harus berkata "iya" karena ini merupakan proyek terbesar yang ia terima. Sherly sepertinya harus mengesampingkan tujuannya untuk balas dendam. Mengingat pekerjaan juga penting untuk menjalankan aksinya.

***

Dua mata yang sudah terlalu lama tertutup kini mulai mengerjap, dengan kantong mata yang sudah terlihat menua kini menatap sendu pada ruangan, bukan Meli tak ingin melihat cucunya. Namun, dirinya harus melakukan pemeriksaan terlebih dahulu akan kondisinya.

"Sepertinya pasien mengalami kebutaan," ucap sang dokter pada raino membuat Raino begitu syok dengan apa yang telah dirinya dengar.

"Lalu apa kita bisa melakukan operasi pada mata oma, dok?"

"Maaf, untuk sementara kita belum bisa melakukan tindakan operasi, mengingat pasien yang baru saja sadar dari komanya," mendengar penuturan dokter, Raino tak kuat menahan air matanya. Hal yang paling dirinya nantikan, kini harus berakhir pilu mendengar kenyataan yang terjadi, bagaimana Raino harus melanjutkan hidupnya dengan situasi terberat ini.

Pelangi berjalan pelan, langkah kakinya terhenti saat dirinya sudah berada di samping Raino, "Oma sudah tidur, apa kamu mau bercerita?" tanya Pelangi yang tahu saat ini Raino tidak baik-baik saja. Kini keduanya sudah duduk bersebelahan, Raino meletakkan kepalanya di bahu Pelangi, membuat Pelangi merasakan kesedihan sahabatnya itu. Dengan tatapan kosong, Raino mulai menceritakan apa yang telah terjadi.

"Akibat kecelakaan itu, oma mengalami kebutaan, aku gak ngerti harus melakukan apa untuk oma Gi,"

"Kamu yang sabar ya, harus kuat. Gak boleh lemah, ini ujian buat kamu dan aku akan selalu ada buat bantuin kamu lewatin ini semua," ucapan Pelangi sungguh mampu membuat perasaan dan pikiran Raino menjadi tenang, ranya begitu nyaman bersandar pada bahu Pelangi.

"Kamu mau gak ikut aku ke rumah?" ajak Raino membuat Pelangi bingung, "Mau ngapain?"

"Hhuh, pasti kamu mikir yang aneh-anehkan?"

"Ya gak loh, aku bingung aja, kita lagi bahas oma kok kamu tiba-tiba malah ngajak aku ke rumah kamu,"

"Aku mau ambil beberapa keperluan oma, trus sekalian kamu aku ajakin ketemu sama papa,"

"Papa kamu?"

"Iya, mau kan?" tanya Raino kembali dan Pelangi mengangguk, tanda persetujuan darinya. Sejujurnya, Pelangi merasa deg-degan saat ini, karena ini pengalaman pertama untuknya, bertemu dengan keluarga teman yang pertama kali ia miliki. Pelangi tidak ingin mengecewakan Raino, jika dia menolak ajakannya.

Sebuah motor terparkir di sebuah pagar yang menjulang tinggi, seketika pagar yang tertutup rapat itupun terbuka dengan lebar. Raino menyerahkan kunci motornya pada security. Dirinya malah memilih menggandeng tangan Pelangi dan mengajaknya untuk masuk ke dalam rumah yang terlihat seperti istana. Halaman yang luas dengan tanam yang indah, bunga-bunga yang di tanam dengan begitu rapi, si tambah dengan pepohonan kecil yang terlihat rindang dan tak ada kebosanan saat memandangnya.

Pelangi sangat merasa takjub saat kaki jenjangnya melangkah masuk ke dalam rumah Raino, matanya tak henti melihat keindahan isi rumah Raino dengan berbagai hiasan yang menambah kemewahan rumah itu, terlihat jelas jika Raino anak sultan. Berbeda dengan dirinya yang hanya bisa hidup menjadi boneka bagi Sherly.

"Ayo masuk," ajak Raino saat dirinya berada di depan pintu kamar, "Udah gak usah takut, aku gak bakalan ngapa-ngapain kamu kok," ucap Raino saat melihat wajah Pelangi berubah.

"Ini kamar papa aku, jadi kamu gak usah takut ya,"

"Papa?"

"Iya, papa aku udah lama banget sakit, bahkan sejak aku lahir," jelas Raino dan membuat jantung Pelangi berdetak kuat, merasa bahwa Raino sama seperti dirinya.

"Udah ayo masuk," kini Raino sudah menarik tangan Pelangi, mengajaknya masuk untuk bertemu dengan Aditya.

Pelangi terkejut saat mendapati sosok pria dengan tubuh kurusnya terbaring tak sadarkan diri dengan alat kesehatan yang menempel pada tubuhnya, membuat Pelangi merasa iba dengan apa yang menimpa sahabatnya itu.

"Papa kamu sakit apa?"

"Kata oma sih, kecelakaan." Setelah mendapat jawabannya, Pelangipun berusaha mendekati lelaki yang terlihat tua, takhenti mata indahnya menatap sendu ke arah Aditya, Pelangi merasakan kesedihan, melihat Aditya mengalami hal menyakitkan seperti ini.

"Hai om," sapanya. Namun, dengan langkah hati-hati Raino meninggalkan Pelangi.