TOILET RUSAK, itulah tulisan yang terpampang jelas di depan toilet wanita. Membuat seluruh siswa wanita tidak bisa menggunakan toilet yang berada di lantai 2, dimana saat ini Pelangi tengah ada di dalamnya bersama seorang pria yang di kenalnya. Namun, begitu ia takuti keberadaannya.
Mata pelangi membulat sempurna, menandakan keterkejutan akan sosok yang ia lihat di dalam cermin. Dengan perlahan Pelangi membalikkan tubuhnya, ia begitu yakin jika sosok yang dirinya lihat bukanlah halusinasinya. Mengingat pria itu sedari tadi yang tengah berada di depan kelasnya memberikan penyuluhan untuk dirinya dan juga teman sekelasnya. Tubuh Pelangi bergetar, merasa ketakutan yang luar biasa dalam dirinya, dia tak ingin jika harus kembali ke rumah Bara, kembali di culiknya.
"Hai, kita bertemu lagi," sapa Bara, membuat Pelangi semakin takut.
"Gak usah tegang gitu, santai aja kali," ucap Bara begitu santainya, Pelangi tetap menunduk di tempatnya. Dia terlalu takut untuk menoleh ke arah lawan bicaranya. Suara langkah kali perlahan mendekatinya, membuat Pelangi tersudut pada westafel. Sungguh, kali ini Pelangi tak mampu melarikan diri, berteriak tentu saja itu tak ada gunanya, yang ada hanya akan membuang tenaganya saja.
"Ba-pak mau ap-pa?" suara Pelangi terbata. Namun, dia memberanikan diri untu bertanya pada Bara yang kini begitu dekat dengan dirinya.
"Saya?" ucap Bara yang kini wajahnya hanya berjarak 1 centi saja dari wajah Pelangi. Membuat Pelangi hanya mampu menatapnya dengan ketakutakutan, jika Pelangi punya sihir tentu saja ia akan segera menghilangkan dirinya dari hadapan Bara saat ini.
"I-ya, mau bapak apa?"
"Saya inginnya kamu," jawab Bara dengan penekanan kemudian tangannya mengacak rambut Pelangi dan tertawa kecil, setelah iti Bara langsung menjauhkan tubuhnya dari Pelangi.
"Gak usah takut, aku gak makan orang kok," ucap Bara kemudian mengambil ponsel Pelangi yang terletak di depan cermin.
"Berapa sandinya?"
"Bapak mau apa?"
"Berapa sandinya atau kau sebutkan berapa nomormu?"
"Untuk apa?"
"Sebutkan atau aku akan membanting ponselmu!" dengan berani Pelangi justru mengambil alih ponsel Bara pada jemarinya dan mengetikkan langsung nomor ponselnya,
"Terima kasih," ucap Bara dengan senyum yang mengembang, "Apa aku boleh pergi?" tanya Pelangi dan Bara mempersilahkan wanita itu untuk pergi dari tempatnya saat ini. Membuat Pelangi bisa bernapas lega dan twrlejut dengan tulisan yang tertempel pada pintu masuk toilet. Dia lantan mencabut tulisan yang terpajang itu dan mengepalnya kemudian membuang kertas itu pada tempat sampah.
Perasaan kesal bercampur marah rasanya Pelangi ingin sekali meluapkan emosinya, menginjak kaki Bara dengan sekeras kerasnya. Namun, ia cukup tahu hal itu tak akan bisa dirinya lakukan. "Sial, kenapa dia harus hadir lagi di hidup aku sih?" umpat Pelangi yang kini sudah berada dalam kelasnya.
Siang ini, ingin rasanya Pelangi pergi menyendiri, rasa takut justru kembali hadir jika dirinya sendiri. Tidak menutup kemungkinan untuk Bara kembali menculiknya.
Ting!
sebuah pesan masuk ke dalan ponselnya, membuat Pelangi memutar bola matanya malas, membuka isi pesan yang seharusnya tidak pernah masuk dalam ponselnya. Tapi, mengabaikan juga tidak akan mungkin dirinya lakukan. Bara cukup berbahaya jika di abaikan, bisa saja dia melakukan hal gila lainnya.
"Pulang sekolah aku jemput di parkiran,"
"Y," hanya satu huruf sudah berhasil membuat Bara mengukir senyum di wajahnya. Mengatakan tidak, juga tak akan mungkin, Bara pasti akan memaksanya. Pelangi tidak ingin jika Raino ikut terseret dalam masalahnya. Cukup saat ini Pelangi saja yang tahu, jika waktunya tepat Pelangi akan menceritakannya pada Raino.
"Gi, gimana? Kamu mau nunggu atau langsung pulang?" tanya Raino yang kini sudah menghampiri Pelamgi di kelasnya.
"Aku balik deluan ya Ren, kamu yang bener latihannya, ingat selalu hati-hati,"
"Siap bos, laksanakan perintah," ucap Bara dengan bersikap siaga sembari memberi hormat pada sahabatnya itu. Tentu saja itu akan menimbulkan reaksi tertawa yang berlebihan dari keduanya. Bara dahulu tak pernah seceria ini. Begitu juga dengan Pelangi yang selalu menutup diri dan tak memiliki teman seorangpun. Bukan karena dirinya yang menolak berteman. Hanya merekalah yang tak ingin berteman dengannya.
"Kamu hati-hati ya, langsung pulang ya? Tau sendiri gimana overnya bunda kamu kalau anak gadisnya ini gak aku jagain,"
"Siap ketua," sahutnya, "Aku pulang ya Ren," sejujurnya Pelangi tak ingin membohongi sahabatnya, berkata jujur juga saat ini tidak akan mungkin.
"Iya,"
Pelangi berjalan dengan malas, tas ransel yangbseharusnya ia gendong. Kini hanya di tentengnya saja, berjalan seolah terseret. Kemalasan akan pertemuan untuk kesekian kalinya bersama Bara, sungguh tak ingin ia lakukan. Tapi, bagaimana cara untuk menolaknya? Pelangi sunggu tak tahu cara melakukannya.
Sebuah mobil Mercedes Benz CLS-Class 350 AMG Line sedang terparkir di pelataran sekolah, kemudian Bara keluar dari mobilnya, membukakan pintu untuk Pelangi. Mungkin, sebagian wanita akan tersanjung akan perlakuan yang di tunjukan Bara padanya. Tapi, hal ini tidak berlaku untu Pelangi, justru hal ini membuatnya semakin takut. Beruntung tak ada siswa lain yang melihatnya. Jika hal itu terjadi, Pelangi akan menjadi bulan-bulanan di sekolah akan kejadian ini.
"Kita mau kemana?" tanya Pelangi saat Bara sudah melajukan kemudinya.
"Udah gak usah takut, aku gak akan menculikmu lagi,"
"Syukurlah,"
"Kita makan dulu ya?"
"Aku gak laper,"
"Tapi, aku lapar, atau kau ingin aku melakukan sesuatu pada teman laki-lakimu itu?"
"Bapak selalu saja mengancamku!"
"Mau temani aku makan?" tanya Bara kembali, tak perduli dengan umpatan kemaran Pelangi.
"Iya," jawaban Pelangi membuat Bara tersenyum, saat ini wanita yang berada di sampingnya itu, mampu membuatnya tersenyum hanya dengan kata 'Ya'.
"Setelah makan, tolong langsung mengantarku pulang,"
"Ok,"
Jika Bara diam, maka suasana akan kembali hening. Namun, bukan Bara jika makan sambil berbicara, itu tak akan membuatnya menikmati makanannya. Sementara Pelangi terlihat tak berselera dengan menu makanan yang tersaji. Padahal Bara sudah membayar mahal untul setiap menu yang dirinya pesan.
"Apa makananya tidak enak?" tanya Bara saat sudsh meletakkan sepasang sendok pada piringnya. Pelangi menggeleng.
"Lalu kenapa kau tidak berselera?"
"Gak laper,"
"Makanlah sedikit, setidaknya agar kau tidak sakit saat tidak ada orang di rumahmu,"
Deg!
'Mengapa Bara seolah mengetahui seluruh kehidupannya, apa dia berhasil mencari tahu tentang ucapanku dulu?' pikir Pelangi.
"Gak usah kaget, makan yang banyak ya?" suara Bara menyadarkan Pelagi dari lamunannya.
"Gak, nanti aku gendutan,"
"Hahaha, sekali makan banyak, gak akan ngaruh kali, gak langsung mengubah bentuk tubuhmu juga,"
"Ayo kita pulang?"
"Gak sabaran banget sih,"
"Aku banyak tugas pak,"
"Nanti aku bantuin, dan mulai sekarang panggil aku kak Bara,"
"Gak, bagusan juga bapak,"
"Emang tampang aku kayak bapak-bapak?"
"Emang," ledek Pelangi yang tanpa sadar sudah berani untuk mencela ucapan Bara.
"Sekali lagi kau memanggilku bapak, siap-siap aja kau akan kembali tinggal ke rumahku,"
"Huh, bisanya hanya mengancam!" cibir Pelangi
"Oh.., udah berani ya?"
"Iya kak Bara, sekarang boleh antar adek pulang?"
"Hahaha, ya udah kita pulang ya,"
Dalam perjalan pulang, Pelangi melihat Raino di lampu merah, yang berada tepat di samping mobil Bara. Entah mengapa senyum licik mulai terpancar di wajah Bara, membuat Bara dengan jahil membuka kaca mobilnya. Membuat Pelangi langsung mengambil alih tindakan Bara dan keduanyapun kini saling beradu mata cukup lama dan "Tet.., tet, tet, tet..," suara klakson dari pengemudi lain membuyarkan keduanya. Membuat Bara lantas melajukan kemudinya kembali.