Chereads / Pelangi dihidup Bara / Chapter 26 - First Kiss

Chapter 26 - First Kiss

Bagaimana mungkin kita bisa menerima seseorang yang baru saja hadir di hidup kota. Apalagi dengan mudahnya dia mengungkapkan rasanya, sementara mengenal dirinya saja hal yang baru kita alami.

Dengan sebuah cengiran Pelangi duduk kembali, mengurungkan niatnya untuk kembali ke kelas. Bagaimana mungkin dirinya pergi ke kelas, sementara guru yang harus ia temui berada di sampingnya?

"Sudah puas, melihat cowok-cowok berkeringat?" tanya Bara

"Hmm.., sebenarnya belum sih pak, tapi jam pelajaran bapak kan belum selesai, mau gak mau saya harus lembali ke kelas dong,"

"Sesantai itukah jawaban kamu?"

"Lah, terus saya harus jawab apa pak? berbohong? kan gak mungkin, yang ada saya dosa dong,"

"Kamu kesini aja udah membohongi saya, izinnya ke toilet, gak taunya asik-asikkan nontoni cowok lari-larian, malah yang di rebutin bola, lagi."

"Ya kali ngerebutin saya pak, gak mungkin juga kali,"

"Kamu bisanya ngejawab aja ya? mau saya hukum?

"Hukum aja pak, saya ikhlas kok. Apalagi di hukumnya buat ngelilingi lapangan ini pak, saya rela pak,"

"Kamu!" Bara sungguh tidak sanggup berkata-kata. Namun, dirinya juga tidak bisa melakukan apapun pada wanita pujaan hatinya itu. Bara berusaha memikirkan hukuman apa yang pantas untuk Pelangi, mengingat Pelangi sekarang begitu berani padanya.

Dengan langkah gontai, Pelangi memasuki ruang kelasnya. Tak berniat untuknya meminta maaf atas kebohongan yang ia lakukan. Toh, Bara juga sudah mengetahui kebohongannya. Jadi, untuk apa lagi Pelangi merasa bersalah? tidak ada gunanya juga untuknya kan?

"Lo dari mana aja Gi? buruan selesai tugas lo," tanya Ruby yang menjadi teman sebangkunya.

"Habis liat anak cowok latihan basket," jawaban santai yang di berikan Pelangi membuat Ruby tak percaya. Pelangi bisa melakukan hal itu, padahal setahu mereka Pelangi adala siswi yang baik dan teladan.

"Lo bolos?"

"Baru sekali ini," jawabnya dengan cengiran.

"Gila banget lo, gue beneran gak nyangka lo bisa lakuin hal itu,"

"Eheem," suara deheman membuat Ruby kembali menyelesaikan lembar ujian yang di berikan Bara. Tidak dengan Pelangi yang masih bersikap tenang di bangkunya.

"Maaf pak, soal buat saya?" tanya Pelangi

"Apa kamu masih berniat mengerjakan soal ujiannya?"

"Ya masih lah pak, kalau gak mana mungkin saya nanya soalnya ke bapak,"

"Nih, dan kerjakan hingga selesai, jangan beraninya kamu pergi dari ruangan ini sebelum kamu bisa menyelesaikan semua soalnya," ucap Bara sembari memberikan lembar soal pada Pelangi.

"Baik pak," bukan Pelangi namanya jika tidak mampu meyelesaikan soal dengan cepat. Pelangi adalah siswi teladan dan juga berprestasi di kelasnya. Apalagi penjelasan yang biasa di berikan pak Artur dengan mudah Pelangi dapat memahaminya. Jadi, bukan perkara sulit untuk Pelangi bisa menyelesaikan tugasnya dengan cepat dan baik.

"Selesai pak, apa saya boleh keluar?" tanya Pelangi sembari memberikan lembar jawabannya pada Bara, padahal waktu yang di miliki Pelangi maaih bersisa 5 menit lagi dan siswa lain masih ada yang belum menyelesaikannya. Bara yang melihat hal itu langsung mengorekasi lembar jawaban Pelangi dan betapa terkejutnya Bara melihat hasil jawaban Pelangi yang begitu tepat.

"Silahkan,"

Mendung bukan berarti akan turun hujan, matahari tak selamanya akan menerangi bumi, ada kalanya dia harus bersembunyi dan berganti peran dengan sang rembulan. Begitu juga dengan hati, tak selamanya hati akan merasa bahagia, ada kalanya hati akan merasa sakit.

Langkah kaki Raino terhenti saat melihat sosok seorang siswi tengah mendongak ke atas dengan sebelah tangan yang memberikan hormat pada sang saka merah putih di tengah lapangan. Matahari yang memaparkan cahayanya, tampak begitu menyengat, peluh keringat tengah bercucuran membasahi wajah ayunya, terlihat jelas, seragam yang ia kenakan sudah basah.

"Gi, kamu baik-baik aja?" tanya Raino saat menghampiri Pelangi, kemudian gadis itu mengangguk menjawab pertanyaannya, "Lain kali, jangan bolos lagi ya?" lanjutnya, dan Pelangi mengangguk kembali atas jawaban pertanyaannya. Raino meraih tasnya, mengambil sesuatu dari saku tasnya, kemudian dengan telaten Raino membasuh wajah Pelangi dengan sapu tangan miliknya, tanpa memperdulikan banyak pasang mata yang tengah memperhatikannya. Termasuk sepasang mata dengan tangan yang sudah mengepal melihat perlakuan yang di lakukan Raino pada Pelangi.

"Makasih ya Ren, tapi mending aku lap sendiri deh, kamu gak malu tuh di liatin anak-anak?" ucap Pelangi yang kini sudah mengambil alih sapu tangan dari tangan Raino.

"Biarin aja, ngapain juga aku harus malu, gak usah peduliin mereka ya, Oh ya kamu kapan selesai hukumannya?" tanya Raino dan Pelangi melihat arlogi pada pergelangan tangannya, "15 menit lagi, emang kenapa?"

"Aku antar kamu pulang ya?"

"Yakin mau nunggu? di sini panas banget loh,"

"Ya gak papa, sekali kali temenin sahabat aku panas-panasan di tengah lapangan gak papa juga, kayaknya enak kali ya?"

"Trus ngeledek,"

"Bukan ngeledek, akukan siswa teladan mana pernah ngerasain di hukum guru, gak kayak kamu,"

"Tuh kan ngeledek,"

"Hahahha,"

Dari kejauhan Bara tengah berdiri, menatap sinis ke arah Pelangi dan juga Raino. Perasaannya tidak karuan, saat melihat kedekatan keduanya, seakan ia menyesal dengan hukuman yang di berikannya untuk Pelangi.

Pelangi menghampiri Bara, "Maaf pak, waktu hukuman yang bapak berikan udah habiskan? jadi sekarang saya sudah bisa pulang kan, pak?"

"Iya, dan jangan melakukan kesalahan lagi di jam pelajaran saya,"

"Baik pak," jawab Pelangi pada guru yang terlihat menatapnya tidak suka. "Aku ke kelas dulu ya Ren? ntar aku nyusul ke parkiran,"

"Ok,"

Siapa sangka Bara mengikutinya, menutup pintu dan mengunci kelas. Dimana hanya ada Bara dan juga Pelangi.

"Bapak mau apa? kenapa pintunya di kunci? bapak gak ada niat ma..," tanya Pelangi dengan panik, bukan Bara namanya jika tidak bisa membungkam mulut Pelangi dengan bibirnya. Merasakan sensasi bibir ranum sang pujaan hati. Walau harus ia akui, ini salah. Tapi, Bara sangat marah saat melihat Pelangi bisa semanis itu dengan pria lain di depan matanya, sedangkan bila bersamanya tak pernah semanis itu.

Dengan sekuat tenaga Pelangi mendorong tubuh Bara, "Bapak jangan kurang ajar sama saya ya? atau bapak mau saya teriak?" ancam Pelangi saat tubuh Bara sudah berada jauh darinya. "Teriak aja, tentu hal itu akan membuatku bisa memilikimu," balas Bara dengan tersenyum licik.

"Maksud bapak apa?" Pelangi trus berjalan menghindari Bara

"Saat kamu teriak, tentu akan memicu kerumunan di tempat ini kan? dan itu artinya aku memiliki peluang, semakin dekat dan terikat denganmu," sahut Bara yang terus mendekati Pelangi.

"Ku mohon pak, jangan lakukan ini padaku," pinta Pelangi, yang terus memikirkan ucapan Bara.

"Bagaimana sayang? ayo lakukanlah, telingaku sungguh tidak sabar mendengar teriakanmu,"