Chereads / Pelangi dihidup Bara / Chapter 16 - akhirnya berhasil

Chapter 16 - akhirnya berhasil

"Siapa di sana?" ucap security dan berjalan, melangkahkan kakinya untuk mencari tahu ke arah sumber suara.

"Miiaaawww..," sahut Pelangi dengan menirukan suara kucing. Pelangipun mencari tempat persembunyiannya, tidak ingin rencana melarikan dirinya diketahui, akan sia-sia usahanya jika itu terjadi.

Tentu saja Pelangi tidak pernah kehabisan akal dalam situasi segenting apapaun, dirinya yang memang sudah terbiasa dengan urusan kabur-kaburan, tentu saja tidak rumit untuk melakukannya kembali, walau tembok di rumah Bara lebih tinggi dari tembok sekolah yang biasanya dirinya panjat.

"Sedang apa?" tanya Tedy, salah satu penjaga di rumah Bara membuat Sony terkejut.

"Huh.., gue kirain siapa?" ucapnya sambil mengelus dadanya yang terasa kaget.

"Huh, badan aja lo yang gede, baru di tanya gitu aja udah kaget! Gak malu lo sama otot kekar lo ini?" ledek Tedy membuat Sony berlalu pergi dan kembali ke pos jaga.

Sementara Pelangi sudah bernapas lega, karena telah berhasil kabur dari rumah Bara yang seperti istana tahanan dengan modal keberanian yang selalu dirinya miliki.

"Aku harus kemana? Rumah? Trus lewat mana? Mana ponsel masih mati lagi," pikirnya dengan tanya sambil kepalanya memutar ke kanan dan ke kiri serta bola mata yang liar terus menelusuri jalanan yang ia lihat. Mencari celah dan ide tentunya untuk melangkahkan kakinya pergi dari tempatnya saat ini.

Dengan kewaspadaan yang terus dirinya miliki, kaki Pelangi terus saja melangkah, menapaki jalanan bumi yang dirinya tidak tahu akan sampai kapan dirinya terus berjalan, hingga sampai pada tujuannya.

"Mending aku ke rumah sakit aja, siapa tau Raino ada di sana," sepercik ide muncul dalam pikirannya, dengan bermodal sisa uang saku yang di berikan Sherly padanya kemarin, mungkin akan bisa membawanya sampai di rumah sakit SEHAT MEDIKA, kebetulan Pelangi melihat ada pangkalan ojek di seberang jalan. Masih dengan kewaspadaannya Pelangipun menyeberangi jalanan, menuju tempat pangkalan ojek.

"Misi pak, kalau ke rumah sakit sehat medika kira-kira ongkosnya berapa ya?" tanya Pelangi yang cukup tahu dengan sisa uang sakunya, dirinya takut jika uang yang ia miliki tidak cukup.

"Tiga puluh lima ribu dek, lumayan jauh itu," balas pak ojek, Pelangipun memegangi kepalanya yang mulai terasa sedikit pusing, namun sebisa mungkin dirinya menahan rasa sakit itu. Karena walau bagaimanapun dirinya harus bisa segera pergi dari tempatnya saat ini. Pelangi takut jika Bara menyadari kepergiaannya.

"Dua puluh tujuh ribu ya pak, kebetulan uang saya hanya tinggal segitu?" tawar Pelangi sambil menunjukkan beberapa lembar uangnya pada pak ojek.

"Ya udah deh dek, ayo naik."

"Makasih ya pak,"

"Ia dek, sama-sama."

Akhirnya Pelangi bisa sedikit bernapas dengan lega, dalam perjalanan Pelangi tidak hentinya menyembunyikan wajahnya di balik badan belakang pak ojek, walau Pelangi sudah berhasil kabur, tetap saja dirinya harus waspada dengan segala kemungkinan yang akan terjadi.

"Makasih banyak ya pak," ucap Pelangi saat turun dari motor pak ojek sambil menyerahkan helm pada pemiliknya. Tentu saja, setelah Pelangi mendapat balasan dari pak ojek, dirinya langsung berlari secepat kilat ke dalam rumah sakit.

"Oops.., hampir saja." langkah kaki Pelangi terhenti dengan mendadak dengan tangan yang sudah berada di depan dadanya, jantungnya berdetak dengan tidak karuan. Beruntung Pelangi tidak memiliki penyakit jantung, sehingga masih jantungnya saat ini masih sangat aman, walau dirinya harus terkejut dengan penampakan yang baru saja dirinya lihat.

"Sedang apa dia di sini?" tanya Pelangi dalam pikirannya yang kini sedang bersembunyi di balik tembok.

"Apa dia mengenal omanya Raino?" tanyanya kembali dalam hati.

"Sekarang aku harus gimana?" Pelangi begitu lelah dalam pengaburannya, begitu sulit dirinya sampai di rumah sakit. Setibanya ia, harus di kagetkan dengan sosok Bara yang baru masuk ke dalam kamar Meli.

"Anggi," suara Raino mengagetkan Pelangi, tentunya membuat Pelangi sedikit lega.

"Kamu dari mana aja? aku khawatir banget, gi." Raino langsung memeluk tubuh ramping Pelangi, entah mengapa Pelangi merasa begitu nyaman dan tenang. Ini hal pertama yang baru saja terjadi dalam hidupnya, merasa ada seseorang yang begitu mengkhawatirkan dirinya saat tidak ada kabar darinya.

"A-aku..,"

"Ya udah, kita ke kamar oma aja yuk?" ajak Raino tentu saja Pelangi langsung menolaknya,

"Gak."

"Loh, kenapa?"

"A-aku lapar, mending kita ke kantin. Tapi, kamu yang traktir ya?" Pelangi langsung mencari alasan untuk penolakannya.

"Ya udah, aku ke kamar oma dulu ya?"

"Okey,"

Pelangipun langsung menuju kantin, sementara Raino yang ingin menemui omanya berpapasan dengan seseoraang yang sedang di tunggu kehadirannya olehg Raino.

"Eh mbak, akhirnya datang juga?" ucap Raino yang lega saat melihat wanita yang sedari tadi ia tunggu kehadirannya.

"Maaf den, jalanan macet. Makanya saya telat sampai kemari,"

"Ia gak papa mbak, tolong jagain oma saya ya?"

"Iya den,"

"Kalau ada perkembangan apapun mengenai oma, tolong secepatnya kabarin saya,"

"Iya den,"

Mirna adalah perawat yang sedari tadi di nantikan kehadirannya di rumah sakit oleh Raino. Bukan Raino tidak ingin menjaga omanya sendiri, namun terlalu banya hal yang lain yang harus dirinya kerjakan, mengingat ada sang papa yang pastinya sangat membutuhkan dirinya juga, belum lagi pendidikannya. Raino tidak mungkin terlalu sering alfa karena harus menjaga sang oma di rumah sakit. Sementara Raino pasti akan tertinggal pelajaran, belum juga dirinya sebagai kapten tim basket di sekolahnya, dan pastinya sesekali Raino juga harus ke kantor, mengecek langsung keadaan perusahaan papanya yang selama ini di pegang penuh pada sang oma.

Beruntung sekali Raino, karena Meli selalu mendiskusikan soal masalah perusahaannya sejak Raino duduk di bangku SMA, melihat kondisi Aditya yang belum juga ada perubahan, sehingga Meli tidak ingin mengambil resiko buruk saat dirinya tiba-tiba saja tidak bisa lagi menangani perusahaan, karena Raino belum mengerti apapun.

Meli hanya menginginkan yang terbaik untuk cucu laki-lakinya itu, sebagai pewaris tunggal atas semua aset Aditya, usia Meli juga sudah tidak muda lagi. Maka dari itu, dirinya sudah mengenalkan perusahaan pada Raino, meski usianya terbilang masih begitu muda.

Raino bergegas menemui Pelangi yang sedari tadi sudah menunggunya di kantin, tidak ingin membuang waktu, Rainopun ingin segera mengetahui apa yang telah terjadi pada sahabat barunya itu, hingga membuat ke khawatiran pada dirinya dan juga Sherly.

"Kamu kok belum pesan makan dan minum?" tanya Raino yang sudah langsung duduk, tepat di depan Pelangi.

"Gimana aku mau pesan, kamunya aja baru datang?"

"Ya kan tinggal pesan aja, Gi. Katanya tadi laper, trus nunggu aku kan jadi kelamaan,"

"Ya gak papalah,"

"Hmm, aku tau nih.., pasti kamu mikirnya gimana kalau aku gak datang kan? Trus takut gak bisa bayar dan bakal di suruh jadi tukang cuci piring dadakan, ayo ngaku?"

"Hahaha, tebakan kamu tepat banget,"

"Ya udah, gue pesan dulu ya, kamu tunggu di sini, ingat jangan pergi-pergi lagi?"

"Siap bos,"

Rainopun kembali dengan membawa dua porsi makanan dan minuman, membuat Pelangi tidak sabar untuk melahapnya, terlalu banyak energi yang terkuras dari tubuhnya, membuat Pelangi begitu lapar.

"Kamu doyan apa lapar? Nafsu bener makannya?" ledek Raino sambil tertawa kecil sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, merasa lucu dengan tingkah Pelangi.

"Kamu gak tau aja, semalam aku dimana?"

"Nah, emang kamu dimana? Sekarang ayo cerita sama aku,"

"Aku isi batre dulu ya? Cerita juga butuh energi kali," ucap Pelangi dengan cengiran.

"Iya, iya."