"Duduklah," ucapnya mempersilahkan Pelangi untuk menmpati kursi kosong yang dirinya persiapkan untuk wanita yang semalam telah menginap di rumah mewahnya.
Dengan ragu, Pelangi menuruti permintaan lelaki yang sama sekali belum ia ketahui namanya, namun justru Pelangi selalu menuruti ucapannya.
"Bisa kamu perkenalkan diri kamu yang sebenarnya, tanpa sedikitpun menutupinya," entahlah Pelangi tidak tahu akan ucapan lelaki di hadapannya kali ini. Apa lelaki itu sudah tahu dengan penyamarannya? Atau dia hanya menebak saja.
"Kamu cukup tahukan, dengan kuasa yang aku miliki, makanya kau berani menguntitku?" tanyanya kembali, yang kali ini membuat Pelangi jengah dan memutar bola matanya ke atas lalu melihat dengan malas ke arah lelaki yang di hadapannya kali ini.
"Jika aku berkata sebenarnya, apa bapak akan membiarkan aku pergi?" tanyanya dengan berani, yang dirinya pikirkian hanyalah Aranya, dia terlalu takut jika Sherly akan melakukan ancamannya.
"Tergantung,"
"Lalu, sampai kapan bapak akan terus mengurungku di sini? Semantara aku juga mempunyai kehidupan di tempat lain, ada keluarga yang begitu khawatir menantikan kepulanganku di rumah."
"Apa kamu yakin?"
"Ten-tu,"
"Cih, jawabanmu membuatku tidak yakin akan apa yang kamu ucapkan,"
"Ayolah pak, apa bapak tidak takut pada polisi? Karna sudah berani menculik anak SMA seperti ku?"
"Takut? Sejak kapan ada yang berani padaku?"
"Memangnya bapak siapa?" tanya Pelangi begitu lugunya
"Jika kamu sudah selesai memperkenalkan dirimu, maka aku akan melakukan hal yang sama,"
"Huh," helaan nafas kasar terdengar jelas di telinga Lelaki itu, membuatnya tersenyum mengejek, dengan gadis yang menjadi sandranya.
"Baiklah, tapi ku mohon, setelah ini bapak membiarkanku pergi,"
"Tergantung,"
"Dasar keras kepala," umpat Pelangi namun masih terdengar samar di telinga lawan bicaranya
"Namaku Pelangi, siswi SMA di kota ini, aku tinggal bersama tanteku dan ibuku bherada di kota B di sebuah rumah sakit jiwa, sudah jelaskan?"
"Hmm, bagaimana dengan ayahmu?"
"Ayah sudah meninggal akibat kecelakaan saat ibu mengalami kontraksi, menuju rumah sakit, kepergian ayah menjadi pukulan berat bagi ibuku, dan akhirnya aku di rawat oleh adik ayahku yang ternyata membenci keluargaku,"
"Hmm, apa kamu ingin aku membantumu?"
"Untuk apa?"
"Untukmu," jawabnya singkat membuat Pelangi mengernyit.
"Untungnya buat bapak, apa?"
"Ternyata kamu begitu pintar,"
"Aku cukup tau, tidak ada yang gratis di dunia ini kan? termasuk tawaran bapak yang berkedok ingin membantuku?"
"Sikapmu membuat aku menginginkanmu,"
"Bapak jangan gila,"
"Justru aku masih waras, makanya aku tidak menyentuhmu,"
"Lalu mau bapak apa?"
"Aku menginginkanmu, bukan menghancurkan hidupmu?"
"Mak-sud-nya?"
"Perkenalkan, aku Bara Moreno dan kamu bisa memanggilku Bara, bukan bapak."
"Om Bara?"
"No, apa aku terlihat begitu tua?"
"Lalu?"
"Bara,"
"Gak, itu namanya aku gak sopan dong, gimana kalau kak Bara,"
"Baiklah, panggilan itu juga tidak buruk,"
"Jadi, sekarang maunya kak Bara gimana? karna aku harus pulang, tante Sherly pasti akan marah besar padaku,"
"Kamu tetaplah di sini, nikmati masa mudamu, urusan tantemu. Serahkan saja padaku,"
"Maksudnya?" tanya Pelangi dan Bara hanya tersenyum tipis
"Jangan melakukan hal buruk padanya, bagaimanapun juga dia adalah tanteku, orang yang merawat dan membesarkanku,"
"Tenanglah, aku hanya memberikannya sedikit pelajaran,"
"Ku mohon, jangan pernah sakiti tante, keselamatan ibuku yang akan jadi taruhannya," pintanya memelas
Bara begitu prihatin dengan nasib gadis di depan matanya, tapi sikap dan auranya sungguh membuat darah Bara berdesir dan ingin memilikinya. Entah perasaan apa yang di rasakan Bara saat ini, yang ia tahu takkan pernah melepaskan gadis SMA di depan matanya itu.
Di tempat lain, Raino justru sedang gelisah, menghubungi Pelangi, namun ponsel teman barunya itu tidak aktif hingga saat ini. Bahkan Raino sudah menghubungi Sherly juga, tapi hasilnya sama saja. Berdering namun pemiliknya tidak sama sekali memberikan jawaban atas panggilannya.
"Apa aku begitu bodoh, menceritakan semua masalahku padanya? tidak, tidak. Aku harus pergi dari sini, kalau aku tetap disini, bisa-bisa aku jadi santapannya, dia begitu mengerikan!" umpatnya dalam hati.
Pelangi mencari cara bagaimana caranya bisa kabur dari rumah sebesar ini, sementara Bara yang sedari tadi tidak pergi dari rumahnya. Padahal jika dia sesibuk itu, pasti dirinya akan sulit di temui terlebih dengan setiap laporan yang sedari tadi diberikan oleh asistennya. Pelangi hanya mampu melihatnya dari kejauhan. Tanpa mendengar pembicaraan Bara dan asistennya itu.
"Bagaimana? Apa kau sudah menemukan informasi mengenai gadis itu?"
"Belum pak, sepertinya dia berbohong dengan identitasnya,"
"Itu tidak mungkin, terlebih aku melihat ekspresinya saat bercerita. Terlihat jelas jika dirinya tidak mungkin berbohong."
"Cari terus informasi anak itu dan jangan membuatku kecewa lagi." titah Bara
"Baik pak."
Sementara Pelangi kini tengah berada di dalam kamarnya, duduk di tepi ranjang sambil otaknya berfikir keras, mencari ide untuk bisa melarikan diri dari tempatnya saat ini. Pelangi bukan tipe wanita bodoh yang hanya bisa diam dalam situasi dan kondisinya saat ini. Jika selama ini dirinya terlalu lemah dengan situasi yang dirinya hadapi saat berada dalam cengkraman Sherly. Itu karena Aranya, sang ibu yang masih berada dalam pengawasan Sherly. Pelangi harus berjuang melawan kesakitan yang dirinya lalui selama ini, mencari cara dan menyusun segala rencana untuk kebebasan dan kebahagiaannya kelak bersama sang ibu.
Kepahitan dan kesakitan harus rela ia telan dan rasakan, demi sebuah kebahagiaan yang sudah dirinya impikan, biarkan Sherly melihat kepasrahan dalam dirinya dengan semua kemauan dan perintah dari tante yang begitu tidak punya hati padanya. Mungkin jika sudah waktunya Pelangi akan pergi tentunya bersama Aranya.
Bara menghirup udara, lalu membuang nafasnya dengan kasar. Entah apa yang tengah dirinya pikirkan, hingga menginginkan Pelangi hanya dalam pertemuan pertama yang tidak di sengaja. Entah daya pikat apa yang di miliki Pelangi, hingga Bara bisa melakukan ini semua terhadapnya. Tidak ada sedikitpun kekerasan ataupun pelecehan yang Bara berikan padanya, justru Bara terlihat begitu melindunginya. Tapi, Pelangi adalah gadis normal dengan segala pemikirannya, dirinya begitu takut dengan orang asing, terlebih Bara adalah pria dewasa yang dirinya kenal akibat ketidak sengajaan dirinya yang ingin bersembunyi dari dua pria hidung belang.
Saat malam tiba, Pelangi mencari cela untuk bisa kabur, meski penjagaan begitu ketat, bukan Pelangi namanya tidak bisa mencari ide terbaik untuk dirinya melarikan diri.
"Gak sia-sia aku dulu sering manjat tembok sekolah," pikirnya sambil membayangkan masa lalunya yang di bully teman sekolahnya, hanya dengan manjat tembok sekolahlah dirinya bisa kabur dan melarikan diri dari para siswa lain yang membullynya.
"Sssttt.., au," Pelangi meringis kesakitan, saat kakinya tersandung, lalu segera ia membungkam mulutnya sendiri. Takut jika suara ringisannya terdengar oramg lain.
"Siapa itu?" teriak security di depan gerbang membuat Pelangi begitu terkejut dan benar saja, suara ringisannya terdengar di telinga security.