Pelangi terus berlari, mencari tempat teraman untuk bersembunyi dari incaran dua lelaki hidung belang yang terus saja mengejarnya. Kakinya terasa sangat lelah, rasanya pelangi sudah tidak ada lagi tenaga untuk terus berlari, menghindari dua lelaki hidung belang yang sepertinya sangat menginginkan dirinya. Entah apa yang membuat mereka begitu tergoda akan sosok Pelangi, padahal dirinya tidak sama sekali menggoda keduanya. Bahkan Pelangi juga hanya memakai seragam sekolah dan sweater saja, dan berpakaian sewajarnya anak sekolah, tidak ada sisi yang begitu membuat penampilannya terlihat menggoda. Mungkin kedua lelaki itu saja yang memang hidung belang dan berniat jahat padanya.
Pelangi mencoba membuka beberapa pintu mobil yang sedang terparkir di dekatnya, dirinya cukup tahu, tidak akan mungkin orang akan seceroboh itu, meninggalkan mobilnya tanpa pengamanan. Namun, siapa sangka keberuntungan tengah berpihak padanya kali ini. Tidak ada yang tahu bukan?
"Akhirnya," ucap Pelangi saat sebuah mobil tidak terkunci. Pelangi kemudian masuk dan bersembunyi di dalam mobil itu. Bahkan kedua pria tadi sedang berada di luar mobil dan Pelangi dengan sekuat dirinya membungkam mulutnya agar tidak ada suara ketakutan yang terdengar dari mulutnya.
Akhirnya dirinya bisa bernafas dengan lega, sambil menunggu situasi benar-benar aman, pelangi terus bersembunyi di dalam mobil itu. Sesekali dirinya mengintip dari balik kaca mobil.
Pelangi mulai kebingungan saat mobil yang ia tumpangi untuk bersembunyi justru tengah bergerak, membuat dirinya kini benar-benar dalam masalah besar, dirinya terlalu takut, jika sang pemilik mobil justru akan menuduhnya sebagai penguntit atau pencuri. Masih dengan ketakutannya Pelangi terus membungkam mulutnya dengan tangannya sendiri sementara pikirannya tengah bingung dan terus saja berdoa, semoga ia bisa segera keluar dari dalam mobil itu.
Sang pemilik mobil, sepertinya tidak menyadari kehadiran Pelangi di dalam mobilnya, pria itu justru sibuk dengan Ipadnya. Sementara kemudi mobil sepertinya sedang di pegang penuh oleh supir.
Perasaan lega yang semula sudah dirinya rasakan, kini justru kembali panik dan takut akan situasi yang saat ini dirinya alami.
"Ya Tuhan, tolong selamatkan aku," pintanya dalam hati
"Au..," suara Pelangi terdengar jelas di telinga pria itu, saat dirinya tengah terbentur sisi pintu.
"Siapa kau?" tanyanya bingung menatap sinis pada Pelangi
"Ma- ma-af," jawab Pelangi gugup dengan rasa takut
"Siapa kau, berani masuk dalam mobilku?"
"A-a-ku Pe-..,"
"Bicaralah yang jelas, atau aku akan membawamu ke kantor polisi?" ancam pria itu
"A-aku Ang-gi, ku mohon, jangan laporkan aku ke polisi, aku hanya bersembunyi di sini,"
"Apa? kau kira mobil ini tempatmu bermain petak umpet?"
"Ada apa pak?" tanya sang supir yang masih fokus pada kemudinya. Namun, penasaran dengan apa yang tengah terjadi pada majikannya itu.
"Kau fokus saja menyetir,"
"Baik pak,"
Sementara Pelangi masih berada pada posisinya, setelah dirinya berhasil kabur dari incaran tikus got. Kini malah masuk dalam sarang singa, yang terlihat bukan pria sembarangan. Terlihat jelas dengan penampilannya dan cara bicaranya. Tatapannya juga begitu tajam, seolah dirinya tidak ingin di usik dengan siapapun.
"Ma-afkan aku, sungguh aku hanya ingin bersembunyi dari para lelaki hidung belang yang mengejarku," jelas Pelangi dengan sedikit keberaniannya.
"Bagaimana aku bisa percaya dengan semua omonganmu? Untuk orang yang aku kenal saja, aku tidak bisa langsung percaya, apalagi ucapan dari wanita ingusan yang tidak aku kenal sama sekali,"
"Tapi ucapanku benar, dan tolong turunkan aku di sini?" pintanya
"Enak saja, kau sudah mengotori mobilku dan kau bahkan ingin berniat jahat padaku,"
"Ti-dak, aku hanya menumpang bersembunyi di mobilmu, kebetulan hanya mobil ini yang tidak di kunci, jadi tolong maafkanlah aku," pinta Pelangi dengan memohon dengan menyatukan kedua telapak tangannya kedepan.
"Gak semudah itu," ucap pria itu yang kini membuat Pelangi semakin ketakutan.
"Matilah aku, apa yang akan dia lakukan padaku? Ya Tuhan selamatkanlah aku," batin Pelangi bertanya pada dirinya sendiri.
Sementara di tempat lain, Sherly begitu sibuk menghubungi Pelangi. Namun, ponsel Pelangi sama sekali tidak aktif. Membuat Sherly mengumpat geram dengan keponakannya itu.
"Berani sekali dia mempermainkan aku? Apa dia sudah bosan hidup? Atau dia ingin aku menyakiti ibunya? Kau lihat saja Pelangi, apa yang akan aku lakukan saat kau pulang nanti," umpat Sherly begitu murka padanya.
Padahal hari ini Sherly sudah memberikan keringanan untuk Pelangi bisa menemani Raino. Bahkan Sherly mengizinan dirinya untuk diantar pulang dengan Raino. Biasanya tidak akan pernah dirinya melepaskan Pelangi begitu saja, bahkan kebebasan tidak akan pernah dirinya berikan, Sherly yang sudah menikmati hidupnya sebagai bunda palsu, kini harus kembali merasakan sakit dan emosi karena kelakuan Pelangi yang hingga saat ini tidak kunjung tiba. Bahkan matahari kini sudah bersembunyi, berganti bulan yang menerangi gelapnya malam.
"Kemana dia, hingga malam juga belum pulang? Apa terjadi hal buruk padanya?" tanya Sherly yang masih mondar mandir dengan begitu gelisah, bahkan sesekali matanya melihat pada arlogi yang ia kenakan di tangannya.
Kemarahan kini berganti dengan rasa khawatir. Bahkan begitu gelisah ia menantikan kepulangan Pelangi, kembali diirnya menghubungi Pelangi yang hingga detik ini juga ponselnya tidak aktif.
"Apa dia berniat kabur dariku?" pikirnya
"Tidak-tidak, dia bahkan tidak tau kota ini," segera Sherly membuyarkan pikirannya, sungguh itu tidak mungkin terjadi, mengingat keduanya baru beberapa haari pindah ke kota ini.
"Lalu kemana anak itu?" Sherly begitu pusing memikirkan keberadaan Pelangi, dirinya belum lagi menanyakan nomor ponsel Raino, mungkin saja saat ini Pelangi masih berada di rumah sakit. Menamani temannya itu yang tengah bersedih, tapi tidak mungkin Pelangi membohonginya, dengan segala ancaman yang dirinya ucapkan. Rasanya tidak mungkin Pelangi melakukan kebohongan padanya.
"Jika besok dia tidak juga kembali, aku harus melapor pada polisi," pikir Sherly yang kini sudah berada di kamarnya, mencoba tidur dengan segala kegilasahan dalam pikirannya. Sesungguhnya Sherly begitu khawatir. Namun, ada sesuatu hal yang membuat dirinya begitu kesal dan membenci keponakannya itu.
"Kenapa bapak membawaku kesini?" tanya Pelangi yang masih berdiri di samping mobil. Takut? Sudah pasti hal itu menyelimuti dirinya saat ini, tapi segera dirinya sembunyikan rasa ketakutannya itu. Dia tidak ingin pria yang ada di hadapannya saat ini memanfaatkan rasa ketakutannya.
"Apa kau ingin aku membawamu ke kantor polisi?" bukan jawaban yang pria itu berikan, melainkan sebuah pertanyaan yang membuat Pelangi serba salah.
"Aku hanya ingin pulang, ku mohon izinkan aku pergi," pintanya yang terlihat begitu iba.
"Apa kau lupa dengan ucapanmu tadi? atau perlu aku ingatkan kembali dan memberikanmu pada dua pria hidung belang tadi?" ancam pria itu
"Apa salah menolong orang lain saat dirinya butuh pertolongan, setauku tidak ada pertolongan, pamrih. Semua dilakukan tentunya dengan ketulusan, tentu bapak tau itu bukan?" ucap Pelangi begitu lantang, yang sudah kehabisan akal untuk segera pergi dari rumah yang terlihat seperti istana itu.
"Apa sedari awal aku ingin menolongmu? Tentu kau tau jawabnnya kan? Aku tidak berniat menolongmu, bahkan aku menginginkanmu," ucapnya tersenyum licik membuat Pelangi seakan mendapat tamparan keras akan ucapan pria di hadapannya, pikirannya saat ini sungguh kacau. Apa pria di hadapannya yang terlihat begitu sempurna, tampan dan berwibawa ini juga seorang pria hidung belang.
"Oh tuhan, tolong selamatkan aku," batin Pelangi memohon pertolongan pada sang khalik.