Chereads / Pelangi dihidup Bara / Chapter 11 - Darah A+

Chapter 11 - Darah A+

"Di depan ada apa tu, kok rame banget ya?" tanya Pelangi dan langsung Raino memarkirkan motornya di pinggir jalan dan keduanya kemudian mendekati kerumunan untuk memastikan hal apa yang tengah terjadi.

Raino begitu panik, saat melihat seseorang yang begitu dirinya kenal tengah terbaring lemah, bahkan darah segar begitu banyak mengalir dari kepalanya. Raino lalu menghampiri korban dan mengangkat tubuh lemah tanpa kesadaran itu.

"Minggir kalian," teriak Raino dan Pelangipun begitu panik saat melihat Raino begitu khawatir, dan langsung menyetop siapapun pengendara yang tengah lewat.

"Oma please, bangun..." pinta Raino dengan menggendong tubuh penuh darah wanita paruh baya yang selama ini selalu mengurusnya. Memberikan kasih sayang layaknya ibu dan ayah. Sedangkan Pelangi yang tidak mengerti apapun hanya bisa mengekorinya dari belakang dan ikut serta ke rumah sakit.

Kesedihan kini telah menyelimuti diri Raino, namun siapa sangka. Selama menunggu dokter memeriksa kondisi Meli, Raino tidak hentinya menggenggam jemari Pelangi, terasa begitu tenang baginya. Entah apa yang membuat Raino begitu nyaman saat berada di dekat Pelangi yang baru saja dirinya kenal. Bukan Pelangi dengan senang hati membiarkan perlakuan Raino padanya, sejujurnya dirinya merasa tidak enak pada setiap pasang mata yang berlalu lalang di depan mereka. Namun, Pelangi merasa waktunya tidak tepat jika dirinya tiba-tiba saja melepaskan genggaman Raino. Sehingga dirinya harus mencari cara agar bisa terlepas dari teman barunya itu.

"Rai, apa aku bisa ke toilet sebentar?" tanya Pelangi yang jelas membuat keterkejutan Raino.

"Eh.., iya. Maaf.., maaf," jawaban Raino terbata.

"Iya, santai aja. Aku ke toilet dulu ya, sekalian mau nelpon bunda. Izin pulang telat,"

"Iya Gi, maaf ya."

Sebuah senyuman di berikan Pelangi untuk teman sekolahnya itu, dan kemudian Pelangi beranjak untuk ke toilet. Bingung, dirinya harus mengatakan apa pada sang tante. Yang kemudian hanyalah pesan chat yang mampu ia kirim.

Di tempat lain, Sherly tengah asik menikmati duduk santainya sambil menunggu kepulangan Pelangi dengan di temani cemilan kesukaannya dan secangkir kopi. Sherly mengambil bendah pipih yang sengaja ia letakkan di samping cemilannya, ketika terdengar suara notifikasih dari benda elektronik itu. Iapun membuka pesan itu, dan membacanya dengan kening yang mengkerut, saat tahu isi pesan dari Pelangi itu. Sherly hanya mampu menarik nafasnya dan kemudian membuangnya secara kasar. Marah, percuma jika dirinya lakukan saat ini. Toh, Pelangi juga saat ini tidak ada di hadapannya.

"Mungkin kali ini membiarkannya sedikit bersenang-senang tak mengapa, dia juga gak akan mungkin kabur," pikir Sherly yang kemudian meletakkan bendah pipihnya di dalam tas jinjing yang selalu dirinya bawa.

"Sebaiknya aku memanjakan diri, mungkin itu bisa membuat moodku kembali baik," ucapnya dan berlalu pergi setelah mengunci pintu utamanya.

Pelangi kini sudah sedikit lega setelah memberitahu posisinya saat ini dimana, walau hanya sebuah pesan chat, setidaknya pesannya sudah di baca oleh meski sang tante tidak membalasnya. Itu berarti Sherly memberikannya izin. Walau Pelangi tidak tahu apa yang akan dirinya lakukan jika dirinya bertemu dirumah nanti.

"Bagaimana kondisi oma kamu?" tanya Pelangi, yang kini sudah berada di samping Raino. Raino hanya menggeleng dengan pandangan kosong, raganya di sini, namun Pelangi tidak tahu dengan jiwa Raino, saat ini entah berada di mana.

"Rai, bersikap tenanglah. Aku tahu, kamu begitu sedih, yang kita harus lakukan saat ini adalah mendoakan oma," ucapnya lembut dengan tangan yang sudah memegang kedua pundak Raino. Laki-laki di hadapannya saat ini langsung menoleh dengan perlahan, menatap lekat pada manik mata kecoklatan milik wanita di hadapannya, entah mengapa terlihat begitu tulus. Raino yang belum pernah merasakan ada seorang wanita yang begitu baik dan tulus terhadapnya. Walau keduanya baru saja di pertemukan karena ketidak sengajaan. Namun, Raino begitu bersyukur bisa di pertemukan dengan Pelangi.

Perasaan apa ini? Raino juga belum mengetahuinya, bahkan hanya sekedar mengetahui, jika Pelangi begitu tulus menenangkan perasaannya dengan apa yang terjadi terhadap Meli, wanita yang ia ketahui sebagai omanya yang selama ini menjadi pengganti sosok ibu, sekaligus ayah yang memberikannya kasih sayang padanya.

"Terimakasih," ucapnya lirih, dan Pelangipun tersenyum, kemudian keduanya melangkah pergi ke mushallah rumah sakit.

"Ya Allah, aku mungkin selama ini sudah menjauh darimu, tapi ku mohon maafkan segala salahku? Begitu berat cobaan yang aku jalani, rasanya aku gak mampu untuk terus menjalaninya. Ya Allah, ku mohon sembuhkan oma, hanya oma yang selama memberikan kasih sayangnya padaku, jika engkau mau? Aku saja yang sakit, jangan oma, aku gak mampu melihat orang-orang yang ku sayangi sakit dan terbaring. Cukup papa, yang sudah belasan tahun mengalaminya.., tolong kabulkanlah doaku," terdengar pelan suara Raino namun, Pelangi masih bisa mendengaarnya dengan jelas, ternyata Raino juga mengalami kesedihan yang sama sepertinya, yang tidak mendapatkan kasih sayang orang tua.

Kini keduanya sudah kembali ke tempat mereka semula, menunggu hingga dokter selesai memeriksa Meli, terlalu banyak darah yang ia keluarkan.

"Apa diantara kalian ada yang memiliki golongan dara A+?" tanya seorang suster yang keluar dari ruang ICU pada Raino dan juga Pelangi,

"Golongan darah saya B sus," ucap Raino sementara Pelangi hanya diam bukan karena dirinya tidak mau membantu hanya saja Pelangi tidak tahu dengan golongan darahnya.

"Kalau adik, gimana?" tanya suster berbaju merah muda yang begitu lembut.

"Sa-saya gak tau golongan darah saya apa sus?" ucap Pelangi

"Kalau begitu, apa anda bersedia jika kita mengeceknya?" tanya suster dan Raino masih memperhatikan temannya itu,

"Tentu saja, ayo sus." Pelangi begitu bersemangat, mungkin ini adalah kebaikan pertama yang ia lakukan untuk orang lain, jika terbukti dirinya memiliki golongan darah yang sama dengan oma Raino. Setelah sekian purnama dirinya hanya di kurung di rumah dan menjadi bahan bully-an di sekolah oleh teman-temannya.

"Terima kasih ya sus," ucap Pelangi, saat suster telah selesai mengambil sekantong darah dalam tubuh Pelangi, dan kini Pelangi hanya di biarkan untuk berbaring dan beristirahat di ranjang pasien. Setelahnya, Rainopun masuk dan menemui Pelangi, mengecek kondisi teman yang sudah bersedia membantunya.

"Terima kasih, karna kamu sudah mau menolongku?" ungkapnya begitu tulus, setelah melihat kebaikan Pelangi pada keluarganya,

"Kita teman dan sudah seharusnya sesama teman harus saling tolong menolong?"

"Kita bahkan baru berteman,"

"Tapi kamu teman pertamaku, anggap aja ini sebagai tanda pertemana kita,"

"Terima kasih,"

"Huh, kamu gak capek apa? terima kasih mulu dari tadi, telinga aku aja sampai pengang mendengarnya," canda Pelangi, agar Raino bisa sedikit tertawa.

"Ayo antar aku pulang?" ajak Pelangi yang sudah bangkit dari tempatnya dan itu membuat kepalanya sedikit terasa sakit dan membuang keseimbangannya terganggu dan Pelangipun terjatuh, dengan sigap Raino langsung menangkapnya, tangannya berpegang pada pinggang Pelangi, membuat pelangi hampir saja terhuyung, namun Raino menyelamatkannya dan membuat keduanya kini saling menatap lekat satu sama lainnya, cukup lama keduanya berada pada posisi itu.

"Maaf..,"