"Au...," Pelangi meringis kesakitan saat dirinya tertabrak seseorang, dan ia pastikan bahwa yang tertabrak dengannya adalah seorang pria.
"Sorry.., sorry." ucap seseorang meminta maaf. Pelangipun langsung memunguti barang-barangnya yang terjatuh, dibantu dengan seseorang itu.
"Udah Mas, gak usah. Aku bisa sendiri kok." tolak Pelangi dan tidak ingin merepotkan.
"Gak, aku yang salah kok, tidak seharusnya aku bermain ponsel saat berjalan." ucap seseorang itu. "Dan maaf, telur kamu jadi pada pecah deh..," membuat seseorang itu merasa bersalah. Pelangi juga bingung, bagaimana kalau tantenya sampai tahu. Bisa-bisa bakal marah besar dan tentunya, Pelangi akan di hukum.
"Ia gak apa-apa kok. Aku bisa membelinya lagi, kalau gitu aku pamit, maaf sudah merepotkanmu." pamit Pelangi seraya pergi meninggalkan seseorang itu.
Pelangi berjalan dengan sangat bingung, ia tidak tahu harus mengganti telur-telur yang pecah pakai uang dari mana. Tahu sendiri kalau Serly sangat kejam padanya.
"Bagaimana bisa aku mengganti telur-telur ini?" tanya Pelangi pada dirinya sendiri, sambil membuka plastik yang berisi telur pecah itu. Kemudian, dengan terpaksa ia harus membuangnya di tempat sampah. Pelangi melanjutkan perjalanannya, ia tidak punya cukup uang untuk menyewa jasa ojek. Begitulah, setiap hari Serly menyuruhnya membeli sesuatu dengan uang pas, bahkan Serly selalu mengecek struk bukti pembelian Pelangi karena dirinya cukup tahu, ada beberapa produk yang diskon sewaktu-waktu. Serly tidak ingin kecolongan, karena dirinya cukup tahu, Pelangi anak yang cerdas, akalnya banyak dan semua tentunya dengan pemikiran yang matang.
"Ini..," ucap seseorang tadi, dengan memberikan sekantong telur. Pelangi menoleh, kearah sumber suara dan matanya membulat sempurna saat melihat sosok laki-laki ini yang mirip sekali dengan yang ada di danau waktu itu.
"Tidak.., tidak. Aku tidak bisa menerimanya." tolak Pelangi.
"Terimalah, aku hanya ingin bertanggung jawab atas kesalahanku."
"Tapi, ini bukan salahmu," ucap Pelangi lirih.
"Apa kau lupa? aku yang telah menabrakmu, dan membuat barang belanjaanmu berantakan." jelasnya dan Pelangi baru menyadarinya. Sedari tadi, ia justru tidak memperhatikan pria yang menabraknya di depan mini market. Karena terlalu gelisah, jika Serly marah padanya.
"Terimakasih, meski aku berat menerimanya. Namun, secara tidak langsung, kau sudah menyelamatkanku." ucap Pelangi dan berlalu pergi. Sementara Raino yang mencoba mencerna ucapannya masih bingung, saat dirinya ingin menanyakan maksud dari ucapan itu. Justru Pelangi sudah pergi menghilang, secepat kilat.
***
"Dari mana saja kau?" tanya Serly dengan begitu kesal.
"Maaf, tan."
"Jangan mencoba kabur, jika kau ingin ibumu baik-baik saja. Jika sekali saja kau berani melawanku, maka akan ku pastikan ibumu yang akan menanggung akibatnya." ancam Serly, membuat Pelangi bungkam dan mengangguk, paham akan ancaman Serly. Kemudian mengbuang wajah Pelangi yang ia cengkram.
Kini Pelangi sudah berada di kamarnya, kamar berukuran 2x3 itu menjadi saksi kesedihannya. Menjadi sahabat yang selalu mendengarkan cerita sedihnya, meski kamar ini tidak mampu memberikan saran, namun Pelangi bisa sedikit lega, jika sudah mengeluarkan segala isi hatinya yang begitu sakit, teriris akan semua perlakuan Serly padanya.
Keesokkan paginya, Serly memberikan sebuah ponsel Android untuknya, memperlakukan Pelangi bak keponakan yang paling ia sayang. Memberikan fasilitas baru untuknya saat di sekolah, dirinya tidak ingin di lihat orang diluaran atau pihak sekolah sebagai orang yang kejam. Melainkan, Serly harus memberikan citra yang baik bagi orang di sekeliling mereka. Agar, tidak ada kecurigaan sedikitpun.
"Kau harus bisa berakting baik jika di hadapan orang lain. Jangan pernah memperlihatkan wajah kesedihanmu jika di luar rumah, berusahalah menjadi gadis yang penurut dan jangan pernah membuatku marah. Jadi, ikutilah aturan mainku." ancam Serly sambil menepuk pelan pipi Pelangi. Pelangi hanya mampu mengangguk, memberikan jawaban atas perkataan tante iblisnya itu.
"Satu lagi, aku telah mengganti identitasmu menjadi Anggi Tamara dan aku sebagai ibumu, Sherly Megumi Tamara. Jadi, kau bisa memanggilku dengan panggilan, Bunda." senyum mengejek terlihat jelas dari raut wajah Serly, tidak pernah sebelumnya Pelangi akan membayangkan hal ini akan terjadi padanya. Semua kepahitan selama dirinya hidup, mampu ia jalani. Namun, hari ini Pelangi seolah menentang hatinya, melakukan kecurangan pada batinnya sendiri. Karena harus memanggil orang yang paling dia benci dalam hidupnya dengan sebutan Bunda. Bahkan, jika Pelangi bisa membunuh wanita iblis itu, akan ia lakukan demi bisa hidup bahagia bersama Aranya, ibu kandungnya. Tapi, lagi-lagi Pelangi harus memikirkan kehidupan ibunya jika ia harus membunuh Serly dan berakhir di penjara.
"Coba katakan, aku ingin mendengarnya." titah Serly membuat Pelangi bungkam, bibirnya seolah kaku tidak bisa berucap. Berat sekali rasanya mengucap nama itu, untuk wanita iblis seperti yang ada di hadapannya saat ini. Serly menjadi geram, saat tidak mendengar suara apapun di telinganya, bahkan tangan mulusnya harus mencengkram wajah Pelangi, memaksanya untuk mendongak dan melihatnya. Namun, Pelangi hanya mampu menahan sakit dengan mata yang sengaja ia tutup.
"Jangan pernah membuatku murka, dan kembali menghukummu!" ancam Serly kemudian menghempaskan wajah Pelangi hingga remaja perempuan itu kini terhempas dan mundur beberapa langkah.
Serly terus memaksanya, memanggilnya dengan sebutan bunda, namun dengan berat hati, akhirnya Pelangi mampu mengeluarkan suaranya. "Bu-bun-bunda." panggil pelangi dengan terbata dan air mata yang sudah jatuh menetes, membasahi pipi mulusnya yang merah dan terasa sedikit perih. Bagaimana tidak, akibat cengkraman dari tangan Serly, kukunya justru telah memberikan tanda goresan pada pipi mulus Pelangi yang selalu ia jaga.
"Baiklah, mungkin kau belum terbiasa. Nanti juga akan menjadi biasa, jangan pernah mencoba membangkang ataupun kabur dariku, ingat wanita gila itu yang selalu akan menanggungnya." lagi-lagi Serly mengancamnya, membuat Pelangi tidak bisa berkutik sama sekali, yang dirinya mampu hanyalah menuruti segala ucapan wanita iblis itu.
Serly mengantar Pelangi di hari pertamanya sekolah, terlihat bak ibu dan anak yang saling mengasihi. Tutur lembut yang Serly lontarkan selalu membuat Pelangi merasakan sesak di dadanya. Akting Serly juga begitu bagus, jika saja Serly mengikuti casting pemilihan untuk sebuah Film, bisa di pastikan, dirinya akan menang.
"Sayang.., bunda pulang dulu ya? kamu yang rajin belajarnya dan ingat langsung pulang kerumah ya. Bunda selalu menunggumu di rumah." ucap Serly dengan begitu perhatian membuat Serly risih dan takut akan akting dari tante iblisnya itu.
"I-iya bun. Aku masuk ke kelas ya?" pamit Pelangi kemudian mencium punggung tangan wanita iblis itu dan pergi meninggalkannya sendirian. Pelangi dengan tergesa-gesa langsung pergi mencari kelas barunya.
Bruuk!!
Lagi-lagi pelangi harus terjatuh, akibat tubrukan yang terjadi terhadapnya, "Ma-maaf." hanya kata itu yang terucap untuk kesalahan yang ia perbuat, akibat keteledorannya