Chereads / Pelangi dihidup Bara / Chapter 9 - Teman Baru

Chapter 9 - Teman Baru

Serly begitu bahagia melihat Pelangi begitu menderita akan keputusannya membuat mereka seolah keluarga bahagia, sebenarnya dalam hati Serly yang paling dalam dia sangat menyayangi Pelangi, namun akibat kecelakaan yang menimpa keluarganya, Serly harus kehilangan calon buah hatinya dan juga suami tercinta yang baru 3 bulan menikahinya.

Beberapa tahun silam, Serly kembali ke indonesia. Berniat memberikan kejutan pada ibu dan juga kakaknya. Serly menikah di Jerman, bersama dengan warga kebangsaan Jerman, bukan niat Serly ingin merahasiakan pernikahannya. Namun Serly yakini jika keluarganya pasti akan menentang hubungan beda keyakinan yang dia pilih. Sehingga Serly akhirnya menikah tanpa mengundang keluarganya dan berniat memberikan kabar bahagia  pernikahannya karena dirinya telah di nyatakan positif hamil oleh dokter. 

Namun naas, saat diperjalanan kembali ke indonesia, Serly mengalami kecelakaan hebat, mengakibatkan dirinya keguguran dan harus kehilangan suami tercintanya. Bahkan kebahagiaan yang semula sudah berada di depan matanya, kini sirna. Bahagia yang dirinya harapkan justru duka yang menghampiri kehidupannya. Bahkan semakin lengkap penderitaannya saat dokter mengatakan rahimnya rusak akibat benturan yang terjadi saat kecelakaan. 

Serlypun menyeka air matanya, mengingat kejadian tragis yang menguncang kehidupannya, tidak ada lagi harapan kebahagiaan yang ia miliki. Hanya kesedihan batinlah yang selalu menyiksanya. 

"Jika saat itu aku tak memaksa kita untuk menemui keluargaku, mungkin kejadiaannya akan berbeda dan kau akan tetap di sisiku bersama anak-anak kita." pikirnya lirih saat menatap figra suaminya. 

Tidak ingin berlarut dalam kesedihan, Serlypun menatap arlogi di tangannya, kemudian teringat sesuatu yang membuatnya harus pergi kareba telah membuat janji dengan seseorang. 

***

"Aauuu..." Pelangi meringis kesakitan, saat benturan tubuh atletis menabrak dirinya hingga tersungkur di lantai. Kemudian Pelangi bangkit, saat mendapati uluran tangan dari seseorang yang telah menabraknya, Pelangi bangkit dan mendongak, menatap lekat lelaki yang telah bertabrakan dengannya. 

"Kamu?" ucap keduanya bersamaan, 

"Maaf, aku gak sengaja," ucap lembut seorang laki-laki yang berapa hari lalu ia temui tanpa sengaja.

"Gak kok, aku yang salah, karna terlalu bingung mencari kelas ku dimana." sela Pelangi, memang dialah yang salah karena sudag berhamburan kabur, menjauh dari Serly. 

"Kamu anak baru?"

"Ia, baru masuk hari ini."

"Oh, kalau gitu. Kenalin, aku Raino ketua tim basket di sekolah ini."

"A-aku..," Pelangi mencoba mengingat nama yang baru saja menjadi identitas barunya sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Sialnya, Pelangi benar-benar lupa akan hal itu. 

"Kenapa? gak mungkinkan lo langsung amnesia saat tabrakan tadi." ledek Raino, menatap lucu pada teman baru yang dia belum ketahui namanya. Pelangi tertawa garing sambil memperlihatkan susunan giginya yang tertata rapi. Sementara otaknya terus berfikir dengan nama yang telah di berikan tante iblis padanya. 

"Ya gaklah, aku Anggi." akhirnya Pelangi mampu mengingat nama palsunya. 

"Anggi, salam kenal ya? semoga kamu betah sekolah disini dan kalau ada apa-apa jangan sungkan untuk bertanya ke aku." Raino begitu menyukai teman barunya,  selama ini dirinya tidak pernah dekat dengan wanita manapun, bahkan banyak yang menggilainya dan mencoba menndekatinya. Namun, dengan tegas Raino menolaknya, membuat mereka perlahan mundur teratur tanpa berani mendekatinya kembali. 

"Yakin, kamu gak akan kerepotan dengan segala pertanyaanku?" tanya Pelangi sambil tersenyum menatap lelaki di hadapannya. 

"Yakinlah, masak gak." balasnya sambil tertawa kecil. 

"Mulai sekarang, kamu adalah temen wanitaku satu-satunya di sekolah ini. Ingat ya Anggi, siapapun yang berani berbuat kasar denganmu. Tolong katakan padaku, jangan sekalipun mencoba berbohong. Karna dalam pertemanan tidak pernah ada yang namanya rahasia." lanjut Raino meyakinkan, sambil memberikan jari kelingkingnya kepada pelangi. Entah mengapa, Raino bisa begitu mudah akrab dengan Pelangi, padahal selama ini begitu banyak wanita yang berusaha menjadi temannya namun selalu Raino tolak. 

"Janji?"

"Janji," tanpa berpikir Pelangi langsung membalasnya dan berjanji, Pelangi yang kini sudah mengaitkan jari kelingkingnya dengan jari kelingking milik Raino. Pelangi sejenak melupakan kesedihannya saat sedang berada bersama Raino. Padahal selama ini belum pernah Pelangi memiliki seorang teman, yang ada dirinya selalu di bully dan di hina oleh teman-teman sekolahnya terdahulu.

"Ya udah, aku masuk kelas ya? gak enak telat di hari pertama masuk." pamit Pelangi yang kini sudah pergi meninggalkan Raino. 

"Perasaan apa ini, mengapa jantungku berdetak tidak karuan?" batin Raino saat melihat kepergiaan Pelangi.

Kini Pelangi sedang berada di ruang kepala sekolah, berniat untuk menanyakan dimana letak kelasnya. Namun, kepala sekolah menyuruh guru yang akan mengajar di kelas Pelangi untuk mengantarkannya dan memperkenalkannya pada siswa lainnya. Sehingga Pelangi harus menunggu hingga bel berbunyi. 

"Selamat pagi anak-anak semua?" sapa Bu Leni saat sudah tiba di kelas II IPA–1 

"Pagi.., Bu." jawab serentak siswa yang telah hadir. 

"Hari ini, kalian mendapatkan teman baru. Dan kamu, silahkan memperkenalkan diri."

"Baik, bu." balas Pelangi. "Hai semua, Perkenalkan aku Anggi Tamara, siswi baru di kelas ini." lanjut Pelangi memperkenalkan diri. 

"Hai... Anggi..." balas semua siswa serentak. Kemudian Pelangi duduk di bangku yang kosong, barisan kedua dari belakang. 

Sebenarnya Pelangi sangat merasa asing, meski berbeda dari sekolahnya yang lama, namun Pelangi yakin disini dia akan bisa belajar lebih baik dari pada di sekolahnya yang lama. 

Sementara di tempat lain, tidak ada sedikitpun perubahan yang terjadi dengan orang tua Pelangi dan kini Serly tengah bertemu dengan ibunya di sebuah restauran ternama di kota ini. 

"Bagaimana perkembangan gadis gila itu?" 

"Dia masih seperti dulu, tidak ada perubahan sedikitpun." jawab Serly. "Lalu bagaimana dengan kakak, apa dia sudah sembuh?" lanjutnya yang penasaran demgan kondisi Aditya. 

"Tidak ada perubahan sedikitpun, dia bahkan seperti mayat hidup saat ini, dokter bahkan sudah menyarankan melepaskan segala alat bantunya. Namun, Eno melarangnya dan bersih keras untuk tetap memasang semua alat bantu Aditya, karna dia yakin., papanya akan kembali sadar." jelas Meli yang kini sudah menangis, tidak kuasa menahan air mata yang sudah deras mengucur di pipi keriputnya. 

"Sudahlah, ma. Gak usah lagi menangisi kakak, biarkan kita melepaskan alat bantunya, siapa tau dia tersiksa dengan semua itu. Kasihan kakak, ma..," bujuk Serly mencoba menggoyahkan pertahanan Meli. 

"Mama belum rela melepaskannya, masih ada harapan di hati mama meski hanya sebutir pasir namun harapan itu masih sangat kuat. Biarkan semuanya seperti ini, hingga Eno lulus sekolah. Jika tidak ada perubahan, mama ikhlas jika harus merelakan Aditya pergi untuk selamanya." Meli terus menangis, membayangkan hidup anak pertamanya, berharap dialah yang akan merawat dan mewarisi segala kekayaannya. Namun, takdir berkata lain, Aditya bagai mayat hidup yang terbaring di ranjang kamarnya dengan segala alat bantu kehidupan yang masih memompa jantungnya, agar tetap berdetak.

"Baiklah ma, semoga ada keajaiban untuk kakak." ucap Serly dalam kemunafikan.