Chereads / Pelangi dihidup Bara / Chapter 2 - Akhirnya, kau pulang

Chapter 2 - Akhirnya, kau pulang

Saat pagi menjelang, Aranya masih belum mendapati tubuh kekar suaminya, dirinya sibuk meraba kasur dengan tangan mungilnya. Aranya masih belum sadar jika sang suami belum pulang hingga hari ini. Dengan lesuh iapun bangkit dari tidurnya. Melangkah pelan, menuju jendela kaca kamarnya. Aranya menarik tuas tirai,  berusaha membuka horden jendela, matanya liar kesana dan kemari, seakan mencari keberadaan suami di seberang jendela. 

"Ternyata semalaman hujan, mengapa aku tidak menyadarinya?" pikir Aranya yang melihat pemandangan dari balik jendela. Aranya kembali berjalan lemas, seakan tidak memiliki semangat hidup. Paginya tidak mendapati sosok penyemangatnya. Duduk di tepi ranjang, mengingatkan akan hari yang sudah ia lalui di kamar ini bersama suami tercinta. Semua kenangan itu tampak nyata terlihat di hadapannya, seakan Aranya tengah menyaksikan sebuah drama di depan matanya. Senyum kecilpun terukir jelas di sudut bibirnya. Saat mengingat pertama kali ia memasuki kamar ini. Tanpa sadar tangan lembutnya pun mengelus perutnya yang masih rata.

"Andai kamu sudah lahir sayang, pasti Mommy tidak akan merasa kesepian seperti ini, saat di tinggal daddymu keluar kota," ucapnya lirih. 

***

"Bagaimana ini bisa terjadi? Apa kau sudah mencari penghiat itu?" geram Aditya. Pasalnya, panji adalah orang kepercayaan yang ia tugaskan untuk mengawasi proyek di sini. Mengapa dia seolah hilang di telan bumi. Padahal keluarga Panji sudah lama sekali bekerja dengan keluarga Aditya. Menjadi orang kepercayaan di keluarganya. 

"Su-sudah, Pak. Namun, orang orang kita belum menemukan keberadaan Panji." sahut Rifin dengan gugup. 

"Kau kan sepupunya, bagaimana mungkin kau tidak mengetahui hal ini? Atau jangan jangan kau juga ikut andil dalam masalah ini. Kau ingin berkhianat padaku juga?" hardik Aditya karena prustasinya dengan proyek Milyaran itu, sehingga juga mencurigai Rifin, asistennya sendiri.  Rifin yang merasa di tuduhpun gugup dan takut. Namun, mana mungkin ia berani mengkhianati bosnya yang sudah banyak membantu keluarganya, bahkan keluarga Rifin banyak berhutang budi dengan bosnya itu. 

"Ti-tidak, Pak. Mana mungkin saya berani melakukan itu, terlintas dipikiran saya saja, tidak pak." sahut Rifin gugup. 

"Baguslah, aku tunggu kabar baik darimu." ucap Aditya dan berlalu pergi meninggalkan asistennya yang masih bingung harus mencari Panji kemana lagi. 

***

Aranya masih dengan lamunannya, berdiri di depan jendela kaca kamarnya, setelah dirinya menjalani ritual pagi, kini Aranya begitu cantik dan harum, pastinya. Berharap akan melihat mobil sang suami yang pulang. Namun nihil, hanya sebatas harapan.

Dengan langkah malas, Aranya terpaksa turun, menuju meja makan yang kosong. Lamunannya kembali mengingat paginya selalu ada keromantisan yang suaminya berikan. Ini adalah kali pertama, Aditya tidak kembali kerumah karena pekerjaan. Biasanya sesibuk apapun dia selalu menyempatkan waktu menghubungi istrinya dirumah. Walau hanya sekedar menanyakan makan siang. Entahlah, hari ini begitu hampa bagi Aranya, setelah setahun pernikahan mereka, seharusnya semalam adalah hari paling bahagia untuk keluarga kecil mereka. Namun, mengapa harus ada masalah dalam pekerjaannya. Membuat Aranya harus mengulum senyumnya dan membatalkan niatnya memberi kejutan pada Aditya. 

"Maaf nyonya, ini ada panggilan telepon dari tuan." ucap Ijah seraya memberikan telepon rumah pada Aranya. 

"Oh, iya. Terimakasih, bik." balas Aranya yang masih bingung, siapa yang menelponnya pagi ini. Tidak seperti biasanya, padahal ponselnya selalu ia bawa kemanapun dirinya pergi. Karena Aranya tidak ingin mengabaikan satu panggilanpun dari suaminya.

"Hallo," sapa Aranya. 

"Astaga sayang, kenapa kau mematikan ponselmu?" protes Aditya, begitu mendengar suara pujaan hati yang begitu ia rindukan. 

"A-a.." jawab Aranya bingung dan langsung mengecek ponselnya yang tergeletak di meja makan, dan benar saja, ponselnya dalam keadaan mati. 

"Maaf, aku tidak mengeceknya. Karena aku begitu khawatir denganmu. Bisa bisanya kau pergi tanpa menemuiku, dan kau bahkan mengabaikan janji kita." protes Aranya yang kesal sekaligus senang mendengar suara pria yang menjadi candu dihidupnya. 

"Maaf, ada pekerjaan yang harus aku selesaikan disini dan itu membuatku begitu merindukanmu. Andai saja, kau tidak mengabaikan panggilanku. Mungkin aku akan lebih dulu menepati janji kita." suara Aditya melemah, dan Aranya begitu tahu, jika saat ini suaminya sangat membutuhkannya. 

"Semua memang salahku, aku begitu bersemangat untuk janji kita, sehingga aku tidak ingin di ganggu saat menyiapkan semua kejutanku." ucap Aranya merasa bersalah

"Hey, sayang.., jangan sedih. Secepatnya aku akan kembali dan kita akan mengatur ulang janji kita. Atau kau ingin mengatakan kejutanmu di telpon?" bujuk Aditya yang tahu saat ini istrinya sedang bersedih. 

"Uruslah pekerjaanmu disana, aku akan menunggumu di rumah. Jadi, tunggulah kejutanku sampai kau pulang, ya sayang?"

"Ayolah sayang.., aku begitu penasaran dan kau tega membuatku di hantu rasa penasaran selama jauh dari mu?" rengek Aditya

"Percepatlah pekerjaanmu sayang, maka kau juga akan cepat pulang. Aku tunggu di rumah. Bye sayang..," ucap Aranya tanpa mendengar balasan dari Aditya dan langsung menutup teleponnya. Tiba tiba saja, moodnya kembali baik. "Bisa bisanya aku tidak mengecek ponsel, padahal aku sudah sangat menantikan kabar darinya." batin Aranya yang kini langsung bangkit dan menuju kamarnya.

"Ya hallo, aku ingin kau mendekor kamarku dengan begitu indah." ucapnya di balik ponsel. 

"...."

"Oke, aku tunggu." balasnya dan panggilanpun berakhir. 

***

"Maaf, Pak. Panji sulit sekali di lacak, bahkan saya sudah begitu banyak menyuruh orang untuk mencari keberadaannya, sepertinya dia melakukan ini semua tidak sendiri dan pastinya ada yang melindunginya," lapor Rifin

"Kenapa kalian semua tidak becus, sejak kapan aku ingin mendengar kabar buruk. Apa kau sudah bosan bekerja denganku, hah?" bentak Aditya, padahal baru beberama menit yang lalu, moodnya begitu bagus. Sekarang malah justru berbalik, kembali buruk.

"Sudah ku duga, dan aku tidak mau tau, kerahkan seluruh anak buahmu untuk mencarinya, aku tunggu kabar baiknya."  titah Aditya, membuat Rifin begitu frustasi. 

Hingga sore hari menjelang, namun Panji tidak juga di temukan, entah bagaimana dia bisa bersembunyi. Yang jelas, membuat seluruh anak buah Aditya kelimpungan mencarinya. Sedangkan Aditya sudah tidak bisa menunggu lagi, terlalu banyak pekerjaan yang ia tinggalkan untuk mengurus masalah di proyek ini. Kini kepala Aditya terus saja di penuhi bayang bayang wajah istrinya, membuat dia begitu tidak sabar untuk segera pulang. Adityapun dengan cepat menyelesaikan pekerjaannya, dirinya tidak ingin membuang buang waktu lagi untuk mencari Panji. Yang ia tahu, saat ini dia harus pulang dan tidak ingin membiarkan istrinya kembali tidur sendiri.

Waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam, Aditya sudah berada di kediamannya. Rumah yang sangat ia rindukan, karena ada belahan jiwa yang sedang menunggu kepulangannya. Aditya masuk kedalam rumah dengan begitu hati hati, sementara di kamar Aranya begitu sedih dan menangis hingga membuatnya lelah dan terlelap tidur. 

Aditya pun segera pergi keruang kerjanya untuk membersihkan diri, agar bisa langsung bermanja manja dengan wanita yang menjadi candunya. Dengan langkah penuh hati hati, Aditya membuka knop pintu lalu berbaring di samping istrinya yang sedang tertidur dan memeluknya dengan begitu erat. 

"Aaaa..... " sontak Aranya kaget dan teriak saat merasa tubuhnya tengah di sentuh membuat Aranya mendorong seseorang itu dengan sekuat tenaganya.