Chereads / SHIRO THE MAGICIAN / Chapter 8 - 8. Tolong Fotokan Kami Berdua Dulu Ya, Maminya Shiro

Chapter 8 - 8. Tolong Fotokan Kami Berdua Dulu Ya, Maminya Shiro

Seperti perkataannya saat makan pagi tadi, kini kami berjalan ke tempat Karin menyimpan motornya. Ke dua tangannya menenteng plastik besar berisi aksesoris keperluan kucing. Sesampainya di dekat motornya, Karin segera mengikatkan dua plastik besar tadi pada bagian belakang jok motornya. Setelah itu Karin memasang tali pada sebuah ring yang ada di punggung baju yang aku pakai.

"Itu buat apa?"

"Tali pengaman, biar kamu tidak terjatuh dari motor! Kamukan katanya tak mau masuk cargo, ya sudah pakai tali pengaman saja. Baju yang kamu pakai itu fungsinya sama dengan harnes, karena sudah ada ring pada punggung yang kegunaannya untuk mengaitkan tali pengaman alias tali tuntun!" jelas Karin sambil mengaitkan ujung tali yang dipegangnya pada ikat pinggangnya. Setelah melakukan persiapan itu, Karin segera menggendongku, meletakkan aku pada pangkuannya ketika ia duduk di atas jok motornya. "Kalau takut bilang saja, nanti kamu bisa pindah duduk di bawah pijakan kaki, ya?"

"Oke. Siap!"

Motor pun dihidupkan, aku sedikit terkejut mendengar bunyi starter motor untuk pertama kalinya. Si Karin tertawa melihat aku terkejut.

"Aku mulai jalan, ya? Kalau terlalu cepat menurutmu, katakan saja. Akan segera aku kurangi kecepatannya!"

"Baiklah." Sahutku ketika motor yang dikendarainya telah mulai berjalan dengan kecepatan sekitar 40 km/jam. Enak sekali ternyata naik motor sebagai kucing. Aku hanya tinggal duduk dan menikmati angin yang tidak terlalu kencang. Hanya saja ketika di jalan yang macet atau di lampu merah, Karin sering menurunkan salah satu kakinya untuk menjaga keseimbangan motornya dan itu membuat posisi dudukku jadi beberapa kali hampir melorot karena duduk dipangkuannya. Tapi Karin bergerak cepat menahan bokongku dengan tangan kirinya agar aku tidak ikut melorot.

"Apa kamu mau coba duduk di bawah pijakan kaki?" tanya Karin ketika lampu masih merah.

Aku melihat ke bawah, ke arah pijakan kaki motor Karin. "Baiklah." Ucapku dan Karin segera mengangkat tubuhku lalu meletakkan tubuhku di tempat pijakan kakinya yang cukup lebar. Tempat yang cukup bagus. Aku bisa bebas mau duduk atau tidur, tapi sedikit panas kerena hawa mesin dan hawa dari jalan kota yang sangat panas. Aku jadi sedikit gerah duduk di bawah, tapi untunglah motor milik Karin segera bisa berjalan.

"Sebentar lagi kita akan sampai di pet shop yang minta satu lusin tempat tidur kucing!" Ucap Karin di sela mengendarai motornya.

"Apa aku nanti boleh masuk?"

"Tentu saja boleh. Nah... itu tidak jauh dari persimpangan jalan ini pet shopnya."

"Aku tak bisa melihat ke depan kalau duduk di sini!"

Karin tertawa kecil. "Hehehe... maaf, aku lupa kalau dari bawah tidak akan bisa melihat pemandangan dengan leluasa."

Motor akhirnya berhenti, Karin turun dari motornya untuk membuka ikatan pada dua bungkusan besar di jok belakang motornya. Ketika Karin membuka ikatan itu, aku melompat naik ke atas jok untuk melihatnya.

"Kamu tidak apakan dengan tali di punggung yang juga mengait ke ikat pinggangku?"

"Yah, tidak apa."

"Nah, sudah. Ayo kita masuk." Ajaknya setelah berhasil melepaskan ikatan tali pada dua bungkusan plastik besar di jok belakang. Karin kembali menenteng ke dua kantong plastik besar untuk masuk ke pet shop dan aku berjalan tepat di sampingnya dengan seutas tali sepanjang satu meter setengah yang menyatukanku dengan Karin.

Pintu kaca pet shop terbuka, seorang laki-laki brewokan yang terkesan seperti bandit keluar. "Ow... lihat siapa yang datang?!" serunya menghampir Karin lalu berjongkok di hadapanku. "Ini pertamanya dia ikut!"

"Ah, iya kasihan dia di rumah sendirian. Tidak ada teman."

"Bolehkah aku memegang si ganteng?" si brewok melihat Karim sekilas lalu kembali melihatku untuk meminta izinnya.

"Tentu saja boleh."

Si brewokan yang tampak seperti bandit itu tiba-tiba mengeluarkan aura penyayang ketika akan menggendongku. Membuat aku tidak bisa menolaknya. Si brewok menggendongku kepelukannya seolah bayi. "Masuk ke tempat om sebentar ya? Kita foto-foto sebentar!"

Karin melepaskan pengait tali yang ada diikat pinggangnya, memberikan kepada si brewok yang segera menerimanya.

Di dalam pet shop, si brewok menuntun Karin ke arah sebuah rak yang kosong. "Letak saja dulu di sana."

"Oke."

Setelah itu si brewok dan Karin berjalan ke arah sebuah kursi tamu yang ada di dalam pet shop. Kami duduk bertiga saling berhadapan. Si brewok menurunkanku ke pangkuannya, mengeluarkan ponselnya dan menyodorkan kepada Karin. "Tolong foto kan kami berdua dulu ya, maminya Shiro."

"Ya, tentu saja." Karin menerima ponsel si brewok dan bersiap mengambil gambar ketika si brewok bergaya dengan meletakkan aku di atas bahu kananya.

"Ambil saat kami saling bertatapan." Perintah si brewok menoleh ke arahku, karena aku tidak suka aku pun memukul dahinya.

KLIK!! Suara kamera ponselnya berbunyi dan Karin tertawa melihat sikapku.

"Tampaknya aku tidak begitu disukainya. Hehehe..." si brewok tidak terlalu mempermasalahkan, apalagi aku tidak mengeluarkan cakar ketika memukul dahinya. "Coba lihat dulu. Kalau bagus, tak perlu ulang foto lagi. Karena Shiro pasti akan marah kalau harus mengulang."

Karin memperlihatkan hasil fotonya dan hasilnya sangat pas terlihat adegan aku memukul wajahnya.

"Wahaha... ini bagus sekali! Lebih alami. Bagus ini saja, kita tak perlu mengulang foto yang bisa membuat Shiro marah sungguhan!" si brewok meletakkan aku di sofa lalu ia merogoh kantong celananya. Sebuah dompet lalu ia keluarkan. "Uang tunai saja tak apa ya?"

"Tak masalah mau tunai atau transfer. Yang pasti dibayar. Hehehe..."

"Tentu saja aku bayar seperti selama ini! Aku hanya tidak suka menyimpan uang tunai terlalu banyak. Takut boros jajan dan mempertebal lemak. Hehehe..."

Kari jadi ikut tertawa karena ia juga seperti apa yang dikatakan si brewok. Suka makan satu piring dan ditambah lagi suka makan kentang goreng, sosis, nugget dan es krim.

Si brewok menyodorkan enam lembar uang kertas berwarna merah yang diterima Karin dengan senyumnya yang melebar. Mengibaskan sekali ke wajahku sambil berkata.

"Waktunya belanja bahan!" ucapnya menyimpan empat lembar dalam tas dan dua lembar lagi dalam kantong celananya.

"Hanya dua lembar itu uang buat beli bahan?!"

"Ye lah, dua lembar merah sudah dapat banyak!"

"Enak benar ya, modal dua ratus untungnya lebih dari seratus persen!"

Karin tertawa lepas bersama si brewok. "Hehehe... apa bedanya dengan orang yang duduk nyaman di kursi empuk, datang cuma absen terus tidur, lepas itu akhir bulan dapat jutaan!"

"Perut membuncit makan gaji buta! Ahaha... eh sudahlah ngomongin pejabat korup yang enak-enakan makan duit rakyat!"

"Nyuruh sudah, malah nambah dan diperjelas pula! Gimana sih bos?!"

Si brewok kembali tertawa lepas walau hanya sesaat. "Eh bos, cargo sudah tinggal satu, tuh. Buatkan yang barulah!"

"Siiip.... oke bos. Waktunya kami pergi dulu. Ayo Shiro, jangan keenakan dipangku om itu!" ucap Karin sambil berdiri memanggilku agar cepat berjalan mengikutinya.

Si brewok memegang tali tuntun dan mengantarkan Karin dan aku sampai ke motor yang terparkir di halaman pet shopnya. Si brewok lalu memberikan ujung tali tuntun yang dipegangnya kepada Karin. "Hati-hati!"

"Oke. Makasih banyak!"