Dengan menggunakan motor maticnya, Polisi itu membonceng Karin yang duduk di belakang sambil memegang kandang kucing yang tiga puluh senti kali enam puluh sentimeter, yang berisi induk kucing dengan dua bayinya. Sementara aku duduk di bawah pijakan kaki si Polisi.
Rasanya duduk di bawah itu tidak enak, panas karena hawa mesin dan aku tidak dapat melihat pemandangan sisi kota lainnya. Selain itu juga sempit karena kaki Polisi itu besar, ya... meskipun Polisi itu mengalah dengan menggeser letak kakinya lebih ke pinggir pijakan kaki.
Ketika dalam perjalanan Polisi itu sempat bertemu rekan sesama Polisi di lampu merah.
"Oh... jadi ini alasannya kamu mau buru-buru pulang?!" Rekan sesama Polisi yang sedang berdinas itu melirik mami lalu memperhatikan lampu lalu lintas yang masih merah.
Polisi yang bersamaku dan Karin berdehem karena sepertinya malu-malu ketahuan oleh rekannya, tapi kemudian dia berkata. "Bekerjalah dengan benar! Jangan asik melihat kiri dan kanan!"
"Itu tugas Polisi untuk memperhatikan sekitar dengan melirik kiri dan kanan, sampai akhirnya saya menemukan kamu! Hehehe..."
"Lampu sudah hijau!" Polisi yang bersamaku dan Karin segera tancap gas meninggalkan rekan kerjanya yang mendapat dinas malam sepertinya. Setelah menjauhi kerumunan kendaraan dari lampu merah Polisi tadi segera mengurangi kecepatannya, karena ada pos Polisi dan ada dua atau tiga Polisi lain yang sedang mengawasi arus lalu lintas. Polisi itu membunyikan klakson dan mengangkat tangan kirinya setinggi bahu untuk menyapa Polisi lainnya itu.
"Enak ya pak, banyak bertemu rekan kerja di jalan!" ucap Karin membuka pembicaraan dari belakang.
"Yang dekat pos tadi itu senior saya. Tapi yang menyapa di lampu merah tadi baru rekan satu tempat kerja di Polsek Padang Bulan."
"Hum... apa rekan kerja bapak tadi tahu kalau bapak seorang cat lover?"
"Ya, dia sering saya minta memberi makan kucing liar di kantor. Saya ada meninggalkan makanan kucing di kantor soalnya."
"Apa Kapolsek tidak keberatan pak?"
Polisi itu tertawa kecil. "Awalnya ya, karena tidak tahu kenapa ada kucing liar di kantor. Tapi setelah melihat kucing liar itu mendapatkan tikus, pak Kapolsek jadi membiarkan saja ada kucing liar di kantor."
"Jadi sampai sekarang pak Kapolsek belum tahu pasti kenapa kucing liar menetap di kantornya?"
Polisi itu tertawa kembali. "Ya, sepertinya. Karena saya jarang berbicara dengan pak kepala selain urusan pekerjaan."
Pembicaraan selama perjalanan itu terus berlanjut hingga ke rumah keluarga si Polisi. Motor berhenti di depan rumah dengan halaman rumput yang luas dan berpagar. Rumahnya cukup besar walau tidak bertingkat dan aku melihat bagian halaman belakang yang luas di pagar tembok yang tinggi.
"Nah... inilah rumah keluarga saya. Kakak saya membuat shelter di halaman belakang. Ayo kita masuk." Ajak si Polisi sambil mengambil kandang berisi induk kucing dan dua bayinya dari tangan Karin.
Kami masuk lewat pintu depan dan disambut oleh orang tua Polisi itu dengan ramah.
"Eh... siapa ini?" sambut ibunda si Polisi ketika melihat mami masuk bersama anaknya.
"Karin, teman Zain ma, pa. Tadi kami ketemu kucing liar melahirkan di trotoar tengah kota. Jadi kami amankan dan sekarang mau dirawat di shelternya kakak."
Setelah berkenalan singkat, Polisi yang baru aku tahu namanya Zain, kembali mengajak masuk ke belakang rumah bersama orang tuanya. "Kami hanya teman pa, ma." Ucap Polisi itu sudah beberapa kali sambil terus berjalan ketika orang tuanya mengikuti dan terus bertanya tentang dirinya yang datang bersama Karin.
"Tapi kalau lebih dari teman apa salahnya, ya kan pa?" orang tua perempuan Polisi itu yang berjalan beriringan dengan suaminya meminta dukungan.
"Iya, benar. Apa salahnya." Sahut ayah Polisi itu.
Aku yang digendong mami di bahunya hanya bisa diam, memperhatikan ke dua orang tua Polisi itu yang berjalan di belakang mami. Ibunya Polisi itu terkadang mencolek dagu dan mengusap kepalaku.
"Bolehkah saya menggendongnya?" ayah Polisi tadi meminta izin Karin karena tidak tahan melihatku yang sedang digendong mami dan memperhatikan mereka berdua.
Karin membalik tubuhnya dan memberikanku pada ayah Polisi itu. "Tentu saja pak."
Aku membiarkan pasangan suami istri itu menggendong dan mencolekku seolah bayi. Mereka kemudian duduk di bangku teras belakang dan membiarkan anaknya bersama mami menemui seorang perempuan yang sedang duduk di tengah halaman belakang dengan sebuah bangku plastik kecil dan dikerumuni belasan ekor kucing.
"Kak." Sapa si Polisi.
Perempuan itu menoleh ke sumber suara dan ia segera berdiri ketika melihat adiknya, si Polisi datang dengan sebuah kandang berisi kucing serta diikuti Karin. Matanya juga melihat sekilas ke arah orang tuanya yang duduk di teras. "Tumben kamu bawa kucing. Ada apa Nih?" ucap perempuan itu melirik Karin sekilas dan ada sebuah senyum tersembunyi di balik lirikannya.
"Ini Karin, temanku. Tadi menemukan induk kucing ini sedang melahirkan di trotoar tengah kota. Karena kasihan aku memutuskan untuk membawanya ke sini. Kakak tak keberatankan aku bawa kucing ini?"
Kakak Polisi itu melihat dengan kasihan pada kucing liar di dalam kandang yang masih dipegang adiknya. "Kasihannya." Ucapnya lalu melihat ke arah Karin kemudian sambungnya. "Panggil saja Kak Nia."
Karin mengangguk sekali. "Baik kak."
"Ayo sini, ikut kakak. Bawa kucingnya ke kandang khusus untuk kucing baru." Nia berjalan ke arah sudut kiri halaman belakang yang ada sebuah bangunan kecil dengan atap dan dikelilingi kawat.
Aku melompat dari pangkuan orang tua Polisi tadi dan mengejar mami karena mau tahu bentuk bagian dalam bangunan kecil yang dikelilingi kawat itu. Tapi ayah Polisi itu segera mengejarku dan menangkapku.
"Jangan lari sayang. Kalau mau ke sana akan atuk antar. Nanti kamu bisa diserang kucing di sini karena merasa terancam dengan kucing baru!" ucapnya sambil berjalan ke tempat anaknya dan Karin kini berada.
Di dalam bangunan kecil yang tadi dimasuki Karin tadi ternyata ada banyak kandang yang bertingkat-tingkat seperti lemari yang tersusun rapi dan semuanya terpisah dengan sekat-sekat sekitar satu meter lebar setiap kandangnya. Di dalamnya hanya ada empat ekor kucing yang diisolasi karena masih baru di shelter itu.
"Hua... ada banyak kandangnya!" seru Karin.
"Hehehe... iya. Terkadang kakak menerima penitipan kucing di sini."
"Biaya penitipannya mahal!" sahut si Polisi.
Nia berpaling melihat adiknya. "Buat para cat lover tak ada yang namanya mahal! Jangan pelit kalau mau menitipkan kucing dengan perawatan dan makan yang teratur!"
Karin tertawa mendengarnya. "Benar itu kak. Saya pernah menitipkan kucing saya dulu sama saudara padahal dikasih uang, tapi sama sekali tak terurus. Bulunya jadi kotor dan bau juga karena hanya dikurung saja!"
"Nah... itulah kenapa kakak buat bangunan kecil ini. Para kucing baru bisa main di tempat ini tanpa membuat khawatir para kucing lama yang main di halaman belakang ini." Ucapnya Nia sambil membuka pintu sebuah kandang bagian bawah. Di dalamnya sudah ada alas tidur berupa matras. "Ayo sini kucingnya."
Adiknya segera jongkok dan membukakan kandang.
Nia mengeluarkan induk kucing terlebih dahulu sambil berkata. "Tenang ya sayang. Kamu akan tinggal di sini mulai sekarang. Mama akan merawatmu dan juga bayi-bayimu."