Chereads / SHIRO THE MAGICIAN / Chapter 14 - 14. Albino? Apa Itu?

Chapter 14 - 14. Albino? Apa Itu?

Aku memperhatikan induk kucing yang mulai terlihat panik dipisahkan dari bayinya walau hanya sesaat. Aku melompat lagi untuk menenangkan induk kucing itu. [Tenanglah. Kamu dengarkan kata human itu. Dia akan merawatmu juga bayimu.]

[Tapi bayiku!]

[Tidak apa, ke duanya akan segera dikembalikan padamu!]

"Shiro." Karin mengusap kepalaku saat aku berusaha menenangkan induk kucing dari luar kandang.

"Sepertinya Shiro berusaha menenangkan temannya." Ucap si Polisi yang memahami kenapa aku mendekati kandang dan melihat induk kucing.

"Iya." Sahut Karin.

"Eh. Shiro?!" seru Nia melihat kepadaku ketika memindahkan bayi pertama ke dalam kandang. "Shiro yang biasa muncul di grup cat lover?!" dia memang baru melihatku karena tadi saat di gendong orang tuanya tidak terlihat begitu jelas. Setelah meletakkan ke dua bayi kucing ke dalam kandang, Nia langsung mengangkat tubuhku dari sela dua tanganku. "Hua... dia lebih comel yang aslinya!"

Karin tertawa kecil melihat Nia menggendongku. "Dia memang asli comel. Hehehe..."

Sementara si Polisi, aku lihat sedang melipat kandang tadi dan membuang alas tissu yang ada dalam kandang lipat itu. Kandang lipat itu diletakkan dibagian luar bangunan, kemudian dia kembali masuk. "Kak Nia itu fansnya Shiro! Tapi, jangan terlalu histeris melihatnya kak. Nanti Shiro bisa marah!"

"Eh." Nia terdiam. Baru sadar dengan sikapnya padaku. Dia lalu menurunkanku. "Maaf ya, sayang. Kamu comel sekali sih! Makanya sampai lupa diri! Hehehe..."

"Ayo minum dulu, kalau urusan kucingnya sudah siap." Ucap ayah dari Nia dan si Polisi dengan ramahnya.

Nia dan si Polisi segera mengajak Karin untuk menerima sambutan ayah mereka meski minumannya pasti dibuatkan oleh ibunya. Aku bergerak mengikuti mami dan yang lainnya ketika induk kucing itu mengeong ketakutan karena berada di tempat baru dan ada banyak kucing asing lainnya yang membuatnya takut.

Aku kembali mendekati kandang induk kucing putih abu-abu. Karin menjelaskan pada Nia dan si Polisi jika aku ingin bersama induk kucing itu yang merupakan teman baruku sebagai seekor kucing selain Queen. Setelah melihat dan memperhatikanku yang duduk di dekat kandang induk kucing, barulah para human itu mengerti. Mereka pun meninggalkan aku yang berusaha menghibur induk kucing.

[Aku takut sekali! Di sini banyak kucing yang tidak aku kenal! Aku takut mereka akan menyakiti bayi-bayiku!]

[Tenanglah dulu. Biar aku jelaskan.]

Induk kucing putih abu-abu mengangguk sekali dengan gugup. [Iya, baik.]

[Tempat ini namanya shelter alias rumah singgah atau panti kucing. Human yang bernama Nia tadi adalah pemilik tempat ini. Dia akan menjaga dan merawatmu serta dua bayimu dengan setulus hati dan tidak pilih kasih hanya merawat yang cantik berbulu panjang atau pun hanya ras saja! Kamu perhatikan kucing yang ada di luar itu.]

Induk kucing mengikuti perkataanku. Dia memperhatikan kucing yang ada di luar dari pintu ruangan khusus untuk kucing baru yang terbuka lebar.

'[Mereka itu ada yang dulunya kucing ras. Ketika cantik, disayang, saat sakit langsung menyerah dan membuangnya ke jalan tanpa rasa bersalah. Ada juga kucing liar sepertimu yang ketika kecil dipisahkan dari induknya. Ada yang cacat juga kamu lihat, entah karena tertabrak atau kerana kekerasan yang dilakukan manusia, tapi semuanya ditampung human yang bernama Nia! Dia merawatnya dengan baik dan sehat kembali. Bisa menghabiskan masa tuanya dengan tenang di shelter ini!] jelasku pada induk kucing yang duduk memperhatikan kucing yang ada di luar melalui pintu.

[Aku pun sebenarnya kucing dari ras yang sama denganmu. Domestik. Hanya saja aku terlahir sebagai albino.]

[Albino? Apa itu?]

Ah... aku lupa dia hanyalah seekor kucing tulen. [Albino itu merupakan kelainan genetik yang ditandai dengan kurangnya produksi melanin. Melanin sendiri adalah zat protein atau pigmen yang berperan dalam menentukan warna kulit, rambut dan warna mata padaku ataupun manusia.]

[Oh... jadi itu kenapa warna bulumu itu putihnya lain dan warna matamu juga lain dari kucing kebanyakan. Warnanya merah!]

Aku mengangguk. [Ya, begitulah. Walaupun aku ini termasuk cacat genetik, mami tetap sayang padaku! Dan aku yakin, orang-orang baik yang ada di rumah ini, yang telah mengumpulkan dan merawat kucing terlantar setulus hatinya, akan memperlakukan kamu serta bayimu dengan baik juga! Mungkin kamu akan butuh waktu beradaptasi dengan lingkungan baru ini, karena dari kecil hidup di jalanan yang keras!]

[Kamu benar. Itulah kenapa aku takut dan tidak mudah percaya begitu saja! Tapi seperti perkataanmu, aku akan belajar beradaptasi di tempat ini secepat mungkin!]

[Oh ya, bagaimana ciri-ciri saudaramu itu?]

[Warnanya lebih banyak putih, ke dua telinganya berwarna abu-abu dengan sedikit koyak pada telinga kirinya karena digigit kucing dewasa ketika kecil untuk mempertahankan roti yang diberi manusia! Ekornya juga berwarna abu-abu bergaris-garis. Badannya besar walau kucing liar!]

[Akan aku ingat itu. Aku juga akan memberitahu mami tentang saudaramu itu. Aku berjanji, cepat atau lambat akan aku bawa dia ke sini menemuimu dan hidup bersama kembali!]

[Iya.]

[Pintu kandang akan dibuka untuk membuatmu cepat beradaptasi, ya walaupun pintu utama bangunan ini masih ditutup sampai kamu dan kucing yang lama di sini sudah saling mengenal baik barulah pintunya dibuka dan kamu bisa main bersama yang lain di halaman belakang shelter ini!]

[Iya, aku pasti akan cepat beradaptasi dengan tempat ini dan kucing yang lainnya.]

Mami datang kembali ke dalam bangunan kecil yang tiangnya dari baja ringan, dindingnya terbuat dari plastik tebal dengan motif bunga-bunga berwarna ungu muda, pintunya dari kawat agar kucing di dalam dapat melihat keluar sekaligus jalur masuknya angin.

"Waktunya pulang Shiro. Sudah siap bicaranya sama induk kucing itu kan?" tanya Karin sambil menggendongku ke atas bahunya.

"Sudah." Bisikku agar tidak terdengar manusia yang ada di luar.

Karin menundukkan tubuhnya melihat induk kucing dan melambaikan tangan kirinya. "Kami pulang dulu cantik. Kapan-kapan kami main lagi di sini bersamamu!"

Si induk kucing mengeong sekali mendengar perkataan Karin.

"Apa katanya?" Karin melihatku yang duduk dibagi kanan bahunya.

"Iya. Terima kasih! Katanya." Jawabku masih berbisik.

Kami pun segera keluar dari rumah itu. Si Polisi mengantarkan Karin dan aku pulang. Kali ini aku duduk dengan dipangku Karin di belakang. Kandang lipat diletakkan di depan, dekat pijakan kaki tempat aku harus duduk sebelumnya.

Sore yang sejuk. Aku sangat menikmati jalan pulang sore itu karena aku bisa melihat pemandangan kota dan jalannya. Kotanya cukup besar untuk masa yang berbeda dengan tempat asalku berada walaupun peradabannya jauh lebih maju dari tempat ini.

Yah... untuk saat ini aku harus menikmati hidup dan menjalani semua rutinitas sebagai seekor kucing di tempat asing dan baru tanpa adanya sihir, sampai aku menemukan cara untuk kembali ke tempat asalku berada.