Chereads / SHIRO THE MAGICIAN / Chapter 9 - 9. Terima Kasih. Katanya

Chapter 9 - 9. Terima Kasih. Katanya

Aku melompat naik ke jok belakang dan langsung menuai komentar si brewok. "Eh, Shiro duduk di belakang?!"

"Dia duduk di depan tadinya." Sahut Karin menggendongku dan menurunkan aku di bawah pijakan kaki motor. Karin lalu memasangkan pengait tali pada ikat pinggangnya. "Oke, sip. Kami pergi dulu bos!"

"Sekali lagi hati-hati bos!" si brewok melambaikan tangan kanannya pada motor yang telah mulai melaju.

Ketika motor telah mulai berjalan meninggalkan halaman pet shop, aku langsung bertanya. "Kenapa kalian saling memanggil bos?"

"Ya, itu karena dia yang punya pet shop itu dan dia memanggilku bos, karena katanya juga bos. Itu saja, hanya sekedar sapaan saja."

"Oh... hei, tak bolehkah aku duduk di jok belakang? Di sini aku tidak bisa melihat jalan kota."

Karin membawa motornya ke pinggir jalan yang teduh, di bawah pohon angsana pelindung jalan. "Yakin kamu bisa? Aku takut nanti kamu terkejut dengar bunyi klakson dan terjatuh!"

"Tidak apa. Ayolah... di bawah sedikit panas karena hawa mesin dan tidak bisa melihat pemandangan."

Karin mengangkat tubuhku ke arah jok belakang sambil berkata "Baiklah, tapi kalau kamu takut bilang saja, ya?"

"Oke. Siap!"

Motor kembali dihidupkan, namun beberapa detik kemudian dimatikan kembali.

"Ada apa? Kenapa dimatikan motornya?"

Karin mencabut kunci motor dan mengajakku berjalan ke depan. "Di depan sepertinya ada kucing liar sedang lahiran! Ayo kita bantu sebisanya!"

"Ha. Apa?" aku terpaksa mengikuti mami karena masih terhubung dengan tali tuntun.

Seekor kucing betina liar berwarna putih abu-abu terlihat di balik pot bunga besar yang ada di pinggir jalan. Aku cukup merasa kasihan melihatnya sampai ngos-ngosan ketika melahirkan anaknya yang baru satu ekor. Mami mengusap-ngusap kepala kucing liar itu karena merasa kasihan.

Saat baru saja mengusap kepala kucing liar itu, sebuah motor dengan laki-laki berseragam coklat dan memakai kacamata berhenti. "Selamat siang!" ucap si lelaki memberi salam dengan gaya angkuhnya.

Karin berdiri ketika lelaki itu menghampirinya. "Selamat siang. Ada apa, pak?"

"Daerah jalan ini dilarang berhenti! Kamu tahu itu kan?!"

"Am... ya. Tapi saya hanya ingin menolong seekor kucing yang sedang melahirkan pak! Kasihan kalau tidak ada yang menolong. Di sini tidak rumah warga atau pun rumah makan tempat kucing ini mencari makan atau beristirahat dan berlindung dari hujan. Hari juga sudah mau hujan pak, kan kasihan anaknya baru lahir kehujanan!" jelas Karin dengan suara yang lembut.

Si lelaki yang ternyata seorang polisi, terlihat dari tulisan di bajunya menghela nafas mendengar penjelasan Karin. Melihat ke arah kucing liar yang sedang berusaha mengeluarkan anak ke duanya lalu melihat kepadaku. Kemudian dia tersenyum. "Bukakah dia itu Shiro?!" tiba-tiba si Polisi mendekatiku.

"Eh. Pak polisi tahu?!"

"Ya! Tentu saja. Dia comel sekali! Baru sekali ini juga saya melihat kucing domestik yang albino! Dan kamu dengan percaya dirinya berfoto bersama Shiro dan memakaikan baju-baju lucu ataupun aksesoris lainnya untuk Shiro! Saya punya hodie model kelelawar untuk anak saya, seperti yang pernah dipakai Shiro!"

"Wah... terima kasih pak! Tapi tidak apa kan saya berhenti sebentar di sini untuk membantu kucing liar yang sedang lahiran itu?"

"Ya, tidak apa. Kebetulan kakak saya mempunyai shelter, saya akan membawanya ke sana! Tapi karena saya masih dalam dinas, bolehkah kalau saya yang minta tolong jaga sementara kucing itu?"

Karin tersenyum riang seolah akan melompat karena gembira ada yang akan membantunya. "Tentu saja pak!"

"Saya akan carikan kotak sebentar, kamu tunggu sebentar di sini!" ucap si polisi sambil mendekati motornya.

Karin memberi hormat. "Siap pak!"

Polisi itu segera berlalu meninggalkan mami dan aku yang kembali menunggui kucing liar yang telah melahirkan anak ke duanya. Karin tersenyum riang melihat dua bayi kucing yang baru lahir itu sedang dibersihkan oleh induknya.

"Bayinya cantik-cantik! Jangan takut, ya sama Shiro? Dia anak yang baik." Ucap Karin sambil mengusap kepala induk kucing ketika aku duduk bersama Karin di pedestrian. Dengan jarak yang dekat itu membuat induk kucing merasa ketakutan dan waspada karena ada kucing lain.

"Kenapa dia ketakutan melihatku?"

Karin menoleh sekilas kepadaku. "Kehidupan kucing liar itu keras. Kamu lihat saja, dia sampai melahirkan di pedestrian begini. Kalau hujan bisa habis. Belum lagi ancaman dari kucing liar lain, terutama kucing jantan liar! Mereka suka memangsa bayi-bayi kucing!"

Aku melihat dengan kasihan kepada induk kucing itu, kemudian aku menjelaskan kepadanya untuk tidak takut. [Tenanglah. Aku tak akan menyakitimu dan bayi-bayi kamu! Aku dan mamiku akan membantumu sebisa kami sampai pak polisi yang tadi katanya mau membawamu ke shelter milik saudaranya. Nanti di sana kamu akan aman dengan bayi-bayimu!]

[Benarkah itu?!]

[Ya. Akan aku pastikan kamu sampai di shelter yang dimaksud polisi tadi!]

Si induk kucing tampak menangis, air matanya terlihat menetes dari mata. [Terima kasih!]

Karin tampak terkejut melihat induk kucing itu menangis. Karin mengusap lembut kepalanya. "Kasihan sekali kamu sayang! Tapi sebentar lagi kehidupan kamu akan lebih baik dari di jalanan yang terkena hujan dan panas. Kamu dan bayimu akan tinggal di rumah yang hangat, makan dan minum yang teratur setiap harinya!"

"Terima kasih. Katanya." Ucapku pada Karin.

"Eh. Terima kasih? Kamu bisa bahasa kucing?!"

Aku menghela nafas mendengar pertanyaan bodoh itu. "Oh... ayolah Karin. Bagaimanapun aku ini seekor kucing sekarang! Tentu saja aku bisa bahasa kucing."

Karin cengengesan. "Hehehe... aku sempat lupa karena kamu bicara bahasa manusia! Hehehe..."

Dua puluh menit kemudian polisi tadi datang kembali dengan membawa sebuah kota bekas mi instan. Polisi itu segera menghampiri Karin dan aku. "Maaf kalau lama. Di sini memang bukan daerah perumahan dan toko."

"Tak apa pak polisi." Karin menerima kotak itu, meletakkan di bawah pot bunga besar tempat induk kucing melahirkan di trotoar daerah perkantoran pemerintah di pusat kota. Dengan hati-hati Karin mengangkat induk kucing dan aku berusaha menenangkan induk kucing agar tidak panik.

[Tenang. Tidak apa.]

Polisi yang mengangkat bayi kucing dengan lebih hati-hati lagi, melirik ke arahku sekilas karena mendengar suaraku yang terdengar hanya meong meong saja. "Kenapa Shiro meong saja?"

"Dia menyuruh induk kucing ini untuk tidak panik dan takut, pak."

"Wah... pintar sekali!" ucapnya setelah memindahkan ke dua bayi kucing ke dalam kotak dan aman bersama induknya.

Karin kemudian berdiri diikut polisi tadi, meletakkan kotak di bawah pijakan kaki motor Karin.

Polisi tadi menyodorkan sebuah kartu nama. "Ini alamat shelternya."

Karin menerima kartu nama itu. "Wah... jauh pak dari sini." Ucap Karin setelah membaca alamat yang tertulis di kartu nama.

"Apakah tidak bisa?"

"Bukannya tak bisa pak, tapi saya sedang membawa Shiro. Jalan jauh tanpa cargo, saya takut terjadi sesuatu di jalan pak."

Polisi itu mengangguk membenarkan.

"Tapi saya bisa membawanya sementara ke tempat saya. Dan bapak bisa menjemputnya setelah dinas nanti. Bagaimana?"

Polisi itu mengangguk dengan bersemangat. "Ya ya, boleh! Kalau begitu saya minta nomor telpon kamu yang bisa dihubungi. Setelah pulang akan segera saya jemput!"

"Boleh pak, tentu saja boleh." Karin lalu mengeluarkan ponselnya bersamaan dengan si polisi, mereka lalu bertukar nomor telpon. Setelah saling bertukar nomor, Karin dan polisi itu segera berpisah untuk melakukan aktivitas masing-masing.